Review Film Gilingan: Bisnis dengan Nasi Tetap Bisa Basi kalau Tidak Bisa Beradaptasi
Rabu, 17 Januari 2024 - 13:54 WIB
Foto: IKJ
Berkurangnya lahan pertanian ini membuat produksi padi menurun. Secara tidak langsung berdampak juga pada usaha penggilingan padi. Ongkos penggilingan padi terasa lebih berat karena penghasilan berkurang tetapi ongkos gilingnya sama.
Tak heran banyak petani yang kemudian mencari penggilingan yang bisa menawarkan harga lebih murah walaupun ilegal. Pemilik penggilingan seperti Bagas dalam film ini benar-benar harus berusaha keras untuk bersaing.
Peralatannya yang sudah tua dan perlu diganti membuatnya lebih tertinggal. Kalau tidak ada inovasi baru, penggilingan warisan almarhum ayahnya ini harus gulung tikar.
Penutupan penggilingan bukanlah hal yang terlalu merisaukan bagi Bagas yang memiliki pekerjaan di Jakarta. Dia memang sudah terpikir untuk menjualnya saja dan membawa adiknya yang masih usia sekolah ke Jakarta.
Dua orang pekerja penggilingan juga tidak menjadi prioritas buat Bagas. Bagas lebih berpikir praktis sementara adiknya lebih emosional karena ayahnya telah berpesan untuk mempertahankan usaha kecilnya itu.
Mereka berdua menawarkan ide ini ke beberapa sekolah dan ternyata disambut dengan baik. Penggilingan itu akhirnya kembali beroperasi walaupun padi yang digiling tak sebanyak dulu lagi.
Pemasukan mereka didapatkan dari kunjungan anak-anak untuk mendapatkan pengetahuan tentang makanan pokok itu. Anak-anak yang datang bertambah wawasan dan gembira karena bisa belajar di luar kelas.
O ya, dialog dalam film berlatar tempat di Yogyakarta ini kebanyakan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Buat penonton yang kurang paham bahasa Jawa perlu terjemahan untuk dapat mengerti yang disampaikan. Namun, secara garis besar idenya dapat dipahami dengan mudah.
Sylvana Hamaring
Penulis yang suka membaca dan menonton film. Karya fiksinya terbit setiap minggu di sebuah media anak terkenal. Bisa dihubungi via Instagram @anahamaring
Berkurangnya lahan pertanian ini membuat produksi padi menurun. Secara tidak langsung berdampak juga pada usaha penggilingan padi. Ongkos penggilingan padi terasa lebih berat karena penghasilan berkurang tetapi ongkos gilingnya sama.
Tak heran banyak petani yang kemudian mencari penggilingan yang bisa menawarkan harga lebih murah walaupun ilegal. Pemilik penggilingan seperti Bagas dalam film ini benar-benar harus berusaha keras untuk bersaing.
Peralatannya yang sudah tua dan perlu diganti membuatnya lebih tertinggal. Kalau tidak ada inovasi baru, penggilingan warisan almarhum ayahnya ini harus gulung tikar.
Penutupan penggilingan bukanlah hal yang terlalu merisaukan bagi Bagas yang memiliki pekerjaan di Jakarta. Dia memang sudah terpikir untuk menjualnya saja dan membawa adiknya yang masih usia sekolah ke Jakarta.
Dua orang pekerja penggilingan juga tidak menjadi prioritas buat Bagas. Bagas lebih berpikir praktis sementara adiknya lebih emosional karena ayahnya telah berpesan untuk mempertahankan usaha kecilnya itu.
Ide Cemerlang Sesuai Tuntutan Zaman
Bagas yang putus asa akhirnya mendapat ide cemerlang untuk memperkenalkan proses penggilingan padi kepada anak-anak usia sekolah. Apabila program ini berjalan dengan baik, Bagas tak perlu menjual usaha penggilingan itu. Laras si adik pun menyambut gembira ide ini.Mereka berdua menawarkan ide ini ke beberapa sekolah dan ternyata disambut dengan baik. Penggilingan itu akhirnya kembali beroperasi walaupun padi yang digiling tak sebanyak dulu lagi.
Pemasukan mereka didapatkan dari kunjungan anak-anak untuk mendapatkan pengetahuan tentang makanan pokok itu. Anak-anak yang datang bertambah wawasan dan gembira karena bisa belajar di luar kelas.
O ya, dialog dalam film berlatar tempat di Yogyakarta ini kebanyakan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Buat penonton yang kurang paham bahasa Jawa perlu terjemahan untuk dapat mengerti yang disampaikan. Namun, secara garis besar idenya dapat dipahami dengan mudah.
Sylvana Hamaring
Penulis yang suka membaca dan menonton film. Karya fiksinya terbit setiap minggu di sebuah media anak terkenal. Bisa dihubungi via Instagram @anahamaring
(ita)
tulis komentar anda