CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Sabtu, 16 Desember 2023 - 14:13 WIB
loading...
CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023
Budi Pekerti jadi salah satu film Indonesia yang menonjol karena ceritanya dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Foto/Rekata Studio
A A A
JAKARTA - Pada awalnya CERMIN lahir sebagai kegelisahan atas tulisan yang membahas tentang film maupun serial dari dalam dan luar negeri yang tak sekadar mencari-cari kelemahan.

CERMIN justru ingin mencari tahu sesungguhnya apa yang ingin disampaikan para pembuatnya melalui karya-karya yang dibuatnya. Bagi saya yang juga pembuat film, penting sekali untuk menentukan perspektif atau sudut pandang yang akan saya ambil sebelum memutuskan film atau serial mana saja yang penting untuk dibahas.

Pada akhirnya memang saya harus sangat selektif karena saya hanya bisa memilih dua judul dari sekian banyak film maupun serial yang diluncurkan setiap minggunya, baik melalui bioskop maupun layanan streaming.



CERMIN terbit pertama kali pada 28 Mei 2022 dan sejauh ini sudah menerbitkan 160 tulisan. CERMIN edisi perdana membahas film Top Gun Maverick. Awalnya CERMIN diniatkan untuk terbit seminggu sekali tapi setelah melihat respons positif setelah penerbitan beberapa edisi akhirnya diputuskan menerbitkannya dua kali seminggu.

CERMIN AWARDS menjadi salah satu apresiasi dari saya dan tim yang bekerja di balik layar CERMIN selama lebih dari setahun ini. Apresiasi yang kami berikan tulus untuk para pembuat film yang masih menjunjung tinggi idealisme, para pemberani yang tak takut melontarkan gagasan segar dan menarik, serta para perintis yang selalu bisa melihat bahwa film maupun serial tak sekadar karya hiburan semata.

Inilah 1st CERMIN AWARDS 2023 edisi 10 film dan serial Indonesia terbaik 2023. Judul film disusun berdasarkan alfabet.

1. Budi Pekerti (Sutradara: Wregas Bhanuteja)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Rekata Studio

Budi Pekerti memberi efek serupa seperti ketika kita menonton film asal Filipina John Denver Trending (2019). Kita sadar bahwa kehausan kita soal viralitas akhirnya menjadi senjata yang memangsa kita sendiri.

Ketika kita begitu mudah menghakimi orang yang tak kita kenal di media sosial, apa sesungguhnya yang kita dapatkan? kenapa pula kita begitu mudah menyebarluaskan kebencian untuk sebuah masalah yang sesungguhnya manusiawi dan bisa diselesaikan dengan mudah? Kenapa media sosial justru bisa menjadi alat untuk menghancurkan hidup seseorang?

Wregas Bhanuteja, Sha Ine Febriyanti, Prilly Latuconsina, Angga Yunanda, dan Dwi Sasono mengingatkan kembali pada kita soal menggunakan media sosial untuk hal-hal bermanfaat. Bukan untuk menjatuhkan seseorang apalagi menghancurkan hidup mereka yang dunianya sedang runtuh seperti Prani.

kita bisa terus menyebarkan pesan positif ini secara berantai dari tangan ke tangan, dari mulut ke mulut, dari hati ke hati agar kita tak lagi mudah menyebarkan kebencian untuk viralitas sesaat.

2. Eksil (Sutradara: Lola Amaria)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Lola Amaria Production

Hampir 20 tahun setelah Klayaban dirilis, kita kembali bertemu dengan para eksil dalam film dokumenter panjang karya Lola Amaria berjudul Eksil. Film yang baru saja meraih Piala Citra kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik FFI 2023 itu memperlihatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang apa saja yang dilewati para eksil, dari mana semuanya berawal, bagaimana mereka mengarungi hidup terombang-ambing tanpa identitas, dan akhirnya memutuskan memulai hidup baru sebagai yang terbuang jauh di seberang.

Eksil menjadi dokumen penting dari kelamnya sejarah yang mencoreng negara ini pada masa lalu. Tom Iljas dan Asahan Aidit menjadi salah dua dari sekian narasumber yang bersedia kehidupannya pada masa lalu dikulik kembali, diikuti gerak-geriknya selama beberapa waktu, dan akhirnya bersedia menceritakan segala keresahan, kegalauan juga terutama kerinduan pada kampung halaman di depan kamera.

Sebagai sutradara, tak banyak polesan yang dilakukan Lola Amaria karena materi aslinya sendiri sudah teramat kuat. Dari penuturan para narasumber kita bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi yang terpinggirkan.

3. Gadis Kretek (Sutradara: Kamila Andini, Ifa Isfansyah)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: BASE Entertainment

Dituturkan dalam tiga periode waktu: 1960-an, 1970-an, 2000-an awal memerlukan keterampilan bercerita tertentu. Ratih Kumala menunaikan tugasnya dengan baik ketika menggunakan surat, jurnal, hingga cerita dari tokoh-tokohnya untuk mengantarkan penonton kembali berjalan mundur menyusuri masa lalu. Sayangnya memang tak ada pendekatan inventif dari skenario untuk membuat cerita bergerak bolak-balik dengan lebih lincah.

Gadis Kretek yang dituturkan dengan alur maju mundur sebenarnya cukup efisien tapi narasi yang terlalu banyak (sebagaimana dalam novelnya) justru menjadi kendala. Rasanya sering sekali terlalu banyak informasi yang dimuntahkan dalam satu waktu dan akhirnya sering kali mudah terlewatkan begitu saja. Skenario yang diracik tim penulis yang dikomandoi Tanya Yuson itu bahkan membuat episode perdana berjalan begitu lamban.

Masa 20 menit pertama terasa berjalan seperti 50 menit. Padahal penulis skenario seharusnya merasa tak punya utang apa pun ke materi aslinya (novel). Tugasnya hanya membuat cerita berjalan dengan lancar dan terang benderang, syukur-syukur jika bisa melakukan pendekatan yang segar dan menarik yang berbeda dari novelnya.

4. Ganjil Genap (Sutradara: Bene Dion Rajagukguk)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: MD Pictures

Pertengahan tahun ini jagat sinema Indonesia merilis Ganjil Genap, sebuah adaptasi novel laris dari Almira Bastari. Premisnya biasa saja, mudah sekali ditemukan di tontonan sejenis FTV. Namun rupanya di tangan Bene Dion, Ganjil Genap bisa menjelma menjadi komedi romantis yang segar dengan beberapa pendekatan yang menarik.

Ganjil Genap langsung menarik perhatian dengan opening bertempo cepat, dengan penyuntingan yang lincah dan secara efektif memperkenalkan hubungan antara Gala dan Bara yang sudah berpacaran selama delapan tahun. Meski tak membaca novelnya, Ganjil Genap bisa memberi tahu kita dengan cara yang kreatif bahwa ada masalah dalam hubungan antara Gala dan Bara.

Spark”-nya sudah hilang ternyata dalam empat tahun hubungan mereka. Padahal keduanya menjalani pacaran hingga delapan tahun. Kita pun simpati kepada Gala yang diputuskan oleh Bara begitu saja.

5. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (Sutradara: Yandy Laurens)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Imajinari

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film hadir bak oase di tengah gurun tandus perfilman nasional. Yandy datang dengan sebuah cerita yang meyakinkan saya, juga saya yakin banyak orang, bahwa film Indonesia tak seragam, film Indonesia tak harus diproduksi satu warna. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film tak sekadar berani menyodorkan cerita yang belum pernah dibuat di negeri ini, tapi juga pendekatan sinematik berupa pewarnaan hitam putih hampir sepanjang durasi film.

Kita lantas diajak berkenalan dengan Bagus (Ringgo Agus Rahman yang semakin matang berakting), seorang penulis skenario. Sepanjang kariernya Bagus menulis skenario adaptasi, entah dari sinetron sukses atau materi-materi lainnya.

Pada satu titik dalam hidupnya, Bagus ingin bercerita. Sebuah kisah yang datang dari dirinya. Sebuah kisah romansa. Juga sebuah rencana baginya untuk menjadikannya kado bagi pujaan hatinya.

Dalam kisah yang ditulisnya, Bagus bertemu pujaan hatinya pada sebuah hari biasa di salah satu supermarket. Namanya Hana (dimainkan Nirina Zubir yang berpeluang besar membawa pulang Piala Citra yang kedua tahun depan). Bagus tak berbinar-binar menatap Hana, Hana pun bersikap biasa saja terhadap Bagus. Tapi daya magis film bekerja dalam film ini yang membuat kita tahu ada api yang masih menyala dalam dada Bagus.

6. Kembang Api (Sutradara: Herwin Novianto)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Falcon Pictures

Ketika mengalami penderitaan demi penderitaan tak berkesudahan, apakah kita akan menyerah pada hidup? Ketika melihat seseorang yang mengalami derita berkepanjangan dan ingin menyerah pada hidup, apakah kita akan menghakimi keputusannya?

Ketika melihat seseorang menderita karena sebuah masalah yang tak pernah ditampakkannya, apakah kita akan mengulurkan tangan untuk membantunya?

Kembang Api adalah surat penuh cinta untuk para penyintas bunuh diri. Bahwa berani untuk kembali menatap hidup adalah sebuah keberanian. Bahwa berani untuk bangkit kembali adalah sebuah kekuatan. Bahwa nyala api dalam diri kita masih tetap berkobar untuk juga menyalakan api-api kehidupan di sekitar kita.

7. Onde Mande (Sutradara: Paul Agusta)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Visinema Pictures

Onde Mande datang dengan premis menarik. Salah satu warga yang dituakan di desa Sigiran, Angku Wan, menang sayembara berhadiah uang Rp2 miliar. Angku Wan adalah seseorang yang sangat mencintai desanya.

Ia bahkan menolak merantau ke Jakarta dan membiarkan istri dan anaknya berangkat sendirian. Sebelum menang sayembara, Angku Wan sudah punya banyak rencana untuk membangun desanya. Tapi sayang, sebelum rencananya terlaksana dan sebelum menerima hadiah uang Rp2 miliar, Angku Wan dipanggil Yang Maha Kuasa.

Skenario yang ditulis cemerlang oleh Paul Agusta sendiri bekerja efektif yang membuat Onde Mande tak pernah kehilangan momentum. Sebagai penonton yang bukan orang Minang, saya memahami yang ingin disampaikan oleh Paul.

Bahwa keluarga bukan saja soal mereka yang bertalian darah tapi juga tentang mereka yang pernah membantu kita pada masa-masa sulit, tentang mereka yang selalu ada saat dibutuhkan. Sebagai sesama pembuat film, saya tahu betul bagaimana film ini dibuat dengan hati besar, sebuah persembahan tulus untuk sebuah tempat dari mana kita berasal.

8. Orpa (Sutradara: Theo Rumansara)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto:QUN Films

Orpa menuturkan kisahnya dari sudut pandang Orpa (diperankan dengan menarik oleh pendatang baru, Orsila Murib), gadis remaja yang sesaat lagi lulus SD. Digambarkan sebagai remaja yang cerdas dan suka membaca, Orpa bercita-cita melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun mimpi Orpa tak sesederhana yang bisa dibayangkan oleh kita yang hidup di kota besar. Orpa harus berhadapan dengan dua hal: paksaan dari ayahnya untuk segera menikah dengan lelaki pilihannya, dan ia harus keluar dari desanya untuk menuju ke kota tempat sekolah menengah pertama berada.

Mungkin Theo Rumansara tak berambisi besar bahwa Orpa akan menjadi pembuka mata bagi pemerintah bahwa masalah yang sudah berlangsung selama puluhan tahun di Papua perlu mendapat perhatian segera. Tapi kita yang hidup di kota besar mungkin bisa lebih berempati dan mensyukuri segala fasilitas yang dengan mudah kita dapatkan dan nikmati.

Mungkin juga kita bisa membantu Orpa-Orpa lainnya untuk menemukan jalannya meraih impiannya dengan cara-cara yang kita bisa.

9. Teluh Darah (Sutradara: Kimo Stamboel)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Rapi Films

Teluh Darah menggedor ketakutan dan kengerian penonton secara perlahan. Skenario selalu memberi ruang bagi kita mengintip bagaimana sesungguhnya dendam yang kini berwujud sebagai santet bekerja. Kita menjadi tahu dengan istilah asing seperti buhul dan bagaimana benda itu bisa ditemukan begitu saja dalam rumah dan memicu teror tak berkesudahan dari target dendam.

Kimo Stamboel sebagai sutradara perlu diberi kredit atas kejeliannya dalam memberikan visi yang jelas atas penceritaan, motivasi karakter dan bagaimana cerita ini bergulir perlahan tapi bisa menjaga intensitasnya dengan baik. Terutama memang karena ia membuat pasangan Mikha Tambayong dan Deva Mahenra tampil bahu membahu dengan baik dan membawa cerita ini menuju puncaknya dengan maksimal.

Di luar adegan seks yang berlimpah dan bisa dibaca penonton sebagai “normalisasi hubungan seks pranikah di Indonesia”, Teluh Darah tetap perlu dipujikan sebagai satu dari sangat sedikit serial lokal yang berani membawa ide cerita segar dan menarik (santet dengan bumbu Banyuwangi adalah perpaduan brilian).


10. Women from Rote Island (Sutradara: Jeremias Nyangoen)

CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Indonesia Terbaik 2023

Foto: Langit Terang Sinema

Orpa, ibu Martha, terlalu sibuk mengurus kematian suaminya sehingga ia abai dengan kondisi putri sulungnya itu. Kondisi Martha menjadi isu utama dalam film Women from Rote Island arahan Jeremias Nyangoen.

Orpa juga harus mengurus putri bungsunya, Bertha, yang masih bersekolah. Orpa baru tersadar betapa abainya ia dengan kondisi Martha ketika tahu putrinya itu diperkosa. Tapi bak jatuh tertimpa tangga, Martha yang membela diri dengan menusuk pemerkosanya malah harus menerima hukuman dirantai.

Film sejenis Women from Rote Island jarang sekali dibuat di negeri ini. Memotret isu krusial hari ini dari wilayah paling timur Indonesia, membuat film tersebut penting untuk dicatat. Untungnya memang Jeremias Nyangoen tak saja membuat film ini pentingtapi juga punya kualitas cemerlang.

Saya kira memuji Women from Rote Island sebagai salah satu film Indonesia terbaik dalam 10 tahun terakhir tak berlebihan. Skenarionya solid dengan kelokan-kelokan menarik, penyutradaraan yang subtil, olahan sinematografi yang mencengangkan, juga penataan musik yang menghantui dan sering kali menghipnosis.

Tentu saja, juga penampilan akting luar biasa dari hampir keseluruhan aktornya yang baru untuk pertama kalinya bermain film panjang/bioskop.

Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2100 seconds (0.1#10.140)