Kenangan Kita Ternyata Bisa Jadi Gak Nyata! Ini Penyebabnya
Senin, 19 Oktober 2020 - 22:00 WIB
Mereka berjuang untuk menghubungkan objek ke konteks yang benar - apakah mereka benar-benar melihatnya, atau hanya sekedar membayangkannya.
Studi Keempat
Foto: jcomp/Freepik
Studi lain, seorang psikolog menanyakan pandangan ke lebih dari 2.000 orang tentang legalisasi mariyuana, menyoroti jenis pengaruh lain pada ingatan. Para peserta menjawab pertanyaan pada 1973 dan 1982.
Mereka yang mengatakan bahwa mereka telah mendukung legalisasi ganja pada 1973, ternyata melaporkan bahwa mereka menentangnya pada tahun 1982. Mereka lebih suka mengingat bahwa mereka menentang legalisasi pada tahun 1973. Ini artinya
mereka embawa pandangan lama ke dalam pandangan mereka saat ini.
Pendapat, perasaan, dan pengalaman kita saat ini ternyata bisa mengubah ingatan kita tentang apa yang kita rasakan pada masa lalu. ( )
Studi Kelima
Foto:Y_seleznev/Freepik
Dalam studi lain, peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok. Masing-masing grup diberi informasi latar belakang sejarah perang dan meminta mereka untuk menilai kemungkinan masing-masing pihak akan menang. Para peneliti memberikan informasi yang sama pada setiap kelompok, kecuali pada satu kelompok yang benar-benar memenangkan perang.
Secara teori, jawaban kedua kelompok harus serupa, karena kemungkinan masing-masing pihak menang gak dipengaruhi oleh siapa yang sebenarnya menang.
Namun, kelompok yang tahu bagaimana perang berakhir menilai pihak yang menang lebih mungkin untuk menang daripada kelompok yang tidak. Semua kekeliruan memori ini dapat berdampak pada dunia nyata.
Jika interogasi polisi menggunakan pertanyaan yang mengarahkan dengan saksi mata atau tersangka, sugesti ini bisa mengakibatkan identifikasi yang salah atau pengakuan yang tidak bisa dipercaya.
Dalam lingkungan medis, kalau pasien mencari opini kedua dan dokter kedua mengetahui diagnosis pertama, pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan mereka. ( )
Ingatan kita bukanlah representasi kuat dari sebuah realitas, tapi persepsi subjektif. Belum tentu ada yang salah dengan itu. Masalah munculsaat kita memperlakukan ingatan sebagai fakta, daripada menerima kebenaran mendasar tentang sifat ingatan kita.
Poppy Fadhilah
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Studi Keempat
Foto: jcomp/Freepik
Studi lain, seorang psikolog menanyakan pandangan ke lebih dari 2.000 orang tentang legalisasi mariyuana, menyoroti jenis pengaruh lain pada ingatan. Para peserta menjawab pertanyaan pada 1973 dan 1982.
Mereka yang mengatakan bahwa mereka telah mendukung legalisasi ganja pada 1973, ternyata melaporkan bahwa mereka menentangnya pada tahun 1982. Mereka lebih suka mengingat bahwa mereka menentang legalisasi pada tahun 1973. Ini artinya
mereka embawa pandangan lama ke dalam pandangan mereka saat ini.
Pendapat, perasaan, dan pengalaman kita saat ini ternyata bisa mengubah ingatan kita tentang apa yang kita rasakan pada masa lalu. ( )
Studi Kelima
Foto:Y_seleznev/Freepik
Dalam studi lain, peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok. Masing-masing grup diberi informasi latar belakang sejarah perang dan meminta mereka untuk menilai kemungkinan masing-masing pihak akan menang. Para peneliti memberikan informasi yang sama pada setiap kelompok, kecuali pada satu kelompok yang benar-benar memenangkan perang.
Secara teori, jawaban kedua kelompok harus serupa, karena kemungkinan masing-masing pihak menang gak dipengaruhi oleh siapa yang sebenarnya menang.
Namun, kelompok yang tahu bagaimana perang berakhir menilai pihak yang menang lebih mungkin untuk menang daripada kelompok yang tidak. Semua kekeliruan memori ini dapat berdampak pada dunia nyata.
Jika interogasi polisi menggunakan pertanyaan yang mengarahkan dengan saksi mata atau tersangka, sugesti ini bisa mengakibatkan identifikasi yang salah atau pengakuan yang tidak bisa dipercaya.
Dalam lingkungan medis, kalau pasien mencari opini kedua dan dokter kedua mengetahui diagnosis pertama, pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan mereka. ( )
Ingatan kita bukanlah representasi kuat dari sebuah realitas, tapi persepsi subjektif. Belum tentu ada yang salah dengan itu. Masalah munculsaat kita memperlakukan ingatan sebagai fakta, daripada menerima kebenaran mendasar tentang sifat ingatan kita.
Poppy Fadhilah
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
tulis komentar anda