Narcissist Chic, Dandan Abis Pertanda Egois?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kalau kamu lihat seseorang dengan tampilan glamor dan pakai barang bermerek, apa mungkin orang tersebut bisa dikategorikan sebagai narcissist chic? Jawabannya, mungkin aja.
Tapi, ada beberapa orang yang berpenampilan chic karena faktor kebiasaan dan budaya yang melatarbelakangi mereka. Ketidaktahuan kita soal latar belakang seseorang bikin kita sering salah menilai penampilan orang.
Nah, ada penjelasan dari sisi psikologi mengenai narcissist chic.Banyak orang narsistik suka banget jadi pusat perhatian. Mereka juga ahli dalam menarik perhatian lewat pakaian dan dandananoutstanding, jugagaya khas. ( ).
Sebutannarcissist chic muncul karena kita sering melihat mereka memakai barang bermerek dan aksesori mahal. Orang-orang memberi label tersebut bahkan tanpa adanya perilaku narsistik seperti munculnya sifat egois atau kecintaan pada diri sendiri yang berlebihan.
Foto: Getty Images
Hanna Shin dan Nara Youn, dalam "How Insecure Narcissists Being Cultural Omnivora" (2020), mereka meneliti ciri-ciri kepribadian narsistik dan rasa tidakaman secara psikologis berdampak pada budaya konsumsi. ( )
Dalam konteks penelitian sebelumnya, muncul istilah "cultural omnivorousness". Penelitian ini berfokus pada mekanisme sosial ekonomi memengaruhi preferensi untuk kalangan atas dibandingkan dengan budaya kelas bawah.
Shin dan Youn meneliti berbagai bentuk "cultural omnivorousness", termasuk contoh dalam bidang mode. Mereka mencatat bahwa peningkatan narsistik berdampak pada perilaku konsumen karena pribadi yang narsistik cenderung membeli produk untuk menampilkan keunikan pribadi di hadapan khalayak umum.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan hubungan berbasis penelitian antara narsistik dan rasa tidak nyaman (insecure), mereka mengemukakan bahwa narsistik akan dikaitkan dengan upaya untuk menjadi "beda" dengan cara membeli produk dari label terkenal.
Foto: Getty Images
Selfish Style: Mencari Status atau Nilai dari di Sendiri
Mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang mengaitkan narsistik dan mencari perhatian, Shin dan Youn juga meneliti bagaimana "cultural omnivorousness" berevolusi untuk menggambarkan kalangan elite masa kini, termasuk kalangan narsistik yang ada pada masyarakat milenial.
Mereka juga melihat faktor-faktor yang memengaruhi kegiatan budaya yang digunakan kelompok ini untuk membedakan diri mereka dan memperkuat identitas mereka.
Nampaknya, seseorang yang narsistik bisa mencoba segala hal, mulai dari menjadi barang yang trendi hingga yang ramah lingkungan. ( )
Meski begitu, ada juga pendapat bahwa orang narsisistik dideteksi melalui sikap, bukan pakaian. Paul K. Piff, dalam sebuah studi yang menghubungkan narsistik dan kelas sosial yang lebih tinggi (2014), mengamati bahwa narsistik dimanifestasikan oleh pandangan diri yang meningkat, sebuah "pembesaran diri dan orientasi dominan terhadap orang lain," dan rasa kebesaran yang tinggi, merasa unik, dan sifat individualisme.
Dia mencatat bahwa salah satu karakteristik utama narsistik adalah hak psikologis, percaya bahwa seseorang lebih pantas dan lebih penting daripada orang lain. Karakteristik kepribadian ini dinilainya lebih kompeten daripada pilihan pakaian.
Putri Melina Febrianti
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @putri.melinaf
Tapi, ada beberapa orang yang berpenampilan chic karena faktor kebiasaan dan budaya yang melatarbelakangi mereka. Ketidaktahuan kita soal latar belakang seseorang bikin kita sering salah menilai penampilan orang.
Nah, ada penjelasan dari sisi psikologi mengenai narcissist chic.Banyak orang narsistik suka banget jadi pusat perhatian. Mereka juga ahli dalam menarik perhatian lewat pakaian dan dandananoutstanding, jugagaya khas. ( ).
Sebutannarcissist chic muncul karena kita sering melihat mereka memakai barang bermerek dan aksesori mahal. Orang-orang memberi label tersebut bahkan tanpa adanya perilaku narsistik seperti munculnya sifat egois atau kecintaan pada diri sendiri yang berlebihan.
Foto: Getty Images
Hanna Shin dan Nara Youn, dalam "How Insecure Narcissists Being Cultural Omnivora" (2020), mereka meneliti ciri-ciri kepribadian narsistik dan rasa tidakaman secara psikologis berdampak pada budaya konsumsi. ( )
Dalam konteks penelitian sebelumnya, muncul istilah "cultural omnivorousness". Penelitian ini berfokus pada mekanisme sosial ekonomi memengaruhi preferensi untuk kalangan atas dibandingkan dengan budaya kelas bawah.
Shin dan Youn meneliti berbagai bentuk "cultural omnivorousness", termasuk contoh dalam bidang mode. Mereka mencatat bahwa peningkatan narsistik berdampak pada perilaku konsumen karena pribadi yang narsistik cenderung membeli produk untuk menampilkan keunikan pribadi di hadapan khalayak umum.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan hubungan berbasis penelitian antara narsistik dan rasa tidak nyaman (insecure), mereka mengemukakan bahwa narsistik akan dikaitkan dengan upaya untuk menjadi "beda" dengan cara membeli produk dari label terkenal.
Foto: Getty Images
Selfish Style: Mencari Status atau Nilai dari di Sendiri
Mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang mengaitkan narsistik dan mencari perhatian, Shin dan Youn juga meneliti bagaimana "cultural omnivorousness" berevolusi untuk menggambarkan kalangan elite masa kini, termasuk kalangan narsistik yang ada pada masyarakat milenial.
Mereka juga melihat faktor-faktor yang memengaruhi kegiatan budaya yang digunakan kelompok ini untuk membedakan diri mereka dan memperkuat identitas mereka.
Nampaknya, seseorang yang narsistik bisa mencoba segala hal, mulai dari menjadi barang yang trendi hingga yang ramah lingkungan. ( )
Meski begitu, ada juga pendapat bahwa orang narsisistik dideteksi melalui sikap, bukan pakaian. Paul K. Piff, dalam sebuah studi yang menghubungkan narsistik dan kelas sosial yang lebih tinggi (2014), mengamati bahwa narsistik dimanifestasikan oleh pandangan diri yang meningkat, sebuah "pembesaran diri dan orientasi dominan terhadap orang lain," dan rasa kebesaran yang tinggi, merasa unik, dan sifat individualisme.
Dia mencatat bahwa salah satu karakteristik utama narsistik adalah hak psikologis, percaya bahwa seseorang lebih pantas dan lebih penting daripada orang lain. Karakteristik kepribadian ini dinilainya lebih kompeten daripada pilihan pakaian.
Putri Melina Febrianti
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @putri.melinaf
(it)