Alasan Kepribadian di Dunia Maya Bisa Berbeda dengan Dunia Nyata
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mungkin kamu punya teman yang sehari-harinya superpendiam, tapi di Twitter sering menyampaikan opini dengan bahasa yang superpedas kayak Bon Cabe level 30?
Atau mungkin mama kamu pernah cerita tentang salah satu teman arisannya yang biasanya tiap arisan cuma sekadar menyimak gosip, tapi kalo di WhatsApp story kerjaannya julid terus?
Perbedaan kebiasaan dan cara berbicara seseorang di dunia nyata dengan di dunia maya ini dijelaskan oleh John Suler melalui istilah Disinhibition Online Effect.
Nah, berdasarkan penelitian Suler, ternyata ada enam faktor yang menjadi penyebab berbedanya perilaku seseorang di dunia nyata dengan di dunia maya. Nah, yuk, simak penjelasannya.
1. ANONIMITAS
Foto: Freepik
Ingat zaman-zaman ask.fm waktu lagi naik daun? Berbagai macam pertanyaan negatif dan juga hinaan membludak masuk dengan identitas anonim. Kok bisa, ya? Simpelnya, seseorang menjadi cenderung jauh lebih berani untuk memberikan komentar negatif karena identitas aslinya gak diketahui siapa pun.
Kira-kira seperti itulah di dunia maya. Seseorang dengan bebas bisa menjadi pribadi siapa pun tanpa ada yang mengetahuinya. Bisa aja kepribadian tersebut beda jauh dengan citra yang dibangunnya dalam kehidupan nyata.
2. TIDAK TERLIHAT
Foto:giphy.com/@TheMaskedSinger
Selain identitasnya gak terlihat, wujud fisiknya juga gak kelihatan. Karena itulah orang merasa lebih aman dan lebih percaya dirisaatmenyampaikan pendapat.
Ibaratnya, saat kamu lagi menyampaikan pendapat di depan umum, pasti ada, dong, sedikit rasa grogi karena takut salah ngomong. Akibatnya, ngomong malah gak selancar biasanya atau spontan muncul gesture tubuh tertentu, seperti kaki yang gerak ke sana kemari.
Nah, kalo fisik gak terlihat, seseorang gak perlu khawatir memikirkan bagaimana mereka terlihat atau terdengar ketika menyampaikan sebuah pesan, juga bagaimana respons lawan bicara karena mereka gak berhadapan langsung.
3. KETIDAKSINKRONAN
Foto:googlygooeys.tumblr.com
Biasanya, saat berkomunikasi di dunia nyata, respons akan langsung diberikan. Sedangkan di dunia maya, seseorang bisa merespons pesan satu jam kemudian, satu hari kemudian, atau bahkan satu minggu kemudian. Jadi, kalo sewaktu-waktu kamu gak suka berada dalam suatu percakapan, maka dengan mudah kamu bisa keluar dari percakapan tersebut.
4. INTROJEKSI SOLIPSISME
Foto:quickmeme.com
“Kok dia bales-nya gak pake emoji dan singkat banget, ya? Biasanya gak gini,deh.” “Jutek banget bales-nya, fix banget lagi marah.”
Pasti kamu pernah ngalamin hal tadi, kan? Kejadian-kejadian ini dikenal dengan istilah faktor solipsistic introjection
Ketika membaca pesan, seseorang biasanya seolah-olah “mendengar” intonasi lawan bicara secara langsung, dan akhirnya menginterpretasikan pesan tersebut. Padahal terkadang interpretasi tersebut gak selalu benar dan cuma ada di kepala si penerima pesan aja.
5. IMAJINASI DISOSIATIF
Foto:giphy.com/@abcnetwork
Sadar gak sadar, seseorang terkadang memisahkan hal yang terjadi di dunia nyata dengan di dunia maya. Seperti saat sedang main gim, orang akan membangun karakter tertentu yang sesuai dengan keinginannya. Tapi, belum tentu karakter tersebut sama dengan kepribadiannya di dunia nyata.
Dunia maya memberikan ruang untuk berekspresi secara leluasa dengan fantasi yang gak terbatas dan gak diatur oleh norma-norma tertentu.
6. MEMINIMALISASI STATUS DAN KEKUASAAN
Banyak orang punya kesempatan mengakses internet yang sama dan punya akun media sosial. Walau begitu, orang cenderung gak peduli dengan status tertentu.
Dengan demikian, orang cenderung bebas dalam mengemukakan pendapat atau mengkritik suatu hal tanpa melihat status orang yang sedang dikritik. Seperti di Twitter, sering kali pejabat-pejabat publik mendapatkan kritik pedas dan juga berbagai saran dari warganet.
Fathimah Waqaarah Siregar
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @wforwoodley
Atau mungkin mama kamu pernah cerita tentang salah satu teman arisannya yang biasanya tiap arisan cuma sekadar menyimak gosip, tapi kalo di WhatsApp story kerjaannya julid terus?
Perbedaan kebiasaan dan cara berbicara seseorang di dunia nyata dengan di dunia maya ini dijelaskan oleh John Suler melalui istilah Disinhibition Online Effect.
Nah, berdasarkan penelitian Suler, ternyata ada enam faktor yang menjadi penyebab berbedanya perilaku seseorang di dunia nyata dengan di dunia maya. Nah, yuk, simak penjelasannya.
1. ANONIMITAS
Foto: Freepik
Ingat zaman-zaman ask.fm waktu lagi naik daun? Berbagai macam pertanyaan negatif dan juga hinaan membludak masuk dengan identitas anonim. Kok bisa, ya? Simpelnya, seseorang menjadi cenderung jauh lebih berani untuk memberikan komentar negatif karena identitas aslinya gak diketahui siapa pun.
Kira-kira seperti itulah di dunia maya. Seseorang dengan bebas bisa menjadi pribadi siapa pun tanpa ada yang mengetahuinya. Bisa aja kepribadian tersebut beda jauh dengan citra yang dibangunnya dalam kehidupan nyata.
2. TIDAK TERLIHAT
Foto:giphy.com/@TheMaskedSinger
Selain identitasnya gak terlihat, wujud fisiknya juga gak kelihatan. Karena itulah orang merasa lebih aman dan lebih percaya dirisaatmenyampaikan pendapat.
Ibaratnya, saat kamu lagi menyampaikan pendapat di depan umum, pasti ada, dong, sedikit rasa grogi karena takut salah ngomong. Akibatnya, ngomong malah gak selancar biasanya atau spontan muncul gesture tubuh tertentu, seperti kaki yang gerak ke sana kemari.
Nah, kalo fisik gak terlihat, seseorang gak perlu khawatir memikirkan bagaimana mereka terlihat atau terdengar ketika menyampaikan sebuah pesan, juga bagaimana respons lawan bicara karena mereka gak berhadapan langsung.
3. KETIDAKSINKRONAN
Foto:googlygooeys.tumblr.com
Biasanya, saat berkomunikasi di dunia nyata, respons akan langsung diberikan. Sedangkan di dunia maya, seseorang bisa merespons pesan satu jam kemudian, satu hari kemudian, atau bahkan satu minggu kemudian. Jadi, kalo sewaktu-waktu kamu gak suka berada dalam suatu percakapan, maka dengan mudah kamu bisa keluar dari percakapan tersebut.
4. INTROJEKSI SOLIPSISME
Foto:quickmeme.com
“Kok dia bales-nya gak pake emoji dan singkat banget, ya? Biasanya gak gini,deh.” “Jutek banget bales-nya, fix banget lagi marah.”
Pasti kamu pernah ngalamin hal tadi, kan? Kejadian-kejadian ini dikenal dengan istilah faktor solipsistic introjection
Ketika membaca pesan, seseorang biasanya seolah-olah “mendengar” intonasi lawan bicara secara langsung, dan akhirnya menginterpretasikan pesan tersebut. Padahal terkadang interpretasi tersebut gak selalu benar dan cuma ada di kepala si penerima pesan aja.
5. IMAJINASI DISOSIATIF
Foto:giphy.com/@abcnetwork
Sadar gak sadar, seseorang terkadang memisahkan hal yang terjadi di dunia nyata dengan di dunia maya. Seperti saat sedang main gim, orang akan membangun karakter tertentu yang sesuai dengan keinginannya. Tapi, belum tentu karakter tersebut sama dengan kepribadiannya di dunia nyata.
Dunia maya memberikan ruang untuk berekspresi secara leluasa dengan fantasi yang gak terbatas dan gak diatur oleh norma-norma tertentu.
6. MEMINIMALISASI STATUS DAN KEKUASAAN
Banyak orang punya kesempatan mengakses internet yang sama dan punya akun media sosial. Walau begitu, orang cenderung gak peduli dengan status tertentu.
Dengan demikian, orang cenderung bebas dalam mengemukakan pendapat atau mengkritik suatu hal tanpa melihat status orang yang sedang dikritik. Seperti di Twitter, sering kali pejabat-pejabat publik mendapatkan kritik pedas dan juga berbagai saran dari warganet.
Fathimah Waqaarah Siregar
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @wforwoodley
(it)