Jenis-Jenis Lingkungan Kerja Buruk yang Sering Muncul dalam Karier
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bisa bekerja setelah lulus kuliah adalah hal yang paling menyenangkan. Namun bukan berarti hidupmu akan berjalan mulus setelah mendapat pekerjaan.
Kerap terjadi, lingkungan kerja yang buruk akan kita temui, dan masalah ini bisa memicu atau memberikan dampak negatif bagi tiap individu, bergantung pada skalanya. Meski begitu, hal-hal buruk ini tentu harus bisa kamu hadapi dan tangani dengan baik agar tidak memicu stres berlebihan hingga mengganggu kesehatan mental .
Nah, berikut ini tiga jenis lingkungan kerja yang buruk, mengutip Psychology Today.
1. Lingkungan "Bottom-Line"
Foto: Getty Images
Lingkungan ini mengacu pada kondisi saat karyawan dituntut untuk selalu produktif, menghasilkan keuntungan, dan memberikan hasil terbaiknya. Lingkungan ini mengabaikan hal-hal lain di luar tiga hal itu, termasuk kesejahteraan karyawan dan hubungan pribadi mereka. Lingkungan kerja seperti ini tentu tidak baik untuk semua orang.
Namun yang paling berbahaya adalah bagi kamu yang 'gila kerja'. Pasalnya, jika kamu ada dalam lingkungan tersebut, makadirimu akan semakin mengabaikan kesehatan fisik dan mental, serta kehidupan pribadimu.
Jika kamu punya kepribadian ini dan berada di lingkungan kerja tersebut, cobalah untuk menempatkan semangat kerjamu dalam posisi yang harmonis. Ambil kegiatan di luar pekerjaan yang bisa mendukung kesehatan mentalmu agar hidup lebih seimbang.
2. Lingkungan dengan Tingkat Stres Tinggi dan Pengawasan Berlebihan (Mikro-Manajemen)
Foto: Shutterstock
Sudah jelas, lingkungan seperti ini bisa memberikan tingkat stres dua kali lipat karena karyawan akan merasa bahwa pekerjaannya selalu diawasi dan dikritisi oleh atasan. Selain itu, penelitian sudah menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja yang tingkat stresnya tinggi, tapi minim kesejahteraan bisa memberikan dampak jangka panjang yang buruk pada kepribadian seseorang.
Misalnya adalah membuat karyawan sering membangkang atau ofensif, juga bisa memicu datangnya gangguan saraf. Penelitian lainnya menyebut bahwa atasan yang membantu atau membimbing, juga tidak melakukan mikro-manajemen, bisa menjadi sumber kebahagiaan karyawan.
Baca Juga: 8 Film Komedi tentang Kesehatan Mental, Kocak sekaligus Penuh Makna
Setidaknya ada 11 hal yang bisa membuat karyawan bahagia di lingkungan kerjanya, yaitu merasa mencapai target pekerjaan, merasa punya tujuan yang jelas, merasa diapresiasi, dan merasa dekat dengan pekerjaan dan perusahaan (sense of belonging).
Lalu punya fleksibilitas kerja (tempat dan waktu), merasa bekerja di tempat yang inklusif dan penuh hormat, bisa mempelajari hal baru, dan memiliki bos yang bisa membantu untuk sukses. Berikutnya mendapat gaji sepadan dan adil, merasa didukung, dan dipercaya oleh rekan kerja.
Dari ke-11 elemen ini, empat hal terpenting adalah merasa dekat atau memiliki, fleksibilitas, inklusif, dan tujuan bekerja. Sementara bos yang mau membantu menjadi yang paling minim kontribusinya pada kebahagiaan di tempat kerja.
3. Masalah Work from Home (WFH)
Foto: Getty Images
Bekerja di rumah alias WFH kelihatannya adalah sebuah kondisi ideal. Namun untuk beberapa jenis kepribadian, hal ini bisa jadi hal buruk. Mereka bisa jadi malah terlalu banyak bersantai, terlalu banyak makan dan minum saat jam kerja, asyik menonton film atau serial di platform streaming video, hingga belanja online.
Baca Juga: 4 Drama Korea yang Bernasib Buruk, dari Insiden Tragis sampai Kontroversi
Menurut hasil penelitian, orang-orang yang tidak disiplin dan kurang bisa mengontrol diri akan menjadi orang yang paling kepayahan dalam kondisi WFH. Selain itu, orang-orang ekstrovert juga termasuk yang menderita dengan kondisi WFH.
Buat kamu para ekstrovert yang kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi ini, solusinya adalah dengan memadukan antara WFH dan bekerja di kantor (WFO) untuk memenuhi hasrat bersosialisasimu.
Kerap terjadi, lingkungan kerja yang buruk akan kita temui, dan masalah ini bisa memicu atau memberikan dampak negatif bagi tiap individu, bergantung pada skalanya. Meski begitu, hal-hal buruk ini tentu harus bisa kamu hadapi dan tangani dengan baik agar tidak memicu stres berlebihan hingga mengganggu kesehatan mental .
Nah, berikut ini tiga jenis lingkungan kerja yang buruk, mengutip Psychology Today.
1. Lingkungan "Bottom-Line"
Foto: Getty Images
Lingkungan ini mengacu pada kondisi saat karyawan dituntut untuk selalu produktif, menghasilkan keuntungan, dan memberikan hasil terbaiknya. Lingkungan ini mengabaikan hal-hal lain di luar tiga hal itu, termasuk kesejahteraan karyawan dan hubungan pribadi mereka. Lingkungan kerja seperti ini tentu tidak baik untuk semua orang.
Namun yang paling berbahaya adalah bagi kamu yang 'gila kerja'. Pasalnya, jika kamu ada dalam lingkungan tersebut, makadirimu akan semakin mengabaikan kesehatan fisik dan mental, serta kehidupan pribadimu.
Jika kamu punya kepribadian ini dan berada di lingkungan kerja tersebut, cobalah untuk menempatkan semangat kerjamu dalam posisi yang harmonis. Ambil kegiatan di luar pekerjaan yang bisa mendukung kesehatan mentalmu agar hidup lebih seimbang.
2. Lingkungan dengan Tingkat Stres Tinggi dan Pengawasan Berlebihan (Mikro-Manajemen)
Foto: Shutterstock
Sudah jelas, lingkungan seperti ini bisa memberikan tingkat stres dua kali lipat karena karyawan akan merasa bahwa pekerjaannya selalu diawasi dan dikritisi oleh atasan. Selain itu, penelitian sudah menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja yang tingkat stresnya tinggi, tapi minim kesejahteraan bisa memberikan dampak jangka panjang yang buruk pada kepribadian seseorang.
Misalnya adalah membuat karyawan sering membangkang atau ofensif, juga bisa memicu datangnya gangguan saraf. Penelitian lainnya menyebut bahwa atasan yang membantu atau membimbing, juga tidak melakukan mikro-manajemen, bisa menjadi sumber kebahagiaan karyawan.
Baca Juga: 8 Film Komedi tentang Kesehatan Mental, Kocak sekaligus Penuh Makna
Setidaknya ada 11 hal yang bisa membuat karyawan bahagia di lingkungan kerjanya, yaitu merasa mencapai target pekerjaan, merasa punya tujuan yang jelas, merasa diapresiasi, dan merasa dekat dengan pekerjaan dan perusahaan (sense of belonging).
Lalu punya fleksibilitas kerja (tempat dan waktu), merasa bekerja di tempat yang inklusif dan penuh hormat, bisa mempelajari hal baru, dan memiliki bos yang bisa membantu untuk sukses. Berikutnya mendapat gaji sepadan dan adil, merasa didukung, dan dipercaya oleh rekan kerja.
Dari ke-11 elemen ini, empat hal terpenting adalah merasa dekat atau memiliki, fleksibilitas, inklusif, dan tujuan bekerja. Sementara bos yang mau membantu menjadi yang paling minim kontribusinya pada kebahagiaan di tempat kerja.
3. Masalah Work from Home (WFH)
Foto: Getty Images
Bekerja di rumah alias WFH kelihatannya adalah sebuah kondisi ideal. Namun untuk beberapa jenis kepribadian, hal ini bisa jadi hal buruk. Mereka bisa jadi malah terlalu banyak bersantai, terlalu banyak makan dan minum saat jam kerja, asyik menonton film atau serial di platform streaming video, hingga belanja online.
Baca Juga: 4 Drama Korea yang Bernasib Buruk, dari Insiden Tragis sampai Kontroversi
Menurut hasil penelitian, orang-orang yang tidak disiplin dan kurang bisa mengontrol diri akan menjadi orang yang paling kepayahan dalam kondisi WFH. Selain itu, orang-orang ekstrovert juga termasuk yang menderita dengan kondisi WFH.
Buat kamu para ekstrovert yang kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi ini, solusinya adalah dengan memadukan antara WFH dan bekerja di kantor (WFO) untuk memenuhi hasrat bersosialisasimu.
(ita)