Mungkinkah Media Sosial Hilang di Masa Depan?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menurut riset manajemen media sosial Hootsuite dan agensi marketing We Are Social, pengguna media sosial (medsos) di Indonesia meningkat 8,1% dibandingkan tahun lalu, menjadi 160 juta pengguna.
Indonesia juga pernah berada pada posisi 5 negara yang paling sering mengakses media sosial tahun sebelumnya. Meskipun pada tahun ini turun menjadi 10 besar, intensitas pemakaian medsos masih cukup tinggi.
Melihat pangsa medsos Indonesia yang cukup tinggi, kemudian timbul pertanyaan, apakah di masa depan medsos akan semakin dicintai atau kehilangan penggunanya, ya?
Foto: Hotsuite/We Are Social
Untuk mengetahui jawabannya, yuk kilas balik apa saja yang sudah terjadi di media sosial dekade ini.
Awal Munculnya Medsos di Indonesia
Kalo kamu mengikuti perkembangan media sosial dari awal, pasti kamu udah gak asing dengan Friendster.
Yap, Friendster merupakan medsos generasi awal yang sempat mencuri perhatian masyarakat pada 2002. Sayang, pamornya semakin turun dan Friendster resmi dijual pada 2009.
Selain Friendster, medsos My Space juga ikut meramaikan dunia internet pada 2005 hingga 2008. Soalnya, situs ini sempat menjadi tempat para selebritas berinteraksi dengan penggemarnya.
Foto: cbsnews.com
Tapi lagi-lagi, My Space lalu ditinggalkan pengguna dan kalah bersaing dengan medsos buatan Mark Zuckerburg, Facebook.
Ngomongin soal medsos, ternyata ada yang buatan Indonesia juga nih, yaitu Koprol. Kemunculan Koprol bisa dibilang lumayan sukses sampai membuat Yahoo tertarik untuk membelinya.
Sayang, di tangan Yahoo, medsos ini gak berjalan lama dan mulai terlupakan.
Persaingan Fitur Medsos
Keberadaan medsos pendahulu itu membuat para pengusaha belajar betapa penting untuk melakukan inovasi di dunia digital.
Masuk tahun 2014, persaingan fitur medsos mulai semakin seru. Soalnya, pengembang aplikasi mulai berlomba-lomba menghadirkan fitur yang semakin beragam.
Foto: crackmagazine.net
Kalau dulu, bagi-bagi cerita lewat tulisan masih terasa cukup, tapi sekarang, orang-orang lebih suka bercerita lewat foto dan video.
Perkembangan fitur foto dan video akhirnya juga makin lengkap dengan hadirnya efek instan pada foto (filter). Selain itu, video juga udahdilengkapi dengan musik yang bikin pengguna medsos makin bebas berkreasi.
Migrasi Pengguna Medsos
Peran fitur pada medsos ternyata lebih dari sekadar bikin pengguna betah pakai aplikasi. Tapi, fitur-fitur ini juga akan menentukan karakteristik pengguna, mulai dari usia, selera, dan cara berkomunikasi.
Berdasarkan riset Statcounter, perusahaan yang menganalisis lalu lintas web, pangsa Facebook turun 9,2% pada Desember 2018 dibandingkan tahun lalu.
Padahal Facebook udah cukup banyak melakukan inovasi fitur seperti Facebook stories dan fitur siaran langsung.
Foto: Twitter @anakurang_
Ternyata, netizen juga memperhatikan kepentingan dan identitas mayoritas pengguna suatu medsos. Setiap media sosial punya karakter netizen yang berbeda.
Mungkin ini adalah salah satu faktor mengapa banyak orang mulai meninggalkan Facebook. Soalnya, Facebook dinilai lebih banyak didominasi oleh orang tua. Jadi anak muda gak leluasa mencari teman seumuran yang punya hobi sama.
Bagaimana Tren Tercipta di Medsos?
Pada dasarnya, tren tercipta karena suatu hal lagi banyak dibicarakan oleh masyarakat. Keberadaan selebritas yang punya banyak pengikut juga bisa menciptakan tren.
Tapi, fenomena ini juga bisa berasal dari netizen dengan pengikutnya sedikit. Pastinya, sesuatu menjadi tren karena punya keunikan atau kedekatan emosional dengan banyak pengguna.
Foto: Hotsuite/We Are Social
Mungkinkah Medsos Akan Menghilang di Masa Depan?
Kalau dilihat dari sejarah media sosial di atas, selama pengembang aplikasi mampu terus melakukan inovasi dan menyesuaikan selera pengguna, maka medsos gak akan ditinggalkan.
Tapi selain itu, perlu juga dicermati bahwa gak sedikit orang yang mulai mengurangi penggunaan medsos.
Soalnya, medsos juga sering menimbulkan isu sosial yang menguras banyak pikiran seperti ujaran kebencian, tindakan kejahatan seperti penipuan, peretasan, sampai penculikan.
Menurut Enrique Dans, salah seorang kontributor senior Forbes, medsos bisa ditinggalkan pengguna kalau sudah kehilangan esensi sosialnya dan cuma dipenuhi hal-hal komersial. Memang, medsos sering banget dipakai jadi ajang pamer kekayaan dan iklan.
Tapi, banyak juga manfaat yang kita dapat kalau main medsos. Kadang ada aja orang-orang yang berbagi ilmu dan tips bermanfaat hingga kampanye gerakan positif.
Mungkin medsos gak akan hilang dalam waktu dekat, tapi banyak orang yang mulai mengurangi intensitas penggunaannya.
Contohnya, ya, turunnya peringkat Indonesia sebagai negara kecanduan medsos dari peringkat 5 menjadi peringkat 10 pada riset We Are Social.
Tapi semenjak pandemi, intensitas masyarakat dalam pemakaian medsos kembali naik. Menurut survei firma konsultan Kantar, penggunaan WhatsApp dan Instagram melonjak 50%. Banyak juga youtuber yang mengaku jumlah penontonnya meningkat.
Jadi, jawabannya udah jelas, dong?
Anggita Hutami Ratnaningsih
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @gitahut
Indonesia juga pernah berada pada posisi 5 negara yang paling sering mengakses media sosial tahun sebelumnya. Meskipun pada tahun ini turun menjadi 10 besar, intensitas pemakaian medsos masih cukup tinggi.
Melihat pangsa medsos Indonesia yang cukup tinggi, kemudian timbul pertanyaan, apakah di masa depan medsos akan semakin dicintai atau kehilangan penggunanya, ya?
Foto: Hotsuite/We Are Social
Untuk mengetahui jawabannya, yuk kilas balik apa saja yang sudah terjadi di media sosial dekade ini.
Awal Munculnya Medsos di Indonesia
Kalo kamu mengikuti perkembangan media sosial dari awal, pasti kamu udah gak asing dengan Friendster.
Yap, Friendster merupakan medsos generasi awal yang sempat mencuri perhatian masyarakat pada 2002. Sayang, pamornya semakin turun dan Friendster resmi dijual pada 2009.
Selain Friendster, medsos My Space juga ikut meramaikan dunia internet pada 2005 hingga 2008. Soalnya, situs ini sempat menjadi tempat para selebritas berinteraksi dengan penggemarnya.
Foto: cbsnews.com
Tapi lagi-lagi, My Space lalu ditinggalkan pengguna dan kalah bersaing dengan medsos buatan Mark Zuckerburg, Facebook.
Ngomongin soal medsos, ternyata ada yang buatan Indonesia juga nih, yaitu Koprol. Kemunculan Koprol bisa dibilang lumayan sukses sampai membuat Yahoo tertarik untuk membelinya.
Sayang, di tangan Yahoo, medsos ini gak berjalan lama dan mulai terlupakan.
Persaingan Fitur Medsos
Keberadaan medsos pendahulu itu membuat para pengusaha belajar betapa penting untuk melakukan inovasi di dunia digital.
Masuk tahun 2014, persaingan fitur medsos mulai semakin seru. Soalnya, pengembang aplikasi mulai berlomba-lomba menghadirkan fitur yang semakin beragam.
Foto: crackmagazine.net
Kalau dulu, bagi-bagi cerita lewat tulisan masih terasa cukup, tapi sekarang, orang-orang lebih suka bercerita lewat foto dan video.
Perkembangan fitur foto dan video akhirnya juga makin lengkap dengan hadirnya efek instan pada foto (filter). Selain itu, video juga udahdilengkapi dengan musik yang bikin pengguna medsos makin bebas berkreasi.
Migrasi Pengguna Medsos
Peran fitur pada medsos ternyata lebih dari sekadar bikin pengguna betah pakai aplikasi. Tapi, fitur-fitur ini juga akan menentukan karakteristik pengguna, mulai dari usia, selera, dan cara berkomunikasi.
Berdasarkan riset Statcounter, perusahaan yang menganalisis lalu lintas web, pangsa Facebook turun 9,2% pada Desember 2018 dibandingkan tahun lalu.
Padahal Facebook udah cukup banyak melakukan inovasi fitur seperti Facebook stories dan fitur siaran langsung.
Foto: Twitter @anakurang_
Ternyata, netizen juga memperhatikan kepentingan dan identitas mayoritas pengguna suatu medsos. Setiap media sosial punya karakter netizen yang berbeda.
Mungkin ini adalah salah satu faktor mengapa banyak orang mulai meninggalkan Facebook. Soalnya, Facebook dinilai lebih banyak didominasi oleh orang tua. Jadi anak muda gak leluasa mencari teman seumuran yang punya hobi sama.
Bagaimana Tren Tercipta di Medsos?
Pada dasarnya, tren tercipta karena suatu hal lagi banyak dibicarakan oleh masyarakat. Keberadaan selebritas yang punya banyak pengikut juga bisa menciptakan tren.
Tapi, fenomena ini juga bisa berasal dari netizen dengan pengikutnya sedikit. Pastinya, sesuatu menjadi tren karena punya keunikan atau kedekatan emosional dengan banyak pengguna.
Foto: Hotsuite/We Are Social
Mungkinkah Medsos Akan Menghilang di Masa Depan?
Kalau dilihat dari sejarah media sosial di atas, selama pengembang aplikasi mampu terus melakukan inovasi dan menyesuaikan selera pengguna, maka medsos gak akan ditinggalkan.
Tapi selain itu, perlu juga dicermati bahwa gak sedikit orang yang mulai mengurangi penggunaan medsos.
Soalnya, medsos juga sering menimbulkan isu sosial yang menguras banyak pikiran seperti ujaran kebencian, tindakan kejahatan seperti penipuan, peretasan, sampai penculikan.
Menurut Enrique Dans, salah seorang kontributor senior Forbes, medsos bisa ditinggalkan pengguna kalau sudah kehilangan esensi sosialnya dan cuma dipenuhi hal-hal komersial. Memang, medsos sering banget dipakai jadi ajang pamer kekayaan dan iklan.
Tapi, banyak juga manfaat yang kita dapat kalau main medsos. Kadang ada aja orang-orang yang berbagi ilmu dan tips bermanfaat hingga kampanye gerakan positif.
Mungkin medsos gak akan hilang dalam waktu dekat, tapi banyak orang yang mulai mengurangi intensitas penggunaannya.
Contohnya, ya, turunnya peringkat Indonesia sebagai negara kecanduan medsos dari peringkat 5 menjadi peringkat 10 pada riset We Are Social.
Tapi semenjak pandemi, intensitas masyarakat dalam pemakaian medsos kembali naik. Menurut survei firma konsultan Kantar, penggunaan WhatsApp dan Instagram melonjak 50%. Banyak juga youtuber yang mengaku jumlah penontonnya meningkat.
Jadi, jawabannya udah jelas, dong?
Anggita Hutami Ratnaningsih
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @gitahut
(it)