Bahasa Gaul Bertebaran di Medsos, Bakal Merusak Bahasa Indonesia?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan zaman dan teknologi menghadirkan banyak perubahan baru, termasuk dalam berbahasa. Ragam kata baru – biasa disebut bahasa gaul , slang, atau prokem – bermunculan di media sosial, dan umumnya dipakai kalangan anak muda.
Dari “bhaiq”, “bund..”, “hyung”, “nghokey”, “gak ada akhlak”, sampai “akhlakless”, kata-kata ini hampir pasti akan kamu temukan setiap kali membuka Twitter, Instagram, Facebook, sampai Tik Tok.
Inilah sedikit dari banyak kata atau bahasa baru yang sekarang digemari para pengguna media sosial , yang mayoritas adalah generasi milenial hingga generasi Z.
Bermunculannya ragam bahasa baru sebenarnya adalah fenomena yang lazim pada berbagai bahasa dan berbagai zaman. Menurut wikipediawan dan pendiri Narabahasa Ivan Razela Lanin – biasa disapa Ivan Lanin - fenomena ini terjadi di mana-mana, dan bukan hanya pada bahasa Indonesia.
Foto: Freepik
“Bahasa gaul merupakan perwujudan fungsi bahasa sebagai alat sosial untuk menunjukkan identitas suatu kelompok,” kata Ivan Lanin.
Bahasa gaul yang muncul saat ini menurutnya adalah karakteristik khas dari kaum muda yang selalu ingin tampil beda. Kreativitas dalam membuat bahasa gaul pun tidak terbatas, bisa dengan memadukan satu atau beberapa kata menjadi satu kata baru, atau mengambil dari bahasa daerah.
Menurut Erfi Firmansyah, ahli bahasa sekaligus Koordinator Program Studi (Koorprodi) Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), penggunaan bahasa gaul biasanya dipakai di kalangan tertentu.
“Hal ini juga menggambarkan ciri dari bahasa gaul yang ingin dikomunikasikannya untuk hanya diketahui kalangan terbatas, kata Erfi. ( )
Bahasa Gaul Bukan Ancaman
Karena begitu fleksibelnya bahasa gaul mengutak-atik bahasa Indonesia, ada yang mengkhawatirkan bahwa ini bisa merusak bahasa Indonesia yang baik, yang sesuai dengan tata bahasa.
Meski begitu, Ivan Lanin justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, bahasa gaul mestinya tidak mengancam bahasa induknya, asal digunakan sesuai dengan konteks.
Efri pun sependapat dengan Ivan. Alasannya, “Karena bahasa gaul sifatnya sementara dan tersebar di kalangan terbatas saja,” ujarnya.
Foto: mitratranslations.com
Bahkan bahasa gaul bisa juga memperkaya khazanah bahasa Indonesia. Ini terbukti dari beberapa bahasa gaul yang sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
“Jadi, bahasa gaul yang kerap digunakan dalam waktu lama, dapat dipertimbangkan untuk diadopsi ke dalam bahasa Indonesia,” ucap Erfi.
Harus Sesuai Kondisi
Meski menurut pakar bahasa, bahasa gaul tak merusak bahasa Indonesia, tapi Ivan juga menegaskan bahwa bahasa yang bermutu akan memastikan keefektifan komunikasi dan meningkatkan citra si pemberi pesan.
Ketika kita melihat tulisan dengan tata bahasa yang rapi, biasanya kita akan lebih nyaman membacanya, lebih mudah memahami kata per katanya, juga menunjukkan pengalaman dan ilmu kepenulisan dari sang penulis.
“Biasanya, pembaca akan lebih hormat kepada pembuat tulisan yang baik. Pendengar juga akan lebih menaruh perhatian kepada pembicara yang menyampaikan tuturannya dengan apik,” ujar Ivan.
Foto:Plume Creative/Getty Images
Ditambahkan Erfi, meski bahasa gaul terkesan kekinian, tapi perlu diingat bahwa tidak semua orang paham dan tahu bahasa gaul. Oleh karena itu, bahasa sebagai sarana komunikasi yang digunakan haruslah bahasa yang tepat. “Akurat, dan konsisten, tidak berubah-ubah,” katanya menjelaskan.
“Kalau menggunakan bahasa gaul yang tidak terdapat artinya di KBBI, misalnya, maka pihak lain yang membaca atau mendengar kata tersebut kesulitan memahami artinya secara pasti. Hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpengertian atau miskomunikasi,” kata Erfi. ( )
Ivan pun menyarankan bahwa meski bahasa gaul terlihat menarik dan keren, anak muda tetap harus bisa menjaga keseimbangan antara bahasa Indonesia sehari-hari dan bahasa Indonesia formal. “Kita harus terus berlatih menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,” katanya berpesan.
Sementara Erfi menegaskan bahwa dalam berbahasa, sebaiknya anak muda bisa menempatkan diri secara baik dan wajar sesuai waktu dan tempat. Dalam situasi santai atau tidak formal bersama teman sebaya, silakan pergunakan bahasa gaul untuk berkomunikasi.
“Akan tetapi, ketika berada dalam situasi formal, apalagi jika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, maka sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia formal dan santun,” katanya.
GenSINDO
Mega Siska Aryanti
Universitas Mercu Buana
Lihat Juga: Rahasia Sukses Kampanye Kreatif: Tips Konten Efektif ala Hanssen Benjamin, Kreator TikTok
Dari “bhaiq”, “bund..”, “hyung”, “nghokey”, “gak ada akhlak”, sampai “akhlakless”, kata-kata ini hampir pasti akan kamu temukan setiap kali membuka Twitter, Instagram, Facebook, sampai Tik Tok.
Inilah sedikit dari banyak kata atau bahasa baru yang sekarang digemari para pengguna media sosial , yang mayoritas adalah generasi milenial hingga generasi Z.
Bermunculannya ragam bahasa baru sebenarnya adalah fenomena yang lazim pada berbagai bahasa dan berbagai zaman. Menurut wikipediawan dan pendiri Narabahasa Ivan Razela Lanin – biasa disapa Ivan Lanin - fenomena ini terjadi di mana-mana, dan bukan hanya pada bahasa Indonesia.
Foto: Freepik
“Bahasa gaul merupakan perwujudan fungsi bahasa sebagai alat sosial untuk menunjukkan identitas suatu kelompok,” kata Ivan Lanin.
Bahasa gaul yang muncul saat ini menurutnya adalah karakteristik khas dari kaum muda yang selalu ingin tampil beda. Kreativitas dalam membuat bahasa gaul pun tidak terbatas, bisa dengan memadukan satu atau beberapa kata menjadi satu kata baru, atau mengambil dari bahasa daerah.
Menurut Erfi Firmansyah, ahli bahasa sekaligus Koordinator Program Studi (Koorprodi) Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), penggunaan bahasa gaul biasanya dipakai di kalangan tertentu.
“Hal ini juga menggambarkan ciri dari bahasa gaul yang ingin dikomunikasikannya untuk hanya diketahui kalangan terbatas, kata Erfi. ( )
Bahasa Gaul Bukan Ancaman
Karena begitu fleksibelnya bahasa gaul mengutak-atik bahasa Indonesia, ada yang mengkhawatirkan bahwa ini bisa merusak bahasa Indonesia yang baik, yang sesuai dengan tata bahasa.
Meski begitu, Ivan Lanin justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, bahasa gaul mestinya tidak mengancam bahasa induknya, asal digunakan sesuai dengan konteks.
Efri pun sependapat dengan Ivan. Alasannya, “Karena bahasa gaul sifatnya sementara dan tersebar di kalangan terbatas saja,” ujarnya.
Foto: mitratranslations.com
Bahkan bahasa gaul bisa juga memperkaya khazanah bahasa Indonesia. Ini terbukti dari beberapa bahasa gaul yang sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
“Jadi, bahasa gaul yang kerap digunakan dalam waktu lama, dapat dipertimbangkan untuk diadopsi ke dalam bahasa Indonesia,” ucap Erfi.
Harus Sesuai Kondisi
Meski menurut pakar bahasa, bahasa gaul tak merusak bahasa Indonesia, tapi Ivan juga menegaskan bahwa bahasa yang bermutu akan memastikan keefektifan komunikasi dan meningkatkan citra si pemberi pesan.
Ketika kita melihat tulisan dengan tata bahasa yang rapi, biasanya kita akan lebih nyaman membacanya, lebih mudah memahami kata per katanya, juga menunjukkan pengalaman dan ilmu kepenulisan dari sang penulis.
“Biasanya, pembaca akan lebih hormat kepada pembuat tulisan yang baik. Pendengar juga akan lebih menaruh perhatian kepada pembicara yang menyampaikan tuturannya dengan apik,” ujar Ivan.
Foto:Plume Creative/Getty Images
Ditambahkan Erfi, meski bahasa gaul terkesan kekinian, tapi perlu diingat bahwa tidak semua orang paham dan tahu bahasa gaul. Oleh karena itu, bahasa sebagai sarana komunikasi yang digunakan haruslah bahasa yang tepat. “Akurat, dan konsisten, tidak berubah-ubah,” katanya menjelaskan.
“Kalau menggunakan bahasa gaul yang tidak terdapat artinya di KBBI, misalnya, maka pihak lain yang membaca atau mendengar kata tersebut kesulitan memahami artinya secara pasti. Hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpengertian atau miskomunikasi,” kata Erfi. ( )
Ivan pun menyarankan bahwa meski bahasa gaul terlihat menarik dan keren, anak muda tetap harus bisa menjaga keseimbangan antara bahasa Indonesia sehari-hari dan bahasa Indonesia formal. “Kita harus terus berlatih menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,” katanya berpesan.
Sementara Erfi menegaskan bahwa dalam berbahasa, sebaiknya anak muda bisa menempatkan diri secara baik dan wajar sesuai waktu dan tempat. Dalam situasi santai atau tidak formal bersama teman sebaya, silakan pergunakan bahasa gaul untuk berkomunikasi.
“Akan tetapi, ketika berada dalam situasi formal, apalagi jika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, maka sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia formal dan santun,” katanya.
GenSINDO
Mega Siska Aryanti
Universitas Mercu Buana
Lihat Juga: Rahasia Sukses Kampanye Kreatif: Tips Konten Efektif ala Hanssen Benjamin, Kreator TikTok
(ita)