Makin Suntuk karena Pandemi Gak Kunjung Selesai? Nih, Solusi yang Bisa Kamu Coba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Apa kamu tahu bahwa kesehatan mental anak muda generasi Z (usia 18-25 tahun) dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan selama pandemi Covid-19?
Saat ini, tingkat depresi mereka (atau mungkin kamu?) empat kali lebih tinggi ketimbang kelompok usia lainnya. Hal ini disampaikan Susan Rossell dalam sebuah penelitian yang diinisiasi Swinburne University, Australia pada April-Juni 2020.
Mengapa bisa begitu? Bukannya dengan di rumah aja, kita justru punya banyak waktu untuk istirahat? Ternyata, gak begitu cara kerjanya.
Pandemi mengubah sistematika kerja banyak sektor, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan interaksi sosial. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk mahasisa terpaksa dilakukan.
Begitu juga aktivitas ekonomi di perusahaan. Hal itu memengaruhi berkurangnya jumlah pemasukan perusahaan ketimbang di hari-hari biasa.
Foto:SbytovaMN/IPTC Photo Metadata
Akibatnya, banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawannya, serta gak bisa lagi menerima karyawan baru. Nah, di sinilah letak masalahnya.
Mahasiswa sebagai kelompok yang berada di masa transisi, artinya harus banyak mengambil keputusan hidup baru. Otomatis jadi salah satu pihak yang amat terpengaruh dari kondisi ini. Kelulusan mereka terhambat. Banyak pula lulusan baru yang belum mendapat pekerjaan sampai sekarang.
Inilah yang bisa bikin banyak mahasiswa stres karena cemas akan ketidakpastian masa depan mereka. Mulai dari takut susah dapat kerja dan menghasilkan uang, terhambatnya kegiatan akademis yang memengaruhi kelulusan, juga sulitnya menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran yang baru.
Belum lagi, kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial, harus terhambat akibat imbauan protokol kesehatan. ( )
Foto: Getty Images
Meski begitu, menyerah bukanlah jawaban. Kita harus beradaptasi dengan kondisi ini. Apa aja yang bisa kita lakukan untuk tetap menjaga kewarasan?
Kedekatan dengan teknologi membuat kita selalu diterpa informasi dari berbagai sumber. Coba hitung, dalam sehari, berapa banyak informasi yang kita dapatkan selama bermain gawai?
Tapi, yang perlu dipahami, gak semua informasi yang beredar di internet dan media sosial itu valid dan sehat untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan.
Alih-alih mendapat pengetahuan baru, kita malah bisa jadi stres karena dapat informasi hasil dramatisasi yang gak valid. Masih ada banyak, kok, media-media kredibel yang bisa kita ikuti. Ingatlah juga prinsip “saring before sharing”, supaya informasi yang gak valid ini gak tersebar luas.
Foto:Adobe Stock
Kangen nongkrong bareng teman-teman, tapi gak bisa keluar rumah? Hilangnya kontak dan interaksi dengan lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari ternyata juga jadi penyumbang stres yang dialami anak muda.
Tapi, jangan dulu menyerah dan putus asa! Ada ribuan jalan untuk sampai ke Roma. Karena akrab dengan teknologi dan internet, kita lebih leluasa untuk memanfaatkan berbagai fitur di dunia virtual secara optimal untuk berinteraksi dengan teman-teman.
Fitur video call, misalnya, bisa menggantikan peran nongkrong di mal atau kafe. Coba buat jadwal rutin untuk berkomunikasi dengan teman-teman via internet. ( )
Jangan ragu juga untuk mencurahkan perasaan atau pemikiranmu di sana, layaknya kamu curhat saat ketemu langsung. Memendam perasaan secara berlebihan, terlebih pada masa pandemi yang menuntut kita membiasakan diri dengan berbagai perubahan, itu gak bagus untuk kesehatan mental, lho!
Foto: StockSnap.io
Dengan pemanfaatan yang tepat dan optimal, internet bisa jadi perangkat yang membantu kita mengerjakan banyak hal yang gak bisa dikerjakan secara langsung.
Ini adalah kenormalan baru yang relatif aman ketimbang harus keluar rumah. Membiasakan diri untuk melakukan ini juga mencerminkan perilaku toleran terhadap sesama dengan gak memperluas penyebaran virus.
Atau, kalau mau berkeluh kesah secara lebih leluasa, kita bisa mencurahkannya lewat tulisan. Entah yang berbentuk artikel opini, sampai soft news. Setelah itu, publikasikanlah tulisan kamu lewat berbagai medium yang tersedia di internet.
Ada satu hal yang layak dicoba, nih. Coba tantang dirimu sendiri dan kirimkan tulisanmu ke media massa. Hari gini, udah banyak, media massa yang menerima tulisan karya mahasiswa untuk kemudian dipublikasikan di laman masing-masing.
Foto: Freepik
Supaya tulisanmu unik dan berwarna, rajin-rajinlah membaca berbagai tulisan untuk memperkaya wawasan. Coba gunakan akses teknologi yang kita punya untuk mengeksplorasi fenomena unik di sekitar, termasuk yang jadi keresahan kita.
Mewawancarai tokoh yang kompeten di bidang tertentu juga bisa menambah kekuatan tulisan. Terlebih lagi, udah banyak tokoh publik yang fleksibel untuk diwawancarai jarak jauh lewat video callatau surat elektronik.
Menulis memang punya banyak manfaat. Selain bisa jadi medium untuk mencurahkan pendapat kita supaya gak stres, kalau beruntung, kita juga bisa mendapatkan uang dari tulisan yang kita buat.
Belum lagi kemungkinan adanya orang-orang yang terbantu dan terinspirasi dari tulisan kita. Layak dicoba, kan?
Foto: Getty Images
Kondisi pandemi yang berlarut-larutemangmenantang kita untuk terus beradaptasi dengan segala sesuatu yang kita gak familier, bahkan bisa bikin kita khawatir. ( )
Tapi, masih ada banyak hal yang bisa kita manfaatkan, salah satunya keberadaan teknologi. Kalau dimanfaatkan dengan tepat, teknologi internet bisa membantu kita memenuhi berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan akan informasi dan interaksi sosial.
Tapi, kalau semua udah terasa terlalu berat, jangan ragu untuk mencari pertolongan. Saat ini, udah ada beberapa lembaga psikologi yang membuka layanan konseling secara daring, bahkan ada yang gak memungut biaya.
Jangan lupa juga untuk menjadi support system yang baik buat sesama. Saling mendengarkan dan berempati adalah kuncinya.
Selma Kirana Haryadi
Kontributor GenSINDO
Universitas Padjadjaran
Instagram: @selma.kirana
Saat ini, tingkat depresi mereka (atau mungkin kamu?) empat kali lebih tinggi ketimbang kelompok usia lainnya. Hal ini disampaikan Susan Rossell dalam sebuah penelitian yang diinisiasi Swinburne University, Australia pada April-Juni 2020.
Mengapa bisa begitu? Bukannya dengan di rumah aja, kita justru punya banyak waktu untuk istirahat? Ternyata, gak begitu cara kerjanya.
Pandemi mengubah sistematika kerja banyak sektor, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan interaksi sosial. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk mahasisa terpaksa dilakukan.
Begitu juga aktivitas ekonomi di perusahaan. Hal itu memengaruhi berkurangnya jumlah pemasukan perusahaan ketimbang di hari-hari biasa.
Foto:SbytovaMN/IPTC Photo Metadata
Akibatnya, banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawannya, serta gak bisa lagi menerima karyawan baru. Nah, di sinilah letak masalahnya.
Mahasiswa sebagai kelompok yang berada di masa transisi, artinya harus banyak mengambil keputusan hidup baru. Otomatis jadi salah satu pihak yang amat terpengaruh dari kondisi ini. Kelulusan mereka terhambat. Banyak pula lulusan baru yang belum mendapat pekerjaan sampai sekarang.
Inilah yang bisa bikin banyak mahasiswa stres karena cemas akan ketidakpastian masa depan mereka. Mulai dari takut susah dapat kerja dan menghasilkan uang, terhambatnya kegiatan akademis yang memengaruhi kelulusan, juga sulitnya menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran yang baru.
Belum lagi, kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial, harus terhambat akibat imbauan protokol kesehatan. ( )
Foto: Getty Images
Meski begitu, menyerah bukanlah jawaban. Kita harus beradaptasi dengan kondisi ini. Apa aja yang bisa kita lakukan untuk tetap menjaga kewarasan?
Kedekatan dengan teknologi membuat kita selalu diterpa informasi dari berbagai sumber. Coba hitung, dalam sehari, berapa banyak informasi yang kita dapatkan selama bermain gawai?
Tapi, yang perlu dipahami, gak semua informasi yang beredar di internet dan media sosial itu valid dan sehat untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan.
Alih-alih mendapat pengetahuan baru, kita malah bisa jadi stres karena dapat informasi hasil dramatisasi yang gak valid. Masih ada banyak, kok, media-media kredibel yang bisa kita ikuti. Ingatlah juga prinsip “saring before sharing”, supaya informasi yang gak valid ini gak tersebar luas.
Foto:Adobe Stock
Kangen nongkrong bareng teman-teman, tapi gak bisa keluar rumah? Hilangnya kontak dan interaksi dengan lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari ternyata juga jadi penyumbang stres yang dialami anak muda.
Tapi, jangan dulu menyerah dan putus asa! Ada ribuan jalan untuk sampai ke Roma. Karena akrab dengan teknologi dan internet, kita lebih leluasa untuk memanfaatkan berbagai fitur di dunia virtual secara optimal untuk berinteraksi dengan teman-teman.
Fitur video call, misalnya, bisa menggantikan peran nongkrong di mal atau kafe. Coba buat jadwal rutin untuk berkomunikasi dengan teman-teman via internet. ( )
Jangan ragu juga untuk mencurahkan perasaan atau pemikiranmu di sana, layaknya kamu curhat saat ketemu langsung. Memendam perasaan secara berlebihan, terlebih pada masa pandemi yang menuntut kita membiasakan diri dengan berbagai perubahan, itu gak bagus untuk kesehatan mental, lho!
Foto: StockSnap.io
Dengan pemanfaatan yang tepat dan optimal, internet bisa jadi perangkat yang membantu kita mengerjakan banyak hal yang gak bisa dikerjakan secara langsung.
Ini adalah kenormalan baru yang relatif aman ketimbang harus keluar rumah. Membiasakan diri untuk melakukan ini juga mencerminkan perilaku toleran terhadap sesama dengan gak memperluas penyebaran virus.
Atau, kalau mau berkeluh kesah secara lebih leluasa, kita bisa mencurahkannya lewat tulisan. Entah yang berbentuk artikel opini, sampai soft news. Setelah itu, publikasikanlah tulisan kamu lewat berbagai medium yang tersedia di internet.
Ada satu hal yang layak dicoba, nih. Coba tantang dirimu sendiri dan kirimkan tulisanmu ke media massa. Hari gini, udah banyak, media massa yang menerima tulisan karya mahasiswa untuk kemudian dipublikasikan di laman masing-masing.
Foto: Freepik
Supaya tulisanmu unik dan berwarna, rajin-rajinlah membaca berbagai tulisan untuk memperkaya wawasan. Coba gunakan akses teknologi yang kita punya untuk mengeksplorasi fenomena unik di sekitar, termasuk yang jadi keresahan kita.
Mewawancarai tokoh yang kompeten di bidang tertentu juga bisa menambah kekuatan tulisan. Terlebih lagi, udah banyak tokoh publik yang fleksibel untuk diwawancarai jarak jauh lewat video callatau surat elektronik.
Menulis memang punya banyak manfaat. Selain bisa jadi medium untuk mencurahkan pendapat kita supaya gak stres, kalau beruntung, kita juga bisa mendapatkan uang dari tulisan yang kita buat.
Belum lagi kemungkinan adanya orang-orang yang terbantu dan terinspirasi dari tulisan kita. Layak dicoba, kan?
Foto: Getty Images
Kondisi pandemi yang berlarut-larutemangmenantang kita untuk terus beradaptasi dengan segala sesuatu yang kita gak familier, bahkan bisa bikin kita khawatir. ( )
Tapi, masih ada banyak hal yang bisa kita manfaatkan, salah satunya keberadaan teknologi. Kalau dimanfaatkan dengan tepat, teknologi internet bisa membantu kita memenuhi berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan akan informasi dan interaksi sosial.
Tapi, kalau semua udah terasa terlalu berat, jangan ragu untuk mencari pertolongan. Saat ini, udah ada beberapa lembaga psikologi yang membuka layanan konseling secara daring, bahkan ada yang gak memungut biaya.
Jangan lupa juga untuk menjadi support system yang baik buat sesama. Saling mendengarkan dan berempati adalah kuncinya.
Selma Kirana Haryadi
Kontributor GenSINDO
Universitas Padjadjaran
Instagram: @selma.kirana
(it)