Novel Animal Farm, saat Tokoh-Tokoh Politik Dunia Menjadi Binatang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para penikmat sastra dunia tentu tak asing lagi denganAnimal Farm,novel yang ditulis oleh sastrawan Inggris Eric Erthur Blair alias George Orwell.
Kepopuleran novel yang ditulis saat Perang Dunia II ini mampu menembus peradaban dan tetap eksis sampai sekarang.
Animal Farm merupakan salah satu novel fabel yang justru tidak diperuntukkan untuk anak-anak. Sebab novel ini sarat akan politik manusia yang dibungkus secara apik oleh Orwell di sebuah peternakan beserta binatang-binatangnya.
Pada dasarnya novel yang terjemahan bahasa Indonesianya dibuat oleh penerbit Bentang Pustaka ini merupakan alegori politik sebagai satire atas Totaliterisme Uni Soviet semasa pemerintahan Stalin pada masa PD II, dari sudut pandang Eropa sentris.
Orwell sangat baik dalam menggambarkannya melalui satu peternakan. Dari dialog serta narasi yang dibuat, kira dengan mudah berpikir bahwa The Old Mayor adalah Karl Marx, Snowball adalah Leon Trotsky, Napoleon adalah Stalin alih-alih Lenin, serta binatang lainnya adalah rakyat.
Penggunaan alegori hewan oleh Orwell dalam novelnya ini sangat merepresentasikan semua elemen manusia melalui hewan-hewan tersebut. dari kalangan bawah hingga atas.
Foto: Secker and Warburg
Seperti penggambaran Napoleon yang merupakan binatang babi dengan segala kelicikannya dan penuh keirian serta rasa ingin memilliki yang tak berkesudahan. Ia menghalalkan segala cara untuk meraih kesuksesan serta mempertahankan kekuasaannya.
Ia kian hari melanggar tujuh perintah binatangisme dan bertindak sebagai pemimpin tunggal di peternakan serta membunuh sesama binatang dan menggunakan fasilitas di rumah Pak Jones. Ini mempresentasikan manusia yang ingin berkuasa atas segalanya, bisa mempertahankan dominasi kekuasaannya, bisa melakukan apa pun semena-mena, tanpa memikirkan ia telah menjatuhkan atau bahkan melukai orang lain.
Baca Juga: 5 Pelajaran Hidup dari Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Terdapat juga tokoh Snowdrop yang sempat berebut kuasa dengan Napoleon sebelum Ia difitnah. Snowdrop ingin tetap berkuasa bersama Napoleon karena ingin memajukan peternakan bersama-sama. Ia menggambarkan manusia yang masuk ke politik tanpa pengetahuan, sehingga berakhir dengan penjegalan.
Pintarnya Orwell adalah cara ia dengan halus dapat mengubah pola pikir pembacanya bahwa komunisme adalah jahat dan gagal tanpa pembaca harus mencari literatur tambahan.
Foto: Secker and Warburg
Di sini Orwell menggambarkan dengan jelas cara para politikus merayu rakyat dengan segala tipu daya dan manipulasi dengan memanfaatkan empati serta rasa semangat dari mereka yang kemudian tak pernah diwujudkan. Hal ini dapat dilihat dari binatang-binatang yang awalnya ingin sejahtera sehingga menyerang Pak Jones untuk mendapatkan kesejahteraan itu, selanjutnya karena tak ada pemimpin maka Napoleon dan Snowdrop yang memimpin.
Namun lama kelamaan Napoleon semakin berkuasa dan otoriter sehingga berakhir dengan binatang-binatang yang bekerja seperti budak sepanjang tahun.
Baca Juga: Fakta Terbaru Simon Leviev Tinder Swindler dan Pacar Modelnya, Ingin Jadi Politikus!
Kritik besar yang Ia sampaikan dalam novel ini adalah bahwa komunisme yang awalnya memiliki semangat kesetaraan dengan rakyat, ketika menang tetap saja diambil alih oleh satu kelompok yang ingin berkuasa secara tunggal.
Novel ini sangat bagus untuk mengenal seberapa bahayanya ilusi kekuasaan, betapa kekuasaan mampu mengubah pribadi seseorang, serta betapa kekuasaan bisa menghancurkan segalanya.
Nimas Anggraini Kencanasari
Kontributor GenSINDO
Universitas Negeri Jakarta
Instagram: @dv_237
Kepopuleran novel yang ditulis saat Perang Dunia II ini mampu menembus peradaban dan tetap eksis sampai sekarang.
Animal Farm merupakan salah satu novel fabel yang justru tidak diperuntukkan untuk anak-anak. Sebab novel ini sarat akan politik manusia yang dibungkus secara apik oleh Orwell di sebuah peternakan beserta binatang-binatangnya.
Pada dasarnya novel yang terjemahan bahasa Indonesianya dibuat oleh penerbit Bentang Pustaka ini merupakan alegori politik sebagai satire atas Totaliterisme Uni Soviet semasa pemerintahan Stalin pada masa PD II, dari sudut pandang Eropa sentris.
Orwell sangat baik dalam menggambarkannya melalui satu peternakan. Dari dialog serta narasi yang dibuat, kira dengan mudah berpikir bahwa The Old Mayor adalah Karl Marx, Snowball adalah Leon Trotsky, Napoleon adalah Stalin alih-alih Lenin, serta binatang lainnya adalah rakyat.
Penggunaan alegori hewan oleh Orwell dalam novelnya ini sangat merepresentasikan semua elemen manusia melalui hewan-hewan tersebut. dari kalangan bawah hingga atas.
Foto: Secker and Warburg
Seperti penggambaran Napoleon yang merupakan binatang babi dengan segala kelicikannya dan penuh keirian serta rasa ingin memilliki yang tak berkesudahan. Ia menghalalkan segala cara untuk meraih kesuksesan serta mempertahankan kekuasaannya.
Ia kian hari melanggar tujuh perintah binatangisme dan bertindak sebagai pemimpin tunggal di peternakan serta membunuh sesama binatang dan menggunakan fasilitas di rumah Pak Jones. Ini mempresentasikan manusia yang ingin berkuasa atas segalanya, bisa mempertahankan dominasi kekuasaannya, bisa melakukan apa pun semena-mena, tanpa memikirkan ia telah menjatuhkan atau bahkan melukai orang lain.
Baca Juga: 5 Pelajaran Hidup dari Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya
Terdapat juga tokoh Snowdrop yang sempat berebut kuasa dengan Napoleon sebelum Ia difitnah. Snowdrop ingin tetap berkuasa bersama Napoleon karena ingin memajukan peternakan bersama-sama. Ia menggambarkan manusia yang masuk ke politik tanpa pengetahuan, sehingga berakhir dengan penjegalan.
Pintarnya Orwell adalah cara ia dengan halus dapat mengubah pola pikir pembacanya bahwa komunisme adalah jahat dan gagal tanpa pembaca harus mencari literatur tambahan.
Foto: Secker and Warburg
Di sini Orwell menggambarkan dengan jelas cara para politikus merayu rakyat dengan segala tipu daya dan manipulasi dengan memanfaatkan empati serta rasa semangat dari mereka yang kemudian tak pernah diwujudkan. Hal ini dapat dilihat dari binatang-binatang yang awalnya ingin sejahtera sehingga menyerang Pak Jones untuk mendapatkan kesejahteraan itu, selanjutnya karena tak ada pemimpin maka Napoleon dan Snowdrop yang memimpin.
Namun lama kelamaan Napoleon semakin berkuasa dan otoriter sehingga berakhir dengan binatang-binatang yang bekerja seperti budak sepanjang tahun.
Baca Juga: Fakta Terbaru Simon Leviev Tinder Swindler dan Pacar Modelnya, Ingin Jadi Politikus!
Kritik besar yang Ia sampaikan dalam novel ini adalah bahwa komunisme yang awalnya memiliki semangat kesetaraan dengan rakyat, ketika menang tetap saja diambil alih oleh satu kelompok yang ingin berkuasa secara tunggal.
Novel ini sangat bagus untuk mengenal seberapa bahayanya ilusi kekuasaan, betapa kekuasaan mampu mengubah pribadi seseorang, serta betapa kekuasaan bisa menghancurkan segalanya.
Nimas Anggraini Kencanasari
Kontributor GenSINDO
Universitas Negeri Jakarta
Instagram: @dv_237
(ita)