Selalu Butuh Validasi dari Orang Lain, Wajar atau Tidak?
Sabtu, 12 Februari 2022 - 08:08 WIB
Sama halnya dengan Tri Afif, pekerja berusia 18 tahun, yang pernah merasakan haus validasi sebelum memutuskan untuk bekerja. Tri yang saat itu sedang berkuliah nekat untuk berhenti agar mendapatkan pengakuan dari sang pacar.
“Kakak gue nawarin kerjaan yang sebelumnya ditawarin ke gue. Waktu kedua kali itu, gue enggak nolak karena gue enggak mau kalah sama orang yang dibanggain pacar gue itu. Itu sih menurut gue, haus bangetnya,” cerita Tri.
Foto:buddingpsychologists.org
Untuk saat ini, Tri berusaha untuk tidak berekspektasi soal apa pun. Walaupun begitu, Tri mengaku bahwa validasi yang dia rasakan membuatnya menjadi lebih baik. Keputusan yang diambilnya dahulu menjadi salah satu alasan yang memotivasinya dalam mengembangkan diri.
Tri juga berpendapat bahwa haus validasi memiliki pengaruh yang positif. “Menurut gue, positif. Jarang orang-orang yang haus validasi ujungnya negatif. Kecuali kalo emang pingin ngejar viral aja. Mereka mau dibilang ‘keren’ makanya ngelakuin hal yang enggak banget,” ungkap Tri.
Wajar atau Tidak?
Menurut Tiara, wajar atau tidaknya validasi hanya bisa dilihat dari cara pandang seseorang terhadap masalah yang menimpanya. “Jadi intinya di kondisi ketika seseorang itu sudah melakukan apa pun yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalahnya. Ketika dia membutuhkan validasi, emosi yang dirasakan itu memang wajar dia rasakan, berarti validasi itu tidak masalah.” tutur Tiara.
Baca Juga: 3 Hal Paling Mengecewakan dalam All of Us Are Dead
Namun tidak baik juga kalau terus-menerus bergantung pada validasi orang lain. Jika sudah menganggu orang lain, membuat tidak nyaman diri sendiri, bahkan tidak lagi memperhatikan diri sendiri, maka dapat dikatakan keinginan memperoleh validasi sudah membawa dampak negatif dalam kehidupanmu.
GenSINDO
Shella Mapuji Rellang
Univesitas Negeri Jakarta
“Kakak gue nawarin kerjaan yang sebelumnya ditawarin ke gue. Waktu kedua kali itu, gue enggak nolak karena gue enggak mau kalah sama orang yang dibanggain pacar gue itu. Itu sih menurut gue, haus bangetnya,” cerita Tri.
Foto:buddingpsychologists.org
Untuk saat ini, Tri berusaha untuk tidak berekspektasi soal apa pun. Walaupun begitu, Tri mengaku bahwa validasi yang dia rasakan membuatnya menjadi lebih baik. Keputusan yang diambilnya dahulu menjadi salah satu alasan yang memotivasinya dalam mengembangkan diri.
Tri juga berpendapat bahwa haus validasi memiliki pengaruh yang positif. “Menurut gue, positif. Jarang orang-orang yang haus validasi ujungnya negatif. Kecuali kalo emang pingin ngejar viral aja. Mereka mau dibilang ‘keren’ makanya ngelakuin hal yang enggak banget,” ungkap Tri.
Wajar atau Tidak?
Menurut Tiara, wajar atau tidaknya validasi hanya bisa dilihat dari cara pandang seseorang terhadap masalah yang menimpanya. “Jadi intinya di kondisi ketika seseorang itu sudah melakukan apa pun yang bisa dilakukan dalam menyelesaikan masalahnya. Ketika dia membutuhkan validasi, emosi yang dirasakan itu memang wajar dia rasakan, berarti validasi itu tidak masalah.” tutur Tiara.
Baca Juga: 3 Hal Paling Mengecewakan dalam All of Us Are Dead
Namun tidak baik juga kalau terus-menerus bergantung pada validasi orang lain. Jika sudah menganggu orang lain, membuat tidak nyaman diri sendiri, bahkan tidak lagi memperhatikan diri sendiri, maka dapat dikatakan keinginan memperoleh validasi sudah membawa dampak negatif dalam kehidupanmu.
GenSINDO
Shella Mapuji Rellang
Univesitas Negeri Jakarta
(ita)
tulis komentar anda