Hati-Hati, Kebiasaan Buruk Recehmu Bisa Tergolong Self-Sabotage!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Self-sabotage atau perilaku menyabotase diri sendiri secara sederhana bisa diartikan sebagai perilaku merusak diri sendiri atau rasa tidak yakin pada nilai yang dimiliki diri sendiri.
Menurut psikolog klinis Nick Wignall , perilaku self-sabotagebisa dilakukan secara sadar maupun tidak. Aksi yang dilakukan secara sadar misalnya ketika kita tahu bahwa kita masih punya tugas tertentu, tapi malah menunda mengerjakannya karena asyik bermain gim atau menonton video atau film.
Sedangkan yang dilakukan secara tidak sadar misalnya perasaan takut gagal yang pada akhirnya mengembangkan kebiasaan buruk. Contohnya saat mau ujian, timbul perasaan khawatir dan membuat jadi tidak bisa tidur.
Contoh lain dapat juga ditemukan pada perilaku menyakiti diri sendiri, minum alkohol atau menggunakan narkoba, gangguan makan, dan lainnya. Perilaku tersebut ketika dilakukan secara terus-menerus bisa menciptakan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan mengganggu tujuan jangka panjang.
Perilaku itu bisa dikurangi dengan menghentikan pola pikir dan tindakan yang salah atau sudah menjadi kebiasaan sambil memperkuat ketahanan diri. Di sisi lain, motivasi dan dukungan dari orang-orang terdekat juga bisa membantu seseorang menemukan kembali tujuan dan nilai mereka.
PENYEBAB SELF-SABOTAGE
Foto: Shutterstock
Menurut terapis Maury Joseph mengutip dari Healthline , sabotase diri terjadi ketika kita beradaptasi pada sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan. Misalnya kita tidak pernah merasa diperhatikan kecuali kalau orang tua kita marah, maka kita akan menganggap dimarahi adalah hal yang menyenangkan. Jika hal ini dibiarkan, maka kita akan terus menganggap jika marah adalah emosi yang paling menarik.
Selain itu, self-sabotage juga bisa terjadi karena dinamika hubungan masa lalu. Misalnya kalau kita pernah punya hubungan yang buruk. Katakanlah pasangan kita pada masa lalu suka melakukan kekerasan, akibatnya kita mungkin tidak merasa mampu berbicara untuk membela diri sendiri. Kebiasaan bungkam itu membuat kita tidak belajar mengadvokasi kebutuhan diri sendiri.
Baca Juga: 11 Cara Instingmu sedang 'Berbicara' Padamu
Selanjutnya, perasaan takut gagal. Hal ini bisa terjadi ketika muncul perasaan ingin menghindari kegagalan dengan tidak mencoba. Saat tidak mencoba, kita tidak bisa gagal, bukan? Pikiran itulah yang menguasai alam bawah sadar kita hingga menyabotase diri sendiri. Secara sederhana, hal ini dimaknai dengan motivasi untuk tidak mengalami kegagalan atau tidak terkejut saat gagal.
Terakhir adalah kebutuhan untuk kontrol diri. Sebuah kebutuhan untuk kontrol diri ini digunakan untuk mengendalikan situasi. Saat memegang kendali, kita mungkin akan merasa aman, kuat, dan siap menghadapi apa pun yang menghadang. Akan tetapi, hal itu tidak selamanya baik karena punya dampak tidak bagus untuk kesehatan emosional kita.
CARA MENGATASI PERILAKU SELF-SABOTAGE
Foto: Shutterstock
Pahami kebutuhan yang dipenuhi oleh sabotase diri. Jangan bersikap keras pada diri sendiri karena hal tersebut justru akan lebih membuatmu tersiksa. Cobalah dengan berkomitmen memahami diri sendiri, baru kemudian berubah.
Kamu juga harus mencari alternatif perilaku yang bisa membantu untuk menghindari diri dari perilaku self-sabotage, tapi juga tidak merugikan diri sendiri. Misalnya adalah dengan bertanya pada orang lain yang mengalami hal serupa.
Baca Juga: Mengulik Makna Bucin alias Budak Cinta dari Perspektif Sains
Setelah mengetahui alternatif kegiatan, penting pula untuk mengantisipasi hambatan yang mungkin terjadi pasa masa-masa tersebut. Jika merasa ada ketidaknyamanan, maka terimalah perasaan itu, jangan dilawan, tapi tetap dihadapi dengan teguh dan pahami bahwa ini memang proses berat yang harus dijalani.
Nika Halida Hashina
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @nikaha.ha
Menurut psikolog klinis Nick Wignall , perilaku self-sabotagebisa dilakukan secara sadar maupun tidak. Aksi yang dilakukan secara sadar misalnya ketika kita tahu bahwa kita masih punya tugas tertentu, tapi malah menunda mengerjakannya karena asyik bermain gim atau menonton video atau film.
Sedangkan yang dilakukan secara tidak sadar misalnya perasaan takut gagal yang pada akhirnya mengembangkan kebiasaan buruk. Contohnya saat mau ujian, timbul perasaan khawatir dan membuat jadi tidak bisa tidur.
Contoh lain dapat juga ditemukan pada perilaku menyakiti diri sendiri, minum alkohol atau menggunakan narkoba, gangguan makan, dan lainnya. Perilaku tersebut ketika dilakukan secara terus-menerus bisa menciptakan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan mengganggu tujuan jangka panjang.
Perilaku itu bisa dikurangi dengan menghentikan pola pikir dan tindakan yang salah atau sudah menjadi kebiasaan sambil memperkuat ketahanan diri. Di sisi lain, motivasi dan dukungan dari orang-orang terdekat juga bisa membantu seseorang menemukan kembali tujuan dan nilai mereka.
PENYEBAB SELF-SABOTAGE
Foto: Shutterstock
Menurut terapis Maury Joseph mengutip dari Healthline , sabotase diri terjadi ketika kita beradaptasi pada sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan. Misalnya kita tidak pernah merasa diperhatikan kecuali kalau orang tua kita marah, maka kita akan menganggap dimarahi adalah hal yang menyenangkan. Jika hal ini dibiarkan, maka kita akan terus menganggap jika marah adalah emosi yang paling menarik.
Selain itu, self-sabotage juga bisa terjadi karena dinamika hubungan masa lalu. Misalnya kalau kita pernah punya hubungan yang buruk. Katakanlah pasangan kita pada masa lalu suka melakukan kekerasan, akibatnya kita mungkin tidak merasa mampu berbicara untuk membela diri sendiri. Kebiasaan bungkam itu membuat kita tidak belajar mengadvokasi kebutuhan diri sendiri.
Baca Juga: 11 Cara Instingmu sedang 'Berbicara' Padamu
Selanjutnya, perasaan takut gagal. Hal ini bisa terjadi ketika muncul perasaan ingin menghindari kegagalan dengan tidak mencoba. Saat tidak mencoba, kita tidak bisa gagal, bukan? Pikiran itulah yang menguasai alam bawah sadar kita hingga menyabotase diri sendiri. Secara sederhana, hal ini dimaknai dengan motivasi untuk tidak mengalami kegagalan atau tidak terkejut saat gagal.
Terakhir adalah kebutuhan untuk kontrol diri. Sebuah kebutuhan untuk kontrol diri ini digunakan untuk mengendalikan situasi. Saat memegang kendali, kita mungkin akan merasa aman, kuat, dan siap menghadapi apa pun yang menghadang. Akan tetapi, hal itu tidak selamanya baik karena punya dampak tidak bagus untuk kesehatan emosional kita.
CARA MENGATASI PERILAKU SELF-SABOTAGE
Foto: Shutterstock
Pahami kebutuhan yang dipenuhi oleh sabotase diri. Jangan bersikap keras pada diri sendiri karena hal tersebut justru akan lebih membuatmu tersiksa. Cobalah dengan berkomitmen memahami diri sendiri, baru kemudian berubah.
Kamu juga harus mencari alternatif perilaku yang bisa membantu untuk menghindari diri dari perilaku self-sabotage, tapi juga tidak merugikan diri sendiri. Misalnya adalah dengan bertanya pada orang lain yang mengalami hal serupa.
Baca Juga: Mengulik Makna Bucin alias Budak Cinta dari Perspektif Sains
Setelah mengetahui alternatif kegiatan, penting pula untuk mengantisipasi hambatan yang mungkin terjadi pasa masa-masa tersebut. Jika merasa ada ketidaknyamanan, maka terimalah perasaan itu, jangan dilawan, tapi tetap dihadapi dengan teguh dan pahami bahwa ini memang proses berat yang harus dijalani.
Nika Halida Hashina
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @nikaha.ha
(ita)