Mengulik Alasan Logis di Balik Manjurnya Ramalan Astrologi
Selasa, 12 Mei 2020 - 20:00 WIB
Efek Forer, sesuai dengan namanya, dikemukakan oleh seorang psikolog asal Amerika Serikat bernama Bertram R. Forer dalam penelitiannya yang bertajuk “The Fallacy of Personal Validation: A Classroom Demonstration of Gullibility”.
Efek ini pada dasarnya memberi pendengar apa yang ingin mereka dengar atau ekspektasikan.Penelitian ini diadakan oleh Forer pada 1948 melalui sebuah tes kepribadian yang ia berikan kepada murid-muridnya.
Masing-masing siswa diberikan soal analisis berisi 13 deskripsi kepribadian yang seragam dan bersifat general, yang ia salin dari kolom astrologi di koran tanpa diketahui oleh para respondennya.
Selanjutnya, para siswa kemudian diminta untuk mengevaluasi 13 deskripsi tersebut dengan memberikan skala nol yang artinya benar-benar gak akurat sampai dengan skala lima yang artinya sempurna.
Foto: Maura Dwyer/The Atlantic
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai dari evaluasi yang diberikan oleh para siswa memiliki rata-rata nilai sebesar 4,26. Bahkan, ketika tes ini diulang ratusan kali setelahnya, nilai rata-rata yang diperoleh juga tetap berada pada angka 4,2.
Artinya, penelitian ini berhasil menjelaskan bahwa banyak orang mudah tertipu oleh daya muslihat astrologi.
Bayangin aja, masa, sih, dari 13 deskripsi kepribadian yang isinya sama persis bisa mendapatkan hasil yang akurat dari para siswa? Padahal tes kepribadian itu diisi oleh banyak orang yang tentunya memiliki karakter atau kepribadian yang beragam.
Nah, jadi Forer menjelaskan bahwa umumnya, jenis tes kepribadian sering kali bersifat universal dan berlaku untuk semua orang.
Makanya, banyak orang mudah tertipu karena merasa deskripsi kepribadian yang mereka terima adalah informasi khusus tentang dirinya, padahal sebenarnya, informasi tersebut bersifat umum dan siapapun bisa merasakan hal yang sama.
Silmi safriyantini
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @silmisafr
Lihat Juga: Mengenal Post-concert Depression, Perasaan Hampa yang Muncul usai Nonton Konser dan Cara Mengatasinya
Efek ini pada dasarnya memberi pendengar apa yang ingin mereka dengar atau ekspektasikan.Penelitian ini diadakan oleh Forer pada 1948 melalui sebuah tes kepribadian yang ia berikan kepada murid-muridnya.
Masing-masing siswa diberikan soal analisis berisi 13 deskripsi kepribadian yang seragam dan bersifat general, yang ia salin dari kolom astrologi di koran tanpa diketahui oleh para respondennya.
Selanjutnya, para siswa kemudian diminta untuk mengevaluasi 13 deskripsi tersebut dengan memberikan skala nol yang artinya benar-benar gak akurat sampai dengan skala lima yang artinya sempurna.
Foto: Maura Dwyer/The Atlantic
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai dari evaluasi yang diberikan oleh para siswa memiliki rata-rata nilai sebesar 4,26. Bahkan, ketika tes ini diulang ratusan kali setelahnya, nilai rata-rata yang diperoleh juga tetap berada pada angka 4,2.
Artinya, penelitian ini berhasil menjelaskan bahwa banyak orang mudah tertipu oleh daya muslihat astrologi.
Bayangin aja, masa, sih, dari 13 deskripsi kepribadian yang isinya sama persis bisa mendapatkan hasil yang akurat dari para siswa? Padahal tes kepribadian itu diisi oleh banyak orang yang tentunya memiliki karakter atau kepribadian yang beragam.
Nah, jadi Forer menjelaskan bahwa umumnya, jenis tes kepribadian sering kali bersifat universal dan berlaku untuk semua orang.
Makanya, banyak orang mudah tertipu karena merasa deskripsi kepribadian yang mereka terima adalah informasi khusus tentang dirinya, padahal sebenarnya, informasi tersebut bersifat umum dan siapapun bisa merasakan hal yang sama.
Silmi safriyantini
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @silmisafr
Lihat Juga: Mengenal Post-concert Depression, Perasaan Hampa yang Muncul usai Nonton Konser dan Cara Mengatasinya
(it)
tulis komentar anda