Filter Bubble: Penjara Zona Nyaman yang Menyerang Mahasiswa Kekinian
Jum'at, 21 Agustus 2020 - 22:00 WIB
Foto: Twomeows/Getty Images
Kemampuan berpikir kritis mendorong pengguna media sosial untuk memilih dan memilah informasi. Jika sudah tahu informasi tersebut hoaks, pilihannya hanya dua, mengabaikannya, atau dengan mengajukan laporan ketidaktertarikan pada konten tersebut.
Pada Instagram misalnya, ketika berselancar di lini masa, pengguna hanya perlu memilih posting-an yang hendak disingkirkan filter bubble-nya, setelah itu pilih “titik tiga” di ujung kanan unggahan, kemudian pilih “tidak tertarik”.
Pengguna perlu melakukan hal ini pada beberapa konten serupa agar pemecahan gelembungnya lebih efisien. ( )
Setelah gelembung disingkirkan perlahan, cara selanjutnya adalah tetap teguh bersikap toleran. Ayu Kartika Dewi, salah satu co-founder SabangMerauke percaya bahwa toleransi dibagi ke dalam empat jenis.
Foto: Erin Drago/Stocksy United
Toleransi pasif (selama seseorang tidak ganggu, tidak masalah), toleransi yang senang dengan perbedaan, toleransi yang senang merayakan perbedaan, dan toleransi yang melindungi perbedaan.
“Kita, tuh, jangan hanya bertoleransi pasif, tapi juga harus naik tingkat ke toleransi yang melindungi perbedaan,” ungkap Ayu.
Dengan sikap ini, setiap orang akan dengan lapang menerima perbedaan, tanpa menyudutkan satu sama lain, yang kemudian menjadi upaya penciptaan lingkungan media sosial yang lebih harmonis, punya empati, dan kritis.
Tito Tri Kadafi
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @tokads
(it)
tulis komentar anda