Belajar Hidup Bijak dan Bahagia dari King of Stoicism Marcus Aurelius

Selasa, 14 April 2020 - 16:37 WIB
loading...
Belajar Hidup Bijak...
Berpikir dan berperilaku bijak supaya bisa hidup bahagia memang butuh seni tersendiri. Foto/Pexels
A A A
JAKARTA - Menjadi orang bijak, mungkin suatu hal yang setiap orang ingin meraihnya. Tetapi tidak sedikit dari orang yang ingin menjadi bijak, malahan menjadi orang yang sok bijak.

Berpikir bijak bukanlah perkara mudah. Banyak kutipan dan motto hidup bijak yang seakan-akan gampang dipraktikkan, tapi tetap aja, itu hanyalah sebatas kata-kata.

Bijak dalam berperilaku adalah hal yang amat sulit dilakukan. Bahkan orang dewasa pun belum tentu mampu berpikir dan berperilaku bijak.

Nah, untuk belajar bijak, mungkin kita bisa belajar dari Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi yang dianggap sebagai “Lima Kaisar yang Baik” sekaligus "The Philoshoper King". Dia bukan hanya kaisar, tapi juga penganut Stoikisme, aliran mazhab filsafat Yunani kuno.

Belajar Hidup Bijak dan Bahagia dari King of Stoicism Marcus Aurelius

Foto: Daily Stoic

Marcus Aurelius menulis sebuah catatan harian yang kemudian dibukukan dengan judul “Meditations”. Buku ini mengandung banyak ajaran penting untuk hidup dengan bijak. Sekarang, mari kita ulas cara Marcus Aurelius menjalankan kehidupan dengan bijak.

Kehidupan Menurut Marcus Aurelius

“Segala sesuatu—kuda, anggur– diciptakan untuk tugas tertentu, lalu untuk tugas apa engkau diciptakan?”

Marcus beranggapan bahwa semua yang ada di alam semesta punya tugas masing-masing. Lalu apa tugas manusia? Menurutnya, tugas manusia adalah menjadi manusia yang baik. Manusai yang baik ialah selalu mengungkapkan kebenaran tanpa ragu-ragu.

Belajar Hidup Bijak dan Bahagia dari King of Stoicism Marcus Aurelius

Foto:American Magazine

Kehidupan manusia pun punya prinsip-prinsip utama. “Tubuh dan semuanya berubah-ubah bagaikan sungai. Jiwa bagaikan mimpi dan kabut, kehidupan adalah medan perang dan perjalanan yang jauh dari rumah, segala reputasi akan terlupakan,” tulisnya.

Tubuh akan tetap berubah-ubah karena tubuh manusia tidak akan abadi. Tubuh kita menuju kehancuran, dari bayi hingga ke tua.

Sementara jiwa kita yang kebingungan mirip kabut, karena gampang dipengaruhi oleh hal-hal di luar kita. Akhirnya hidup kita hanyalah perang antara diri kita sendiri dan kehidupan di luar. Reputasi atau status tidak benar-benar berguna. Kesombongan akan membawa menuju kehancuran.

Kebahagiaan

Setelah memaknai kehidupan, kita perlu melanjutkan ke taraf hidup bahagia. Dalam ajaran Stoikisme, kebahagiaan bergantung pada cara kita menyikapi kehidupan. Kebahagiaan tidak sekadar mencari kesenangan, karena kebahagiaan dari kesenangan selalu berubah-ubah dengan suasana hati kita.

Belajar Hidup Bijak dan Bahagia dari King of Stoicism Marcus Aurelius

Foto:Inspiration Feed

Kebahagiaan sebenarnya adalah saat kita terbebas dari hal-hal yang mengikat kita. Mengikat di sini bukan mengacu pada peraturan, tapi sesuatu seperti harapan berlebih yang membuat kita tidak bisa bebas bertindak. Gunakan harapan sebagai motivasi, bukan sesuatu yang mengikat diri.

Sementara untuk mencapai kebahagiaan, caranya adalah dengan bersyukur atas segala yang kita miliki. Setiap orang sudah memiliki jalannya masing-masing. Kalau kita mencoba mengkuti jalan takdir kita, dari situlah kebahagiaan akan muncul pada hidup kita.

Rasa Sakit

Kehidupan seorang manusia tidak bisa jauh dari perasaan negatif seperti rasa tersakiti. Marcus berkata, “"Adalah nasib burukku semua ini terjadi padaku". Jangan begitu, harusnya kau katakan "Adalah nasib baikku, meskipun semua ini terjadi padaku aku dapat menanggungnya tanpa rasa sakit, baik itu kehancuran pada masa kini maupun ketakutan akan masa depan.""
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2374 seconds (0.1#10.140)