Bahasa Gaul Bertebaran di Medsos, Bakal Merusak Bahasa Indonesia?
Sabtu, 19 Desember 2020 - 10:00 WIB
JAKARTA - Perkembangan zaman dan teknologi menghadirkan banyak perubahan baru, termasuk dalam berbahasa. Ragam kata baru – biasa disebut bahasa gaul , slang, atau prokem – bermunculan di media sosial, dan umumnya dipakai kalangan anak muda.
Dari “bhaiq”, “bund..”, “hyung”, “nghokey”, “gak ada akhlak”, sampai “akhlakless”, kata-kata ini hampir pasti akan kamu temukan setiap kali membuka Twitter, Instagram, Facebook, sampai Tik Tok.
Inilah sedikit dari banyak kata atau bahasa baru yang sekarang digemari para pengguna media sosial , yang mayoritas adalah generasi milenial hingga generasi Z.
Bermunculannya ragam bahasa baru sebenarnya adalah fenomena yang lazim pada berbagai bahasa dan berbagai zaman. Menurut wikipediawan dan pendiri Narabahasa Ivan Razela Lanin – biasa disapa Ivan Lanin - fenomena ini terjadi di mana-mana, dan bukan hanya pada bahasa Indonesia.
Foto: Freepik
“Bahasa gaul merupakan perwujudan fungsi bahasa sebagai alat sosial untuk menunjukkan identitas suatu kelompok,” kata Ivan Lanin.
Bahasa gaul yang muncul saat ini menurutnya adalah karakteristik khas dari kaum muda yang selalu ingin tampil beda. Kreativitas dalam membuat bahasa gaul pun tidak terbatas, bisa dengan memadukan satu atau beberapa kata menjadi satu kata baru, atau mengambil dari bahasa daerah.
Menurut Erfi Firmansyah, ahli bahasa sekaligus Koordinator Program Studi (Koorprodi) Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), penggunaan bahasa gaul biasanya dipakai di kalangan tertentu.
“Hal ini juga menggambarkan ciri dari bahasa gaul yang ingin dikomunikasikannya untuk hanya diketahui kalangan terbatas, kata Erfi. ( )
Bahasa Gaul Bukan Ancaman
Karena begitu fleksibelnya bahasa gaul mengutak-atik bahasa Indonesia, ada yang mengkhawatirkan bahwa ini bisa merusak bahasa Indonesia yang baik, yang sesuai dengan tata bahasa.
Meski begitu, Ivan Lanin justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, bahasa gaul mestinya tidak mengancam bahasa induknya, asal digunakan sesuai dengan konteks.
Efri pun sependapat dengan Ivan. Alasannya, “Karena bahasa gaul sifatnya sementara dan tersebar di kalangan terbatas saja,” ujarnya.
Foto: mitratranslations.com
Bahkan bahasa gaul bisa juga memperkaya khazanah bahasa Indonesia. Ini terbukti dari beberapa bahasa gaul yang sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
“Jadi, bahasa gaul yang kerap digunakan dalam waktu lama, dapat dipertimbangkan untuk diadopsi ke dalam bahasa Indonesia,” ucap Erfi.
Harus Sesuai Kondisi
Dari “bhaiq”, “bund..”, “hyung”, “nghokey”, “gak ada akhlak”, sampai “akhlakless”, kata-kata ini hampir pasti akan kamu temukan setiap kali membuka Twitter, Instagram, Facebook, sampai Tik Tok.
Inilah sedikit dari banyak kata atau bahasa baru yang sekarang digemari para pengguna media sosial , yang mayoritas adalah generasi milenial hingga generasi Z.
Bermunculannya ragam bahasa baru sebenarnya adalah fenomena yang lazim pada berbagai bahasa dan berbagai zaman. Menurut wikipediawan dan pendiri Narabahasa Ivan Razela Lanin – biasa disapa Ivan Lanin - fenomena ini terjadi di mana-mana, dan bukan hanya pada bahasa Indonesia.
Foto: Freepik
“Bahasa gaul merupakan perwujudan fungsi bahasa sebagai alat sosial untuk menunjukkan identitas suatu kelompok,” kata Ivan Lanin.
Bahasa gaul yang muncul saat ini menurutnya adalah karakteristik khas dari kaum muda yang selalu ingin tampil beda. Kreativitas dalam membuat bahasa gaul pun tidak terbatas, bisa dengan memadukan satu atau beberapa kata menjadi satu kata baru, atau mengambil dari bahasa daerah.
Menurut Erfi Firmansyah, ahli bahasa sekaligus Koordinator Program Studi (Koorprodi) Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), penggunaan bahasa gaul biasanya dipakai di kalangan tertentu.
“Hal ini juga menggambarkan ciri dari bahasa gaul yang ingin dikomunikasikannya untuk hanya diketahui kalangan terbatas, kata Erfi. ( )
Bahasa Gaul Bukan Ancaman
Karena begitu fleksibelnya bahasa gaul mengutak-atik bahasa Indonesia, ada yang mengkhawatirkan bahwa ini bisa merusak bahasa Indonesia yang baik, yang sesuai dengan tata bahasa.
Meski begitu, Ivan Lanin justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, bahasa gaul mestinya tidak mengancam bahasa induknya, asal digunakan sesuai dengan konteks.
Efri pun sependapat dengan Ivan. Alasannya, “Karena bahasa gaul sifatnya sementara dan tersebar di kalangan terbatas saja,” ujarnya.
Foto: mitratranslations.com
Bahkan bahasa gaul bisa juga memperkaya khazanah bahasa Indonesia. Ini terbukti dari beberapa bahasa gaul yang sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
“Jadi, bahasa gaul yang kerap digunakan dalam waktu lama, dapat dipertimbangkan untuk diadopsi ke dalam bahasa Indonesia,” ucap Erfi.
Harus Sesuai Kondisi
Lihat Juga :
tulis komentar anda