Belajar dari Finlandia untuk Hapus Bullying di Sekolah

Senin, 15 Maret 2021 - 19:00 WIB
loading...
Belajar dari Finlandia...
Perisakan kerap terjadi di sekolah, dan sering tak ditangani dengan baik. Foto/Getty Images
A A A
JAKARTA - Perisakan (bullying) menjadi salah satu fenomena yang sering muncul dalam kehidupan anak usia sekolah. Belakangan, kasus ini pun mengguncang dunia hiburan dan olahraga di Korea Selatan.

Di Indonesia, pada 2019 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak di dunia pendidikan sebanyak 153 kasus kekerasan. Kasus itu terdiri dari anak korban kebijakan, anak korban kekerasan fisik dan perisakan.

Di Finlandia, Hannah Gaffney dalam jurnal yang ditulisnya menyebut bahwa negara tersebut mengembangkan program KiVa untuk mengatasi aksi perisakan di sekolah.

Belajar dari Finlandia untuk Hapus Bullying di Sekolah

Foto:KIUSAAMINEN on VÄKIVALTAA

Mengutip dari buku “Teach Like Finland” karya Timothy D. Walker, KiVa merupakan singkatan dari Kiusaamista Vastaan(melawan perisakan). KiVa bisa juga berarti “baik”.

Program KiVa sudah diterapkan di 90% sekolah di Finlandia. KiVa terdiri dari berbagai langkah yang jelas untuk diikuti ketika kejadian perisakan sepertinya akan terjadi. Langkah-langkah itu didukung bantuan seperti perangkat lunak komputer.

Baca Juga: Merasa Kurang Termotivasi? Yuk, Cek tentang Motivasi Intrinsik

Pengaduan

Katakanlah seorang peserta didik merasa temannya melakukan sesuatu yang dianggap sebagai aksi perisakan, misalnya dianggap outcast atau tidak dianggap bagian dari lingkaran pertemanan. Dia bisa meminta pertemuan KiVa dengan guru. Proses ini juga dibantu oleh para pengamat, seperti guru dan teman lainnya yang mengamati perilaku mirip perisakan.

Folder Khusus KiVa

Selanjutnya, guru dan peserta didik mengisi formulir untuk melakukan negosiasi. Formulir tersebut diletakan pada folder khusus yang dimonitor oleh tim guru KiVa dan satu tim peserta didik yang lebih tua, yang sudah dilatih untuk menangani permasalahan ini.

Sesi Negosiasi

Tahap ini dilakukan di ruang kelas yang tidak digunakan selama istirahat. Guru, kedua pihak (yang melapor dan yang dirasa melakukan sesuatu yang dianggap aksi perisakan), dan peserta didik yang lebih tua akan bertemu.

Selama sesi negosiasi, kedua pihak dipersilahkan untuk menceritakan sudut pandang masing-masing. Selanjutnya, para fasilitator bertanya kepada kedua pihak agar merefleksikan perilaku mereka.

Belajar dari Finlandia untuk Hapus Bullying di Sekolah

Foto: iStock

Dalam KiVa, peserta didik difokuskan pada masalah yang ada dan cara mereka berperilaku dan dapat berperilaku secara berbeda. Tujuannya agar peserta didik dapat mengidentifikasi solusi untuk mencegah permasalahan tersebut. Pada akhir sesi, satu pihak berjanji untuk melakukan pencegahan, yang ditulis oleh fasilitator KiVa.

Tindak Lanjut

Dua minggu setelah sesi negosiasi, diadakan pertemuan untuk menindaklanjuti kedua belah pihak. Jika pada pertemuan ini masih ada masalah, maka fasilitator ditambah, dan orang tua kedua pihak diberitahu.

Baca Juga: 5 Drama Korea Favorit Penonton Internasional, tapi Ratingnya Rendah di Korea

Vanessa A. Green dalam jurnalnya menyatakan tujuan KiVa adalah membuat peserta didik sadar akan bahaya perisakan. Mereka dibuat agar tidak menjadi saksi pasif saat melihat temannya menjadi korban perisakan. Mereka pun menjadi tahu cara menghadapi pelaku perisakan dibanding harus menjadi pengikutnya.

Septi Kurnia
Kontributor GenSINDO
Universitas Negeri Jakarta
Instagram: @septikurnia28
(ita)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1981 seconds (0.1#10.140)