Hati-Hati, Kecanduan Media Sosial Mirip dengan Kecanduan Narkoba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Siapa sih anak muda zaman sekarang yang gak main Instagram? Hampir seperempat dari penduduk Indonesia atau tepatnya sekitar 60-an juta penduduk Indonesia menggunakan Instagram, lho!
Itu sebabnya, Indonesia sekarang duduk di peringkat ke-4 terbesar di dunia untuk pengguna Instagram (IG) setelah Amerika Serikat, Brasil, dan India.
Data pengguna Instagram di dunia per April 2020 (dalam jutaan). Sumber: statista.com
Platform yang setiap harinya digunakan rata-rata selama 28 menit ini emang punya daya tarik tersendiri bagi para penggunanya. Fitur-fitur lengkap yang disediakan Instagram, sajian-sajian visual yang mendorong kreativitas produsen konten, bikin kita kecanduan main medsos ini.
Belum lagi adanya Instagram Bisnis sebagai wadah bagi para penggiat usaha melakukan pemasaran digital, mudahnya mendapat informasi lewat gerakan jempol, dan efek-efek positif lainnya membuat banyak orang betah ‘main’ di Instagram.
Tetapi, segala hal yang berlebihan emang gak baik, termasuk dalam penggunaan Instagram. Platform yang daya tariknya melalui visual ini bisa bikin kehidupan seseorang dengan mudah ‘diintip’ hanya melalui sebuah gawai.
Terlebih lagi, seseorang cenderung memberi ‘intipan’ yang baik sehingga membuat orang yang melihatnya membandingkan kehidupannya dengan orang tersebut.
Naskah:Monika Febriana/GenSINDO, Desain: Susilo/KORAN SINDO
Inilah yang dirasakan Audrey Asha Putri, mahasiswa jurusan Desain Produk Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, yang semenjak masa pandemi virus corona menghabiskan waktu sampai enam jam untuk berselancar di IG.
Audrey pun mengaku merasakan berbagai dampak negatif karena intensitas bermain Instagram-nya yang tinggi.
“Jadi gampang banget ngerasa iri sama kehidupan orang lain yang terlihat lebih nyaman, terutama cewek-cewek seumuran gue yang keliatannya lebih keren. Gue jadi merasa insecure, dan punya keinginan buat jadi orang lain,” curhat Audrey.
Bahkan, Audrey juga jadi sering cemas dan bolak-balik membuka IG untuk melihat kehidupan seseorang itu secara detail. “Tugas-tugas gue jadi sering selesai di luar target waktu,” ujarnya.
Foto: choices.scholastic.com
Kecanduan Media Sosial Mirip Kecanduan Zat Adiktif
Menurut Olphi Disya Arinda, S.Psi, mahasiswa Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi UI, dampak negatif kalau kita adiktif dengan IG di antaranya adalah bikin kita jadi gak produktif dan gampang merasa insecure.
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa kebanyakan main IG bisa mengarah kepada gejala depresi dan kecemasan kalau gak ditangani.
Olphi yang juga menjabat sebagai Director & Event Manager Alpas.id, komunitas yang fokus pada isu kesehatan mental, juga menjelaskan bahwa seseorang yang kecanduan media sosial, dalam hal ini Instagram, mirip dengan kecanduan narkoba.
Foto: Pexels
“Dalam psikologi, sebenarnya konsep adiksi perilaku itu mirip dengan konsep adiksi zat,” terangnya.
“Main IG itu buat kita senang karena bisa hilangin bosan, lihat konten menarik, jadi tahu kehidupan orang lain. Nah, dengan perasaan senang ini, otak kita merilis hormon dopamin yang bikin kita merasa enjoy dan lama-lama ketagihan,” imbuh Olphi.
“Kalau kita gak main medsos, perilisan dopamin kita akan menurun sehingga bikin kita craving, jadi rasanya pengen balikin rasa senang kita lagi, jadi buka IG lagi," terangnya.
"Biasanya orang-orang yang rasa senangnya terbatas, jarang bersosialisasi, jarang salurin hobinya, minim interaksi, itu lebih rentan untuk adiksi terhadap IG karena sumber perasaan senangnya didapat dari situ,” tegasnya.
Foto:Joy Sharon Yi/NPR
Tips Terbaik
Untuk mencegah adiksi, Olphi pun menyarankan supaya kita membatasi waktu penggunaan IG. Batas waktu yang sehat untuk main IG menurut para ahli adalah 30 menit. Kita bisa atur waktunya sendiri di aplikasi IG.
Kedua, kita perlu melakukan kegiatan lain yang bermanfaat untuk isi waktu luang. Ketiga, terkoneksi dengan orang tersayang secara langsung atau menghabiskan waktu bersama.
Keempat, matikan notifikasi saat kita harus fokus mengerjakan hal lain. Terakhir, kita perlu pilih akun dengan konten yang menurut kita bermanfaat, bukan cuma akun yang sering posting untuk menghindari perasaan fear of missing out (FOMO)
“Jangan terlalu menyematkan identitas diri dengan akun kita, misalnya jadi insecure kalau likes dari postingan kita sedikit. Terakhir, jangan memberikan informasi atau data pribadi maupun orang lain ke publik,” tegas Olphi.
Kecanduan itu mudah, tapi ngilanginnya susah. Sebelum lebih parah, yuk kita luruskan arah!
GenSINDO
Rizka Nadhirasari Hermawan Putri
Universitas Indonesia
Itu sebabnya, Indonesia sekarang duduk di peringkat ke-4 terbesar di dunia untuk pengguna Instagram (IG) setelah Amerika Serikat, Brasil, dan India.
Data pengguna Instagram di dunia per April 2020 (dalam jutaan). Sumber: statista.com
Platform yang setiap harinya digunakan rata-rata selama 28 menit ini emang punya daya tarik tersendiri bagi para penggunanya. Fitur-fitur lengkap yang disediakan Instagram, sajian-sajian visual yang mendorong kreativitas produsen konten, bikin kita kecanduan main medsos ini.
Belum lagi adanya Instagram Bisnis sebagai wadah bagi para penggiat usaha melakukan pemasaran digital, mudahnya mendapat informasi lewat gerakan jempol, dan efek-efek positif lainnya membuat banyak orang betah ‘main’ di Instagram.
Tetapi, segala hal yang berlebihan emang gak baik, termasuk dalam penggunaan Instagram. Platform yang daya tariknya melalui visual ini bisa bikin kehidupan seseorang dengan mudah ‘diintip’ hanya melalui sebuah gawai.
Terlebih lagi, seseorang cenderung memberi ‘intipan’ yang baik sehingga membuat orang yang melihatnya membandingkan kehidupannya dengan orang tersebut.
Naskah:Monika Febriana/GenSINDO, Desain: Susilo/KORAN SINDO
Inilah yang dirasakan Audrey Asha Putri, mahasiswa jurusan Desain Produk Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, yang semenjak masa pandemi virus corona menghabiskan waktu sampai enam jam untuk berselancar di IG.
Audrey pun mengaku merasakan berbagai dampak negatif karena intensitas bermain Instagram-nya yang tinggi.
“Jadi gampang banget ngerasa iri sama kehidupan orang lain yang terlihat lebih nyaman, terutama cewek-cewek seumuran gue yang keliatannya lebih keren. Gue jadi merasa insecure, dan punya keinginan buat jadi orang lain,” curhat Audrey.
Bahkan, Audrey juga jadi sering cemas dan bolak-balik membuka IG untuk melihat kehidupan seseorang itu secara detail. “Tugas-tugas gue jadi sering selesai di luar target waktu,” ujarnya.
Foto: choices.scholastic.com
Kecanduan Media Sosial Mirip Kecanduan Zat Adiktif
Menurut Olphi Disya Arinda, S.Psi, mahasiswa Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi UI, dampak negatif kalau kita adiktif dengan IG di antaranya adalah bikin kita jadi gak produktif dan gampang merasa insecure.
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa kebanyakan main IG bisa mengarah kepada gejala depresi dan kecemasan kalau gak ditangani.
Olphi yang juga menjabat sebagai Director & Event Manager Alpas.id, komunitas yang fokus pada isu kesehatan mental, juga menjelaskan bahwa seseorang yang kecanduan media sosial, dalam hal ini Instagram, mirip dengan kecanduan narkoba.
Foto: Pexels
“Dalam psikologi, sebenarnya konsep adiksi perilaku itu mirip dengan konsep adiksi zat,” terangnya.
“Main IG itu buat kita senang karena bisa hilangin bosan, lihat konten menarik, jadi tahu kehidupan orang lain. Nah, dengan perasaan senang ini, otak kita merilis hormon dopamin yang bikin kita merasa enjoy dan lama-lama ketagihan,” imbuh Olphi.
“Kalau kita gak main medsos, perilisan dopamin kita akan menurun sehingga bikin kita craving, jadi rasanya pengen balikin rasa senang kita lagi, jadi buka IG lagi," terangnya.
"Biasanya orang-orang yang rasa senangnya terbatas, jarang bersosialisasi, jarang salurin hobinya, minim interaksi, itu lebih rentan untuk adiksi terhadap IG karena sumber perasaan senangnya didapat dari situ,” tegasnya.
Foto:Joy Sharon Yi/NPR
Tips Terbaik
Untuk mencegah adiksi, Olphi pun menyarankan supaya kita membatasi waktu penggunaan IG. Batas waktu yang sehat untuk main IG menurut para ahli adalah 30 menit. Kita bisa atur waktunya sendiri di aplikasi IG.
Kedua, kita perlu melakukan kegiatan lain yang bermanfaat untuk isi waktu luang. Ketiga, terkoneksi dengan orang tersayang secara langsung atau menghabiskan waktu bersama.
Keempat, matikan notifikasi saat kita harus fokus mengerjakan hal lain. Terakhir, kita perlu pilih akun dengan konten yang menurut kita bermanfaat, bukan cuma akun yang sering posting untuk menghindari perasaan fear of missing out (FOMO)
“Jangan terlalu menyematkan identitas diri dengan akun kita, misalnya jadi insecure kalau likes dari postingan kita sedikit. Terakhir, jangan memberikan informasi atau data pribadi maupun orang lain ke publik,” tegas Olphi.
Kecanduan itu mudah, tapi ngilanginnya susah. Sebelum lebih parah, yuk kita luruskan arah!
GenSINDO
Rizka Nadhirasari Hermawan Putri
Universitas Indonesia
(it)