Kenangan Kita Ternyata Bisa Jadi Gak Nyata! Ini Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pernahkah kalian merasa punya kenangan yang sama dengan teman yang baru kamu kenal? Gimana hal itu bisa terjadi?
Pertanyaannya, apa kamu yakin kenangan itu benar-benar terjadi? Daniel Schacter, profesor psikologi dari Universitas Harvard menjelaskannya dalam TedEd.
Studi Pertama
Foto:bedneyimages/Freepik
Dalam studi pada 1990, para partisipan teringat momen tersesat di pusat perbelanjaan saat mereka masih anak-anak. Bahkan beberapa masih ingat kenangan tersebut dengan detail yang jelas. Salah satunya bahkan ingat diselamatkan oleh bapak yang mengenakan kemeja flanel. Nah, ternyata mereka semua gak ada yang benar-benar pernah hilang di mal.
Rupanya, mereka memproduksi kenangan palsu ini ketika psikolog yang melakukan studi memberi tahu mereka bahwa mereka pernah tersesat di pusat perbelanjaan. Walaupun mereka gak ingat insiden itu, orang tuanya bilang bahwa itu benar.
Gak cuma pada satu atau dua orang yang berpikir mereka ingat pernah tersesat, seperempat dari semua partisipan berpikir hal yang sama. ( )
Penemuan ini mungkin terdengar gak bisa dipercaya, tapi benar-benar merefleksikan fenomena yang sangat umum. Terkadang, kenangan kita gak bisa dipercaya. Namun, kita masih belum tahu persis apa penyebab kesalahan ini pada tingkat neurologis.
Penelitian menyoroti beberapa cara paling umum bagaimana ingatan kita menyimpang dari yang sebenarnya terjadi. "Studi mal" menyoroti cara kita bisa memasukkan informasi dari sumber luar, seperti dari orang lain atau berita ke dalam ingatan pribadi kita tanpa sadar. Ini cuma salah satu dari pengaruh pada ingatan kita.
Studi Kedua
Foto:topntp26/Freepik
Pada studi ini, para peneliti secara singkat menunjukkan koleksi foto secara acak kepada sekelompok partisipan, termasuk gambar kampus yang gak pernah mereka kunjungi. Saat diperlihatkan gambar tiga minggu kemudian, mayoritas partisipan mengatakan bahwa mereka mungkin atau bahkan pasti pernah mengunjungi kampus tersebut pada masa lalu.
Studi Ketiga
Foto: Freepik
Dalam percobaan lain, orang-orang diperlihatkan gambar kaca pembesar dan kemudian disuruh membayangkan permen lolipop yang sering mereka ingat bahwa mereka melihat kaca pembesar dan permen lolipop.
Mereka berjuang untuk menghubungkan objek ke konteks yang benar - apakah mereka benar-benar melihatnya, atau hanya sekedar membayangkannya.
Studi Keempat
Foto: jcomp/Freepik
Studi lain, seorang psikolog menanyakan pandangan ke lebih dari 2.000 orang tentang legalisasi mariyuana, menyoroti jenis pengaruh lain pada ingatan. Para peserta menjawab pertanyaan pada 1973 dan 1982.
Mereka yang mengatakan bahwa mereka telah mendukung legalisasi ganja pada 1973, ternyata melaporkan bahwa mereka menentangnya pada tahun 1982. Mereka lebih suka mengingat bahwa mereka menentang legalisasi pada tahun 1973. Ini artinya
mereka embawa pandangan lama ke dalam pandangan mereka saat ini.
Pendapat, perasaan, dan pengalaman kita saat ini ternyata bisa mengubah ingatan kita tentang apa yang kita rasakan pada masa lalu. ( )
Studi Kelima
Foto:Y_seleznev/Freepik
Dalam studi lain, peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok. Masing-masing grup diberi informasi latar belakang sejarah perang dan meminta mereka untuk menilai kemungkinan masing-masing pihak akan menang. Para peneliti memberikan informasi yang sama pada setiap kelompok, kecuali pada satu kelompok yang benar-benar memenangkan perang.
Secara teori, jawaban kedua kelompok harus serupa, karena kemungkinan masing-masing pihak menang gak dipengaruhi oleh siapa yang sebenarnya menang.
Namun, kelompok yang tahu bagaimana perang berakhir menilai pihak yang menang lebih mungkin untuk menang daripada kelompok yang tidak. Semua kekeliruan memori ini dapat berdampak pada dunia nyata.
Jika interogasi polisi menggunakan pertanyaan yang mengarahkan dengan saksi mata atau tersangka, sugesti ini bisa mengakibatkan identifikasi yang salah atau pengakuan yang tidak bisa dipercaya.
Dalam lingkungan medis, kalau pasien mencari opini kedua dan dokter kedua mengetahui diagnosis pertama, pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan mereka. ( )
Ingatan kita bukanlah representasi kuat dari sebuah realitas, tapi persepsi subjektif. Belum tentu ada yang salah dengan itu. Masalah munculsaat kita memperlakukan ingatan sebagai fakta, daripada menerima kebenaran mendasar tentang sifat ingatan kita.
Poppy Fadhilah
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @poppyfad
Pertanyaannya, apa kamu yakin kenangan itu benar-benar terjadi? Daniel Schacter, profesor psikologi dari Universitas Harvard menjelaskannya dalam TedEd.
Studi Pertama
Foto:bedneyimages/Freepik
Dalam studi pada 1990, para partisipan teringat momen tersesat di pusat perbelanjaan saat mereka masih anak-anak. Bahkan beberapa masih ingat kenangan tersebut dengan detail yang jelas. Salah satunya bahkan ingat diselamatkan oleh bapak yang mengenakan kemeja flanel. Nah, ternyata mereka semua gak ada yang benar-benar pernah hilang di mal.
Rupanya, mereka memproduksi kenangan palsu ini ketika psikolog yang melakukan studi memberi tahu mereka bahwa mereka pernah tersesat di pusat perbelanjaan. Walaupun mereka gak ingat insiden itu, orang tuanya bilang bahwa itu benar.
Gak cuma pada satu atau dua orang yang berpikir mereka ingat pernah tersesat, seperempat dari semua partisipan berpikir hal yang sama. ( )
Penemuan ini mungkin terdengar gak bisa dipercaya, tapi benar-benar merefleksikan fenomena yang sangat umum. Terkadang, kenangan kita gak bisa dipercaya. Namun, kita masih belum tahu persis apa penyebab kesalahan ini pada tingkat neurologis.
Penelitian menyoroti beberapa cara paling umum bagaimana ingatan kita menyimpang dari yang sebenarnya terjadi. "Studi mal" menyoroti cara kita bisa memasukkan informasi dari sumber luar, seperti dari orang lain atau berita ke dalam ingatan pribadi kita tanpa sadar. Ini cuma salah satu dari pengaruh pada ingatan kita.
Studi Kedua
Foto:topntp26/Freepik
Pada studi ini, para peneliti secara singkat menunjukkan koleksi foto secara acak kepada sekelompok partisipan, termasuk gambar kampus yang gak pernah mereka kunjungi. Saat diperlihatkan gambar tiga minggu kemudian, mayoritas partisipan mengatakan bahwa mereka mungkin atau bahkan pasti pernah mengunjungi kampus tersebut pada masa lalu.
Studi Ketiga
Foto: Freepik
Dalam percobaan lain, orang-orang diperlihatkan gambar kaca pembesar dan kemudian disuruh membayangkan permen lolipop yang sering mereka ingat bahwa mereka melihat kaca pembesar dan permen lolipop.
Mereka berjuang untuk menghubungkan objek ke konteks yang benar - apakah mereka benar-benar melihatnya, atau hanya sekedar membayangkannya.
Studi Keempat
Foto: jcomp/Freepik
Studi lain, seorang psikolog menanyakan pandangan ke lebih dari 2.000 orang tentang legalisasi mariyuana, menyoroti jenis pengaruh lain pada ingatan. Para peserta menjawab pertanyaan pada 1973 dan 1982.
Mereka yang mengatakan bahwa mereka telah mendukung legalisasi ganja pada 1973, ternyata melaporkan bahwa mereka menentangnya pada tahun 1982. Mereka lebih suka mengingat bahwa mereka menentang legalisasi pada tahun 1973. Ini artinya
mereka embawa pandangan lama ke dalam pandangan mereka saat ini.
Pendapat, perasaan, dan pengalaman kita saat ini ternyata bisa mengubah ingatan kita tentang apa yang kita rasakan pada masa lalu. ( )
Studi Kelima
Foto:Y_seleznev/Freepik
Dalam studi lain, peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok. Masing-masing grup diberi informasi latar belakang sejarah perang dan meminta mereka untuk menilai kemungkinan masing-masing pihak akan menang. Para peneliti memberikan informasi yang sama pada setiap kelompok, kecuali pada satu kelompok yang benar-benar memenangkan perang.
Secara teori, jawaban kedua kelompok harus serupa, karena kemungkinan masing-masing pihak menang gak dipengaruhi oleh siapa yang sebenarnya menang.
Namun, kelompok yang tahu bagaimana perang berakhir menilai pihak yang menang lebih mungkin untuk menang daripada kelompok yang tidak. Semua kekeliruan memori ini dapat berdampak pada dunia nyata.
Jika interogasi polisi menggunakan pertanyaan yang mengarahkan dengan saksi mata atau tersangka, sugesti ini bisa mengakibatkan identifikasi yang salah atau pengakuan yang tidak bisa dipercaya.
Dalam lingkungan medis, kalau pasien mencari opini kedua dan dokter kedua mengetahui diagnosis pertama, pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan mereka. ( )
Ingatan kita bukanlah representasi kuat dari sebuah realitas, tapi persepsi subjektif. Belum tentu ada yang salah dengan itu. Masalah munculsaat kita memperlakukan ingatan sebagai fakta, daripada menerima kebenaran mendasar tentang sifat ingatan kita.
Poppy Fadhilah
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @poppyfad
(it)