Apa Itu FOBO? Ternyata Lebih Bahaya dari FOMO!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mungkin belum banyak yang tahu tentang FOBO dibanding FOMO, padahal FOBO bisa lebih berbahaya dibanding gangguan tersebut. .
FOMO atau Fear of Missing Out menjadi tren di kalangan Gen Z, baik seputar karier, pendidikan, atau bahkan sebatas gaya atau tren pakaian yang digunakan oleh orang lain.
Mengutip dari buku Fear of Missing Out karya Patrick J. McGinnis, FOMO dapat diartikan sebagai rasa ketakutan atau kecemasan seseorang terhadap perilaku orang lain atau banyak orang. FOMO selalu dapat menarik perhatian kita, bahwa apa yang dilakukan dan dipilih oleh orang lain lebih baik dari kemampuan dan pilihan kita.
Akibatnya, sebenarnya kita hanya menghabiskan waktu untuk hal yang nyatanya bukan tujuan kita.
Istilah FOMO ini faktanya telah terjadi jauh sebelum adanya Gen Z. Patrick J.McGinnis, merupakan pencetus istilah FOMO pertama melalui artikelnya yang berjudul Social Theory at HBS: McGinnis’ Two FOs yang terbit di The Harbus, koran mahasiswa Harvard Business School (HBS).
Meskipun istilah tersebut baru diciptakan pada 2004, akan tetapi rasa FOMO telah lama menghantui manusia.
FOBO adalah jenis lain yang juga mengancam ketakutan seseorang. FOBO atau Fear of a Better Option adalah rasa khawatir yang timbul dalam diri seseorang bahwa akan selalu ada pilihan yang lebih baik.
Foto: Pexels
Lain halnya dengan FOMO yang mendorong kita melakukan sebanyak mungkin hal, FOBO justru membuat kita terdiam—bahkan tidak melakukan keputusan apa pun seakan-akan lumpuh.
Dampaknya, FOBO menjadikan seseorang sulit dalam mengambil sebuah keputusan karena selalu khawatir akan ada pilihan yang lebih baik dan tidak dipilih olehnya. FOBO mirip dengan kebiasaan menekan tombol snooze setiap kali alarm berbunyi. Sebenarnya, kita hanya menunda segalanya.
Akhirnya, FOBO membuat kita berlarut dengan menentukan pilihan dalam waktu yang lama. Seharusnya kita dapat memanfaatkan waktu itu untuk melakukan hal lain yang lebih efektif. Lebih parahnya lagi, FOBO dapat menghilangkan kesempatan-kesempatan emas yang sebenarnya telah datang, tapi tidak kita ambil.
Orang lain yang seharusnya dapat melakukan aktivitasnya, menjadi terhambat atau bahkan gagal hanya karena kebingungan kita dalam mengambil keputusan.
Foto: Getty Images
David Brooks, dalam tulisannya yang berjudul The Golden Age of Bailingmemberikan fakta bahwa orang dengan gejala FOBO kerap membatalkan janji dan mengambil kesempatan-kesempatan lainnya, tanpa memikirkan orang lain.
Kemudian bagi FOBO, ia dapat mengambil keputusan bukan dengan menunggu pilihan yang terbaik, melainkan memutuskan sesuatu berdasarkan prioritasnya.
Metode KonMari juga dapat digunakan dalam mengambil keputusan. Coba untuk menyaring beberapa hal yang baik untuk hidupmu dan menyingkirkan hal yang tidak kita butuhkan. Dengan begitu, kamu dapat menentukan pilihan yang baik dengan efisien.
Ananda Mardhotillah
Kontributor Gensindo
Asal Kampus: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @anandamrd
Linkedin: ananda mardhotillah
FOMO atau Fear of Missing Out menjadi tren di kalangan Gen Z, baik seputar karier, pendidikan, atau bahkan sebatas gaya atau tren pakaian yang digunakan oleh orang lain.
Mengutip dari buku Fear of Missing Out karya Patrick J. McGinnis, FOMO dapat diartikan sebagai rasa ketakutan atau kecemasan seseorang terhadap perilaku orang lain atau banyak orang. FOMO selalu dapat menarik perhatian kita, bahwa apa yang dilakukan dan dipilih oleh orang lain lebih baik dari kemampuan dan pilihan kita.
Akibatnya, sebenarnya kita hanya menghabiskan waktu untuk hal yang nyatanya bukan tujuan kita.
Istilah FOMO ini faktanya telah terjadi jauh sebelum adanya Gen Z. Patrick J.McGinnis, merupakan pencetus istilah FOMO pertama melalui artikelnya yang berjudul Social Theory at HBS: McGinnis’ Two FOs yang terbit di The Harbus, koran mahasiswa Harvard Business School (HBS).
Meskipun istilah tersebut baru diciptakan pada 2004, akan tetapi rasa FOMO telah lama menghantui manusia.
Arti FOBO dan Mengapa Lebih Berbahaya Dibanding FOMO
Dalam artikel yang ditulis oleh McGinnis, ia menyebutkan “Two FOs”, berarti adakah jenis ketakutan selain FOMO? Jawabannya, ada.FOBO adalah jenis lain yang juga mengancam ketakutan seseorang. FOBO atau Fear of a Better Option adalah rasa khawatir yang timbul dalam diri seseorang bahwa akan selalu ada pilihan yang lebih baik.
Foto: Pexels
4 Alasan FOBO Lebih Berbahaya Dibandinng FOMO
1. Sulit Mengambil Keputusan
Lain halnya dengan FOMO yang mendorong kita melakukan sebanyak mungkin hal, FOBO justru membuat kita terdiam—bahkan tidak melakukan keputusan apa pun seakan-akan lumpuh.Dampaknya, FOBO menjadikan seseorang sulit dalam mengambil sebuah keputusan karena selalu khawatir akan ada pilihan yang lebih baik dan tidak dipilih olehnya. FOBO mirip dengan kebiasaan menekan tombol snooze setiap kali alarm berbunyi. Sebenarnya, kita hanya menunda segalanya.
2. Meninggalkan yang Baik tapi Tidak mendapatkan Apa pun
McGinnis juga menyebutkan dalam bukunya, bahwa FOBO jauh lebih berbahaya dari FOMO. FOBO membuat kita selalu mencari “yang terbaik” dalam setiap pengambilan keputusan sembari membuka opsi-opsi lainnya. Hal tersebut membuat kita susah untuk mengatakan “ya” atau “tidak” dengan pasti alias plin-plan.Akhirnya, FOBO membuat kita berlarut dengan menentukan pilihan dalam waktu yang lama. Seharusnya kita dapat memanfaatkan waktu itu untuk melakukan hal lain yang lebih efektif. Lebih parahnya lagi, FOBO dapat menghilangkan kesempatan-kesempatan emas yang sebenarnya telah datang, tapi tidak kita ambil.
3. Orang Lain Bisa Kena Imbasnya
Alasan lain FOBO lebih berbahaya dari FOMO, karena FOBO tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Bayangkan, apabila kita terlalu ragu dalam menentukan pilihan, lalu pada saat bersamaan ada orang lain yang menunggu keputusan kita.Orang lain yang seharusnya dapat melakukan aktivitasnya, menjadi terhambat atau bahkan gagal hanya karena kebingungan kita dalam mengambil keputusan.
Foto: Getty Images
4. FOBO Menjadikanmu Egois
Apabila dibiarkan, FOBO dapat membuat seseorang menjadi tidak konsisten dan egois. Bagi mereka, segala pilihan harus tetap diupayakan secara maksimal meskipun hal itu dapat membuat orang lain tidak nyaman.David Brooks, dalam tulisannya yang berjudul The Golden Age of Bailingmemberikan fakta bahwa orang dengan gejala FOBO kerap membatalkan janji dan mengambil kesempatan-kesempatan lainnya, tanpa memikirkan orang lain.
Cara Mengatasi FOBO
Kalau kamu termasuk ke dalam beberapa kriteria di atas, mungkin kamu mengidap FOBO dalam dirimu. Sayangnya kamu tidak dapat terlepas dari FOBO secara keseluruhan dalam waktu yang cepat, akan tetapi kamu dapat mengendalikan FOBO-mu dengan mengikuti beberapa hal ini.1. Buat Skala Prioritasmu
McGinnis turut memberikan solusi atas “Two FOs “, yakni dengan membuat skala prioritas. Bagi orang yang FOMO, ia harus dapat mempertimbangkan apakah sesuatu itu baik bagi dirinya atau hanya karena kebanyakan orang melakukannya saja?Kemudian bagi FOBO, ia dapat mengambil keputusan bukan dengan menunggu pilihan yang terbaik, melainkan memutuskan sesuatu berdasarkan prioritasnya.
2. Gunakan Metode KonMari
Metode KonMari berasal dari guru bebenah asal Jepang yang menciptakan dua konsep utama. Pertama, mengeluarkan benda yang tidak menimbulkan rasa gembira (sparks joy). Kedua, sebelum membuang benda-benda tersebut, ucapkan rasa terima kasih atas benda itu agar tidak merasa bersalah saat melepasnya.Metode KonMari juga dapat digunakan dalam mengambil keputusan. Coba untuk menyaring beberapa hal yang baik untuk hidupmu dan menyingkirkan hal yang tidak kita butuhkan. Dengan begitu, kamu dapat menentukan pilihan yang baik dengan efisien.
Ananda Mardhotillah
Kontributor Gensindo
Asal Kampus: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @anandamrd
Linkedin: ananda mardhotillah
(ita)