Penting! Waspada Pelecehan Seksual dalam Ospek Online
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam ospek offline, udah jadi rahasia umum bahwa mahasiswa baru kerap jadi objek perisakan oleh kakak tingkat (kating). Ternyata, ospek online pun punya potensi bahaya juga.
Dalam ospek, perisakan atau perpeloncoan kerap terjadi. Mahasiswa baru, khususnya perempuan, kerap dijadikan objek modus oleh para kating.
Saat nanti ada ospek online, perploncoan gak serta merta hilang. Hal yang justru bikin khawatir bukan cuma sebatas koneksi internet yang buruk atau akses mahasiswa baru dalam melaksanakan ospek, tapi juga kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) saat proses ospek terjadi.
Menurut Badan Hukum Perkumpulan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), aktivitas yang masuk dalam kategori KBGO adalah pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi atau kredibilitas, pelecehan, ancaman dan kekerasan langsung, serta serangan ke komunitas tertentu.
Dalam relasi kuasa terkait kasus KBGO dalam ospek online, mahasiswa baru menjadi pihak paling rentan, terutama mahasiswa perempuan. Namun gak memungkiri bahwa semua yang terlibat dalam kegiatan online ini berpeluang menjadi korban.
Sedangkan pelaku, bisa jadi kating dari berbagai organisasi kemahasiswaan (ORMAWA), dosen pemateri, atau panitia penyelenggara. Namun gak memungkiri juga bahwa semua bisa menjadi pelaku, termasuk teman seangkatan.
Nah, untuk kita semua berjaga-jaga dan waspada, berikut adalah bentuk-bentuk KBGO.
1. REVENGE PORN
Foto: lovebelfast.co.uk
Ancaman atau penyebaran konten seksual yang menampilkan korban. Ini dilakukan dengan motif balas dendam karena pelaku tidak terima diputuskan hubungannya dan memaksa korban untuk kembali padanya.
2. MORPHING
Foto: Wikipedia
Merekayasa foto menjadi berkonten seksual dan bertujuan untuk mengolok-olok, mempermalukan, dan merugikan korban.
3. SEXTORTION
Foto: Kaspersky
Pemerasan dengan ancaman penyalahgunaan konten-konten seksual korban, dengan tujuan memperoleh uang atau terlibat dalam seks dengan korban melalui paksaan.
4. OUTING
Foto: kidshelpline.com.au
Penyebutan identitas gender atau orientasi seksual yang dilakukan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan dan bertujuan untuk mempermalukan.
5. ONLINE SHAMING
Foto: The Daily Beast
Perilaku mempermalukan seseorang dengan konten yang berisi olok-olok, hinaan, pencemaran, kabar bohong (hoaks), hingga sayembara untuk mengajak melakukan kekerasan terhadap seseorang.
6. HONEY TRAPPING
Foto: Shutterstock
Kekerasan yang terjadi setelah adanya proses pendekatan secara online seperti dari situs kencan, kemudian terjadi kekerasan fisik yang sering disertai ancaman dan pemerasan pada saat bertemu offline.
7. HATE SPEECH
Foto: Thinkstock
Penyeruan kebencian dengan menyasar identitas seseorang yang diiringi dengan hasutan untuk kekerasan.
8. IMPERSONATING
Foto: Shutterstock
Pemalsuan akun yang mengatasnamakan seseorang dan dilakukan dengan tujuan pencemaran nama baik, sering dilakukan oleh penggemar yang obsesif.
9. DEADNAMING
Foto: propublica.org
Perilaku melecehkan nama minoritas gender dan mempublikasikan nama lahir mereka dengan tujuan untuk menghina, mencemarkan, hingga ajakan melakukan kekerasan.
10. DOXING
Foto: cisa.gov
Perilaku mengambil data pribadi seseorang tanpa izin, kemudian memublikasikan data tersebut. Biasanya dilakukan lewat media sosual atau melalui proses hacking.
11. DEFAMATION
Foto: Shinobi Stickers
Upaya pencemaran nama baik yang dilakukan salah satunya dengan membanjiri media sosial seseorang dengan ulasan atau komentar buruk sampai dengan niatan fitnah dan kabar bohong.
12. FLAMING
Foto: rawpixel
Penyerangan secara personal melalui pesan pribadi (private message) yang berisi ancaman, hinaan, pelecehan video, konten porno, dan lainnya.
Nah, diperlukan kesadaran pihak kampus dan panitia penyelenggara dalam memberikan hak atas mahasiswa baru yang mestinya dapat memperoleh kenyamanan dan keamanan dalam ospek yang diselenggarakan, baik secara offline atau online.
Kenyamanan dan keamanan ini mesti dipandang sebagai hak asasi tiap manusia saat mengenyam pendidikan, juga pada relasinya dalam masyarakat.
Pihak-pihak yang punya otoritas menyelenggarakan pendidikan dan pemerintah mesti bertanggungjawab atas terjaminnya hak tersebut.
Anisa Khairani
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @anisa_khairani007
Lihat Juga: Beredar Komentar Menjijikkan Para Pelaku Pornografi Deepfake Korea, Ada dari Kampus Top 10
Dalam ospek, perisakan atau perpeloncoan kerap terjadi. Mahasiswa baru, khususnya perempuan, kerap dijadikan objek modus oleh para kating.
Saat nanti ada ospek online, perploncoan gak serta merta hilang. Hal yang justru bikin khawatir bukan cuma sebatas koneksi internet yang buruk atau akses mahasiswa baru dalam melaksanakan ospek, tapi juga kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) saat proses ospek terjadi.
Menurut Badan Hukum Perkumpulan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), aktivitas yang masuk dalam kategori KBGO adalah pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi atau kredibilitas, pelecehan, ancaman dan kekerasan langsung, serta serangan ke komunitas tertentu.
Dalam relasi kuasa terkait kasus KBGO dalam ospek online, mahasiswa baru menjadi pihak paling rentan, terutama mahasiswa perempuan. Namun gak memungkiri bahwa semua yang terlibat dalam kegiatan online ini berpeluang menjadi korban.
Sedangkan pelaku, bisa jadi kating dari berbagai organisasi kemahasiswaan (ORMAWA), dosen pemateri, atau panitia penyelenggara. Namun gak memungkiri juga bahwa semua bisa menjadi pelaku, termasuk teman seangkatan.
Nah, untuk kita semua berjaga-jaga dan waspada, berikut adalah bentuk-bentuk KBGO.
1. REVENGE PORN
Foto: lovebelfast.co.uk
Ancaman atau penyebaran konten seksual yang menampilkan korban. Ini dilakukan dengan motif balas dendam karena pelaku tidak terima diputuskan hubungannya dan memaksa korban untuk kembali padanya.
2. MORPHING
Foto: Wikipedia
Merekayasa foto menjadi berkonten seksual dan bertujuan untuk mengolok-olok, mempermalukan, dan merugikan korban.
3. SEXTORTION
Foto: Kaspersky
Pemerasan dengan ancaman penyalahgunaan konten-konten seksual korban, dengan tujuan memperoleh uang atau terlibat dalam seks dengan korban melalui paksaan.
4. OUTING
Foto: kidshelpline.com.au
Penyebutan identitas gender atau orientasi seksual yang dilakukan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan dan bertujuan untuk mempermalukan.
5. ONLINE SHAMING
Foto: The Daily Beast
Perilaku mempermalukan seseorang dengan konten yang berisi olok-olok, hinaan, pencemaran, kabar bohong (hoaks), hingga sayembara untuk mengajak melakukan kekerasan terhadap seseorang.
6. HONEY TRAPPING
Foto: Shutterstock
Kekerasan yang terjadi setelah adanya proses pendekatan secara online seperti dari situs kencan, kemudian terjadi kekerasan fisik yang sering disertai ancaman dan pemerasan pada saat bertemu offline.
7. HATE SPEECH
Foto: Thinkstock
Penyeruan kebencian dengan menyasar identitas seseorang yang diiringi dengan hasutan untuk kekerasan.
8. IMPERSONATING
Foto: Shutterstock
Pemalsuan akun yang mengatasnamakan seseorang dan dilakukan dengan tujuan pencemaran nama baik, sering dilakukan oleh penggemar yang obsesif.
9. DEADNAMING
Foto: propublica.org
Perilaku melecehkan nama minoritas gender dan mempublikasikan nama lahir mereka dengan tujuan untuk menghina, mencemarkan, hingga ajakan melakukan kekerasan.
10. DOXING
Foto: cisa.gov
Perilaku mengambil data pribadi seseorang tanpa izin, kemudian memublikasikan data tersebut. Biasanya dilakukan lewat media sosual atau melalui proses hacking.
11. DEFAMATION
Foto: Shinobi Stickers
Upaya pencemaran nama baik yang dilakukan salah satunya dengan membanjiri media sosial seseorang dengan ulasan atau komentar buruk sampai dengan niatan fitnah dan kabar bohong.
12. FLAMING
Foto: rawpixel
Penyerangan secara personal melalui pesan pribadi (private message) yang berisi ancaman, hinaan, pelecehan video, konten porno, dan lainnya.
Nah, diperlukan kesadaran pihak kampus dan panitia penyelenggara dalam memberikan hak atas mahasiswa baru yang mestinya dapat memperoleh kenyamanan dan keamanan dalam ospek yang diselenggarakan, baik secara offline atau online.
Kenyamanan dan keamanan ini mesti dipandang sebagai hak asasi tiap manusia saat mengenyam pendidikan, juga pada relasinya dalam masyarakat.
Pihak-pihak yang punya otoritas menyelenggarakan pendidikan dan pemerintah mesti bertanggungjawab atas terjaminnya hak tersebut.
Anisa Khairani
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @anisa_khairani007
Lihat Juga: Beredar Komentar Menjijikkan Para Pelaku Pornografi Deepfake Korea, Ada dari Kampus Top 10
(it)