Kebahagiaan, Sebuah Tujuan atau Perjalanan?

Senin, 30 November 2020 - 18:30 WIB
Kebahagiaan itu harapan semua orang. Foto/Bradaronson
JAKARTA - Kebahagiaan didefinisikan sebagai kondisi pemenuhan dan kegembiraan yang bertahan lama, dimana individu merasa positif tentang hidup mereka dan telah menemukan makna dari keberadaan mereka.

Di luar definisi ini, kebahagiaan hampir tidak dialami sebagai keadaan stabil atau pun permanen dalam kehidupan nyata. Inilah alasan mengapa orang sering kali yakin bahwa mereka akan menemukan kebahagiaan begitu mereka mencapai tonggak penting, baik dalam karier mereka atau dalam kehidupan pribadi.

Mari kita berpikir tentang hal ini, banyak dari kita hari Minggu merupakan hari yang sangat kita tunggu-tunggu. Kita bekerja seminggu untuk menunggu hari ini. Pada hari Minggu, kita akhirnya akan beristirahat dan menemukan kebahagiaan.

Tapi kalau hari Minggu datang, kita jadi resah karena hari senin harus bekerja lagi. Perasaan ini begitu meresap dan bisa disebut sebagai "Sunday Blues". Tapi bisakah kita memutus lingkaran setan dan sepertinya tidak terhindarkan ini?





Foto: The Trumpet



Menurut penulis dan penyair Italia Giacomo Leopardi, momen paling membahagiakan dalam seminggu adalah malam hari yang mengantisipasi hari raya. Dalam puisinya Il sabato del villaggio (Diterjemahkan: Sabtu malam di desa), pada malam hari penduduk desa kecil bermimpi keesokan harinya: pesta akan berlangsung di alun-alun utama dan mereka semua akan berpartisipasi.

Sementara wanita muda berjalan dengan ringan,perempuan tua itu mengingat masa mudanya. Tukang kayu bekerja lebih giat dan ulet karena sebentar lagi dia akan punya waktu untuk istirahat.

Tetapi ketika hari raya tiba, penduduk desa kecil itu kembali memikirkan pekerjaan mereka yang biasa. Meski tampak seperti paradoks, Leopardi memberi tahu kita bahwa orang-orang bahagia ketika mereka menunggu kebahagiaan mereka datang.

Selain itu dalam puisi Felicità raggiunta (Diterjemahkan: Kebahagiaan dicapai), Eugenio Montale - penyair Italia lainnya - menggambarkan kebahagiaan sebagai kondisi memudar yang setelah dicapai, segera lenyap.

Dalam kata-katanya, kita seperti anak kecil dengan balon berwarna: makhluk paling bahagia di Bumi. Tapi balon-balon itu akan segera menyelinap melalui jari-jari kita yang lemah dan menghilang ke langit.

Pada titik ini, segala sesuatu tampaknya menunjukkan bahwa kebahagiaan hanyalah fantasi yang mengungkapkan sifat ilusinya tepat ketika manusia menerimanya.

Tetapi bagaimana jika, sebaliknya, Giacomo Leopardi dan Eugenio Montale mencoba memberi tahu bahwa kita mencari kebahagiaan di tempat yang salah?

Orang-orang bahagia ketika mereka menunggu kebahagiaan mereka datang. Kebahagiaan bisa ditemukan dalam perjalanan yang dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri.

Alih-alih membayangkan kebahagiaan sebagai tujuan akhir dan tetap yang harus dicapai, kita lebih baik membayangkannya sebagai kekuatan yang mendorong kita menuju tujuan.

Untuk menjelaskan perbedaan ini, psikolog membedakan antara nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Contoh yang pertama adalah mendapatkan promosi atau menemukan hubungan yang sempurna, menjadi terkenal atau kaya.

Bahkan keinginan yang disebutkan di atas untuk hari Minggu dapat digambarkan sebagai tujuan eksternal. Contoh yang terakhir adalah memperoleh pengembangan pribadi atau rasa memiliki.

Menariknya, literatur ekstensif menunjukkan bahwa ketika individu difokuskan pada pencapaian tujuan eksternal, mereka secara drastis kehilangan minat dalam aktivitas intrinsik yang mereka lakukan untuk mengejar tujuan tersebut.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. SINDOnews.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More