Mengenal Rochester, si 'Kota Tuli' di New York
loading...
A
A
A
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara adidaya yang sejak 1999 sangat ramah terhadap penyandang disabilitas. Ibu kota AS, Washington, D.C., juga menjadi salah satu kota paling ramah disabilitas di dunia.
Nah, selain Washington, D.C., ada juga Rochester, kota kecil yang berada di negara bagian New York . Melansir The Hearing Review ,National Technical Institute for the Deaf(NTID) di Rochester Institute of Technology (RIT) pernah melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa Rochester punya populasi per kapita penyandang tuli terbesar di antara mereka yang berusia 18 hingga 64 tahun.
Surya Sahetapy , seorang aktivis tuli asal Indonesia yang kini melanjutkan studi di RIT, berpendapat bahwa Rochester juga merupakan kota yang hangat untuk penyandang disabilitas , khususnya teman tuli. Bahkan, kota sepi ini juga dikenal sebagai kota tuli karena banyaknya penyandang tuli yang tinggal di sana.
“Mahasiswa tuli di Rochester (ada) sekitar 1.200 di kampus saya (RIT),” ungkap Surya dalam acara daring @America, Kamis (29/4), “Ada 90 ribu orang tuli di kota ini,” lanjutnya.
Foto: syracuse.com
Sejalan dengan populasi tuli di Rochester, akses disabilitas yang diberikan pun sudah memadai. Kebanyakan, fasilitas-fasilitas yang diberikan terkait dengan bantuan komunikasi dan pendidikan bahasa isyarat Amerika, American Sign Language (ASL).
Baca Juga: Penting! Jangan Katakan Ini ke Penyandang Disabilitas
Sebagai seorang muslim yang juga tengah menjalani ibadah puasa, Surya merasa akses untuk umat muslim yang menyandang tuli membuatnya merasa nyaman. “Sebelum salat, bisa kita beritahukan akses apa yang kita butuhkan. Ini lokasinya ada di kampus,” jelasnya.
Sedangkan untuk akses bermasyarakat di luar kampus, aktivis muda ini pun rupanya tak dihadang kesulitan berat. Sebab, banyak masyarakat dengar yang paham akan bahasa isyarat dasar, termasuk beberapa polisi dan orang-orang yang bertugas secara publik.
“Kalau mereka tidak bisa bahasa isyarat, kami pakai tulisan. Memang, tidak semua orang bisa bahasa isyarat, tapi mereka sudah mengenal (bahasa isyarat),” kata Surya.
Foto:Instagram @suryasahetapy
Ruang publik seperti kafe atau restoran pun tidak menyulitkan teman-teman tuli yang ingin memesan. Biasanya, di sana terdapat menu yang bisa ditandai atau sekadar ditunjuk untuk memberitahu pelayan tentang menu yang dipesan.
“Selama pandemi, kami tidak pergi ke mana pun. Kami hanya pesan makanan lewat handphone, lalu pick up di restoran sambil menunjukkan apa yang kami pesan,” tambahnya.
Baca Juga: Sejarah Pulpen, Alat Tulis yang Sering Mendadak Hilang
Rochester tidak ramai seperti New York City (NYC). Jarak antara keduanya pun cukup jauh, sekitar enam jam dengan jalur darat. Kota tuli ini pada dasarnya lebih dekat ke Kanada. Ini juga yang membuat Rochester tak punya banyak transportasi umum.
Mengatasi kendala transportasi ini, terutama untuk membeli kebutuhan sehari-hari, Surya mengatakan lebih sering menumpang pada teman yang mempunyai kendaraan untuk belanja bersama. “Saya biasanya nebeng teman untuk belanja kebutuhan,” ujarnya.
Sevilla Nouval Evanda
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @vandailla
Nah, selain Washington, D.C., ada juga Rochester, kota kecil yang berada di negara bagian New York . Melansir The Hearing Review ,National Technical Institute for the Deaf(NTID) di Rochester Institute of Technology (RIT) pernah melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa Rochester punya populasi per kapita penyandang tuli terbesar di antara mereka yang berusia 18 hingga 64 tahun.
Surya Sahetapy , seorang aktivis tuli asal Indonesia yang kini melanjutkan studi di RIT, berpendapat bahwa Rochester juga merupakan kota yang hangat untuk penyandang disabilitas , khususnya teman tuli. Bahkan, kota sepi ini juga dikenal sebagai kota tuli karena banyaknya penyandang tuli yang tinggal di sana.
“Mahasiswa tuli di Rochester (ada) sekitar 1.200 di kampus saya (RIT),” ungkap Surya dalam acara daring @America, Kamis (29/4), “Ada 90 ribu orang tuli di kota ini,” lanjutnya.
Foto: syracuse.com
Sejalan dengan populasi tuli di Rochester, akses disabilitas yang diberikan pun sudah memadai. Kebanyakan, fasilitas-fasilitas yang diberikan terkait dengan bantuan komunikasi dan pendidikan bahasa isyarat Amerika, American Sign Language (ASL).
Baca Juga: Penting! Jangan Katakan Ini ke Penyandang Disabilitas
Sebagai seorang muslim yang juga tengah menjalani ibadah puasa, Surya merasa akses untuk umat muslim yang menyandang tuli membuatnya merasa nyaman. “Sebelum salat, bisa kita beritahukan akses apa yang kita butuhkan. Ini lokasinya ada di kampus,” jelasnya.
Sedangkan untuk akses bermasyarakat di luar kampus, aktivis muda ini pun rupanya tak dihadang kesulitan berat. Sebab, banyak masyarakat dengar yang paham akan bahasa isyarat dasar, termasuk beberapa polisi dan orang-orang yang bertugas secara publik.
“Kalau mereka tidak bisa bahasa isyarat, kami pakai tulisan. Memang, tidak semua orang bisa bahasa isyarat, tapi mereka sudah mengenal (bahasa isyarat),” kata Surya.
Foto:Instagram @suryasahetapy
Ruang publik seperti kafe atau restoran pun tidak menyulitkan teman-teman tuli yang ingin memesan. Biasanya, di sana terdapat menu yang bisa ditandai atau sekadar ditunjuk untuk memberitahu pelayan tentang menu yang dipesan.
“Selama pandemi, kami tidak pergi ke mana pun. Kami hanya pesan makanan lewat handphone, lalu pick up di restoran sambil menunjukkan apa yang kami pesan,” tambahnya.
Baca Juga: Sejarah Pulpen, Alat Tulis yang Sering Mendadak Hilang
Rochester tidak ramai seperti New York City (NYC). Jarak antara keduanya pun cukup jauh, sekitar enam jam dengan jalur darat. Kota tuli ini pada dasarnya lebih dekat ke Kanada. Ini juga yang membuat Rochester tak punya banyak transportasi umum.
Mengatasi kendala transportasi ini, terutama untuk membeli kebutuhan sehari-hari, Surya mengatakan lebih sering menumpang pada teman yang mempunyai kendaraan untuk belanja bersama. “Saya biasanya nebeng teman untuk belanja kebutuhan,” ujarnya.
Sevilla Nouval Evanda
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @vandailla
(ita)