Diskriminasi, Mengapa Ada dan Terus Terulang?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Belakangan ini, kita sering mendengar kasus-kasus mengenai diskriminasi. Tapi, sebenarnya, apa, sih, diskriminasi itu?
Mengutip dari Amnesty International, LSM swasta yang fokus pada isu hak asasi manusia (HAM), diskriminasi adalah ketika seseorang tidak dapat menikmati hak asasi manusianya atau hak-hak hukum lainnya atas dasar kesetaraan dengan orang lain, karena perbedaan yang tidak dapat dibenarkan, yang dibuat dalam kebijakan, hukum, atau perlakuan.
Aslinya, kita semua punya hak untuk diperlakukan secara setara, gak pandang ras, suku, kelas sosial, agama, jenis kelamin, atau status lainnya.
Sayangnya, sering banget kita lihat atau dengar ada orang-orang yang mendapat ketidakadilan di lingkungannya, cuma gara-gara mereka dianggap sebagai bagian dari kelompok yang “berbeda” dan posisinya gak kuat atau jadi minoritas di lingkungannya.
Foto: afdinternational.org
Contohnya, seseorang atau sebuah keluarga merantau ke daerah yang jauh dari kampungnya. Di daerah baru tersebut, keluarga itu mendapat perlakuan yang gak menyenangkan. Mereka gak diterima oleh sekitarnya dan gak mendapat layanan kesehatan karena sukunya bukan berasal dari daerah itu.
Diskriminasi gender juga sering kali terjadi. Dalam suatu organisasi, terkadang ada peraturan yang mengesankan bahwa perempuan gak bisa menjadi pemimpin organisasi tersebut, sepotensial apa pun dirinya.
Yang berhak menjadi pemimpin cuma laki-laki. Hal ini membatasi kebebasan perempuan dalam mengembangkan kemampuannya.
Kasus-kasus ini dekat dengan kita. Apalagi Indonesia adalah negara yang penduduknya beragam dari banyak segi, jadi peluang terjadinya kasus diskriminasi terbuka lebar, dan terus berulang.
Foto: Getty Images
Pertanyaannya, mengapa bisa terus berulang?
Andi Muhammad Rezaldy, staf Divisi Pembelaan HAM di LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menjelaskan bahwa diskriminasi bermula dari adanya prasangka, dan terulang karena prasangka dibiarkan tumbuh berkembang.
“Dari prasangka itu berubah ke dalam bentuk tindakan. Prasangka itu maksudnya sikap negatif kita dalam berpikir terhadap individu atau kelompok tertentu tanpa dasar alasan yang benar,” jelas Andi.
Dilanggengkan Kebijakan
Masih menurut Andi, prasangka bisa muncul dari berbagai sumber, salah satunya dari faktor lingkungan.
“Setiap dari diri kita, saya percaya awalnya tidak memiliki prasangka buruk atau menaruh kebencian terhadap kelompok tertentu, tapi karena adanya faktor lingkungan atau eksternal, sikap kebencian itu dapat timbul dan tumbuh dengan sendirinya,” ujarnya.
Selain itu, ada juga teori kambing hitam, yang pada intinya karena rasa kecewa atau frustasinya yang gak bisa diekspresikan, maka ia arahkan pada target yang dianggap rentan dan lemah.
Foto: fedemploymentlaw.com
Andi jugamenuturkan bahwa beberapa kebijakan negara juga melanggengkan diskriminasi itu terjadi.
“Sebagai contoh, ada temuan Komnas Perempuan, yaitu terdapat 421 perda yang diskriminatif dan merugikan perempuan. Bentuknya pembatasan ekspresi, pembatasan identitas, dan memosisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki,” tegas Andi.
Mengutip dari Amnesty International, LSM swasta yang fokus pada isu hak asasi manusia (HAM), diskriminasi adalah ketika seseorang tidak dapat menikmati hak asasi manusianya atau hak-hak hukum lainnya atas dasar kesetaraan dengan orang lain, karena perbedaan yang tidak dapat dibenarkan, yang dibuat dalam kebijakan, hukum, atau perlakuan.
Aslinya, kita semua punya hak untuk diperlakukan secara setara, gak pandang ras, suku, kelas sosial, agama, jenis kelamin, atau status lainnya.
Sayangnya, sering banget kita lihat atau dengar ada orang-orang yang mendapat ketidakadilan di lingkungannya, cuma gara-gara mereka dianggap sebagai bagian dari kelompok yang “berbeda” dan posisinya gak kuat atau jadi minoritas di lingkungannya.
Foto: afdinternational.org
Contohnya, seseorang atau sebuah keluarga merantau ke daerah yang jauh dari kampungnya. Di daerah baru tersebut, keluarga itu mendapat perlakuan yang gak menyenangkan. Mereka gak diterima oleh sekitarnya dan gak mendapat layanan kesehatan karena sukunya bukan berasal dari daerah itu.
Diskriminasi gender juga sering kali terjadi. Dalam suatu organisasi, terkadang ada peraturan yang mengesankan bahwa perempuan gak bisa menjadi pemimpin organisasi tersebut, sepotensial apa pun dirinya.
Yang berhak menjadi pemimpin cuma laki-laki. Hal ini membatasi kebebasan perempuan dalam mengembangkan kemampuannya.
Kasus-kasus ini dekat dengan kita. Apalagi Indonesia adalah negara yang penduduknya beragam dari banyak segi, jadi peluang terjadinya kasus diskriminasi terbuka lebar, dan terus berulang.
Foto: Getty Images
Pertanyaannya, mengapa bisa terus berulang?
Andi Muhammad Rezaldy, staf Divisi Pembelaan HAM di LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menjelaskan bahwa diskriminasi bermula dari adanya prasangka, dan terulang karena prasangka dibiarkan tumbuh berkembang.
“Dari prasangka itu berubah ke dalam bentuk tindakan. Prasangka itu maksudnya sikap negatif kita dalam berpikir terhadap individu atau kelompok tertentu tanpa dasar alasan yang benar,” jelas Andi.
Dilanggengkan Kebijakan
Masih menurut Andi, prasangka bisa muncul dari berbagai sumber, salah satunya dari faktor lingkungan.
“Setiap dari diri kita, saya percaya awalnya tidak memiliki prasangka buruk atau menaruh kebencian terhadap kelompok tertentu, tapi karena adanya faktor lingkungan atau eksternal, sikap kebencian itu dapat timbul dan tumbuh dengan sendirinya,” ujarnya.
Selain itu, ada juga teori kambing hitam, yang pada intinya karena rasa kecewa atau frustasinya yang gak bisa diekspresikan, maka ia arahkan pada target yang dianggap rentan dan lemah.
Foto: fedemploymentlaw.com
Andi jugamenuturkan bahwa beberapa kebijakan negara juga melanggengkan diskriminasi itu terjadi.
“Sebagai contoh, ada temuan Komnas Perempuan, yaitu terdapat 421 perda yang diskriminatif dan merugikan perempuan. Bentuknya pembatasan ekspresi, pembatasan identitas, dan memosisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki,” tegas Andi.