Review Film How Explain It: Malu-malu Mau Bicara Seks
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bisa dibilang sinetron Pernikahan Dini yang dulu dibintangi oleh Agnez Mo (dulu bernama Agnes Monica) dan Sahrul Gunawan adalah tontonan hiburan sekaligus pendidikan tentang seks pertama yang menemani masa remaja saya.
Booming pada 2002, Pernikahan Dini kala itu tayang sebanyak 78 episode di RCTI. Karena tayang di stasiun televisi, adegan intim dan mesra masih dalam pengawasan ketat. Akan tetapi, untuk sinetron Pernikahan Dini yang menampilkan kisah cinta remaja hingga hamil di luar nikah pada era itu bisa dibilang sangat berani.
Sebenarnya, sinetron ini pun sudah hasil adaptasi film layar lebar dengan judul yang sama yang dirilis pada 1987. Mathias Muchus dan Gladys Suwandi adalah dua tokoh remaja yang diceritakan menikah muda karena telanjur hamil. Konfliknya hampir mirip dengan versi sinetron karena menjadi orang tua pada usia muda akan banyak likunya.
Sampai saat ini, Pernikahan Dini terus beradaptasi lewat remakeserial yang tayang di platform streaming online berbayar. Paling anyar, serial Pernikahan Dini dengan pasangan bintang-bintang muda, seperti Megan Domani, Randy Martin, dan Giulio Parengkuan.
Terdapat sentuhan segar pada serial yang tayang di Disney+ Hotstar itu karena ada penyesuaian latar keadaan dengan tren masa kini. Meski demikian, benang merah dari ketiganya masih sama yaitu liku pergaulan bebas remaja usia belasan.
Foto: Vidio
Selain sinetron, film bertema hamil akibat hubungan intim di luar pernikahan yang juga populer adalah Dua Garis Biru (tahun 2019) dan Juno (tahun 2007). Ceritanya juga banyak fokus pada dua remaja yang jadi karakter utamanya.
Akan tetapi, bagaimana jika ada cerita yang mirip, tapi fokusnya justru pada orang tua yang kikuk menerima tantangan berdiskusi tentang seks dengan anak? Saya merekomendasikan sebuah film pendek bertema seks yang mengambil sudut pandang berbeda dari yang sebelumnya, judulnya How Explain Ityang tayang di Vidio secara gratis. Penayangannya adalah dalam rangkaian gelaran Jakarta Film Week yang berlangsung pada 25-29 Oktober 2023.
Kolaborasi penulis skenario, Bryan K. Gondo, dan Kologi Production selaku pembuat film melahirkan karya yang apik dengan alur cerita yang membuat saya tersenyum geli. Saya bagai bercermin melihat diri sendiri sambil menonton.
Berdurasi kurang dari delapan menit, How Explain It dibuka dengan adegan seorang ayah yang menjemput anak gadisnya yang masih bersekolah dasar sepulang sekolah. Dalam perjalanan, si anak perempuan ini memberikan satu pertanyaan sulit bagi sang ayah, “Ayah, seks itu apa ya?“
Kontan si ayah terkejut. Saya bisa menangkap rasa tak siap mendapat pertanyaan tersebut. Akan tetapi dia sadar punya kewajiban menjawab. Langkah-langkah si ayah mencari jawaban membuat saya tersindir. Sebagai orang tua yang termasuk generasi milenial, saya sadar setiap ada pertanyaan, Google adalah tempat bertanyanya.
Tidak seru kalau anak generasi Z kurang kritis. Setiap jawaban akan membawa pada pertanyaan lainnya yang tidak kalah sulitnya. Sisi baik di sini, keterbukaan dan keleluasaan anak untuk bertanya karena si ayah pun tak menghalangi pertanyaan dari anaknya.
Sosok ketiga dari film ini adalah ibu. Sosok ibu adalah penyelamat dalam segala hal. Benar, kan, begitu adanya? Ibu meski tampil sesaat mampu memberikan jawaban yang akhirnya membuka tabir mengapa pertanyaan pertama itu ada. Sebagai akhir, plot twist di akhir cerita tampak natural, tidak terduga, dan ada canda.
Film ini membawa pesan pendidikan seks yang sangat ringan dan netral buat saya. Pembuat cerita seakan-akan ingin memberi pesan pada orang tua untuk mau memulai percakapan sejak dini dengan anak. Anak sekarang pun, diceritakan dalam film, tak bisa dilarang untuk beropini, eksplorasi dengan perasaan, dan selalu kritis. Bergantung pada bagaimana orang tua bijak memberi respons.
Foto: Vidio
Pesan penting terakhir, tak perlu overthinking kala berdiskusi mengenai seks dengan anak. Percayalah bahwa kembalinya anak pada orang tua untuk bicara apa pun, termasuk seks, adalah hal yang paling melegakan dan patut disyukuri.
Ngobrol Tentang Seks antara Orang Tua dengan Anak
Jangankan belajar tentang seks, menyebutkan kata seks saja masih dianggap tabu oleh beberapa orang tua. Pada akhirnya, generasi remaja memilih untuk belajar dari teman, nonton televisi, atau pinjam kaset/DVD. Bertambahnya zaman, media belajar para remaja ini bertambah menjadi YouTube, TikTok, atau media digital lainnya. Dilema, media yang disebutkan di atas adalah tempat ternyaman mencari informasi tentang seks.
Nyaman bukan berarti aman. Sangat tidak dianjurkan mengenal dan belajar seks bukan dari orang atau sumber tepercaya. Apalagi hal terkait seks erat kaitannya dengan norma agama dan sosial. Para remaja di usia pubertas idealnya punya tuntunan menghadapi perubahan fisik, emosi, dan perilaku, termasuk bagaimana mengelola gairah dengan lawan jenisnya.
Sayangnya, survei yang digawangi oleh salah satu produsen kontrasepsi terkenal di Indonesia pada 2019 menyimpulkan bahwa 61% responden remaja takut bicara soal seks dengan orang tuanya. Mereka takut kalau dihakimi oleh orang tua ketika membuka percakapan terkait seks.
Tak hanya anak, 59% responden orang tua, dari lima kota besar di Indonesia, pun masih takut ketika memulai diskusi tentang seks dengan anak. Mereka takut diskusi seks akan mengiring anak kepada pembenaran dan tuntunan seks pranikah. Padahal maksudnya murni edukasi dan untuk menjauhkan.
Dari persentase sisanya, bisa diberikan kesimpulan, ada orang tua yang sudah berani melakukan diskusi seksual dengan anak. Beberapa dari mereka adalah kemudian aktif membuat pemahamannya berupa konten video, lagu di media sosial, ataupun menulis lewat blog atau artikel.
Foto: Vidio
Ketika orang tua sudah ada keberanian, perlu diperhatikan dan dipahami keadaan psikologi si anak. Orang tua harus senantiasa sensitif, tahu waktu dan tempat berdiskusi. Sensitif berarti orang tua sadar akan perubahan perilaku anak, meski kecil sekali pun. Berusaha masuk dan memahami dunianya adalah salah satu cara melatih sensitivitas. Kalau banyak yang tidak tahu, orang tua harus mau mencari tahu sendiri.
Jangan lupa untuk hormati setiap pertanyaan anak, meski sekonyol apa pun. Orang tua harus tunjukkan minat kepada hal yang anak sukai. Jangan jadi bos pada anak saat itu. Dengan begitu, mereka akan merasa dihargai dan mampu berkompromi lebih baik dengan sesuatu yang dia inginkan kelak.
Zaman sekarang, waspada itu tidak berarti hanya menjadi pagar pelindung. Namun, orang tua menjadi mentor dan suri teladan dalam hidup mereka. Sebagai mentor, anak mengerjakan tugasnya sendiri. Bantuan orang tua secukupnya dan melihat sejauh mana anak mampu melangkah. Anak pun wajib punya inisiatif karena mentor akan bertindak ketika ada pancingan kreativitas dari anak, selaku murid.
Sekadar catatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merilis sebuah pernyataan pada awal tahun 2023 betapa sangat penting pendidikan seks bagi anak sedini mungkin. Tercatat setidaknya ada 50 ribu anak menikah dini. Mereka mendapatkan dispensasi nikah karena mayoritas sudah hamil duluan di luar pernikahan.
Data dari Komnas Perempuan bahkan memberikan kesimpulan bahwa dispensasi nikah naik hingga 7 kali lipat mulai dari kurun waktu 2016 hingga Januari 2023. Permintaan dispensasi nikah anak usia dini ini tak bisa ditolak jika sudah terlanjur hamil sebelum menikah.
Sari Agustia
Ibu rumah tangga yang gemar menulis cerita fiksi, sedang belajar menulis skenario, bergiat di ISP NULIS, bisa dikontak via Instagram @sari_agustia
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
Booming pada 2002, Pernikahan Dini kala itu tayang sebanyak 78 episode di RCTI. Karena tayang di stasiun televisi, adegan intim dan mesra masih dalam pengawasan ketat. Akan tetapi, untuk sinetron Pernikahan Dini yang menampilkan kisah cinta remaja hingga hamil di luar nikah pada era itu bisa dibilang sangat berani.
Sebenarnya, sinetron ini pun sudah hasil adaptasi film layar lebar dengan judul yang sama yang dirilis pada 1987. Mathias Muchus dan Gladys Suwandi adalah dua tokoh remaja yang diceritakan menikah muda karena telanjur hamil. Konfliknya hampir mirip dengan versi sinetron karena menjadi orang tua pada usia muda akan banyak likunya.
Sampai saat ini, Pernikahan Dini terus beradaptasi lewat remakeserial yang tayang di platform streaming online berbayar. Paling anyar, serial Pernikahan Dini dengan pasangan bintang-bintang muda, seperti Megan Domani, Randy Martin, dan Giulio Parengkuan.
Terdapat sentuhan segar pada serial yang tayang di Disney+ Hotstar itu karena ada penyesuaian latar keadaan dengan tren masa kini. Meski demikian, benang merah dari ketiganya masih sama yaitu liku pergaulan bebas remaja usia belasan.
Foto: Vidio
Selain sinetron, film bertema hamil akibat hubungan intim di luar pernikahan yang juga populer adalah Dua Garis Biru (tahun 2019) dan Juno (tahun 2007). Ceritanya juga banyak fokus pada dua remaja yang jadi karakter utamanya.
Akan tetapi, bagaimana jika ada cerita yang mirip, tapi fokusnya justru pada orang tua yang kikuk menerima tantangan berdiskusi tentang seks dengan anak? Saya merekomendasikan sebuah film pendek bertema seks yang mengambil sudut pandang berbeda dari yang sebelumnya, judulnya How Explain Ityang tayang di Vidio secara gratis. Penayangannya adalah dalam rangkaian gelaran Jakarta Film Week yang berlangsung pada 25-29 Oktober 2023.
Kolaborasi penulis skenario, Bryan K. Gondo, dan Kologi Production selaku pembuat film melahirkan karya yang apik dengan alur cerita yang membuat saya tersenyum geli. Saya bagai bercermin melihat diri sendiri sambil menonton.
Berdurasi kurang dari delapan menit, How Explain It dibuka dengan adegan seorang ayah yang menjemput anak gadisnya yang masih bersekolah dasar sepulang sekolah. Dalam perjalanan, si anak perempuan ini memberikan satu pertanyaan sulit bagi sang ayah, “Ayah, seks itu apa ya?“
Kontan si ayah terkejut. Saya bisa menangkap rasa tak siap mendapat pertanyaan tersebut. Akan tetapi dia sadar punya kewajiban menjawab. Langkah-langkah si ayah mencari jawaban membuat saya tersindir. Sebagai orang tua yang termasuk generasi milenial, saya sadar setiap ada pertanyaan, Google adalah tempat bertanyanya.
Tidak seru kalau anak generasi Z kurang kritis. Setiap jawaban akan membawa pada pertanyaan lainnya yang tidak kalah sulitnya. Sisi baik di sini, keterbukaan dan keleluasaan anak untuk bertanya karena si ayah pun tak menghalangi pertanyaan dari anaknya.
Sosok ketiga dari film ini adalah ibu. Sosok ibu adalah penyelamat dalam segala hal. Benar, kan, begitu adanya? Ibu meski tampil sesaat mampu memberikan jawaban yang akhirnya membuka tabir mengapa pertanyaan pertama itu ada. Sebagai akhir, plot twist di akhir cerita tampak natural, tidak terduga, dan ada canda.
Film ini membawa pesan pendidikan seks yang sangat ringan dan netral buat saya. Pembuat cerita seakan-akan ingin memberi pesan pada orang tua untuk mau memulai percakapan sejak dini dengan anak. Anak sekarang pun, diceritakan dalam film, tak bisa dilarang untuk beropini, eksplorasi dengan perasaan, dan selalu kritis. Bergantung pada bagaimana orang tua bijak memberi respons.
Foto: Vidio
Pesan penting terakhir, tak perlu overthinking kala berdiskusi mengenai seks dengan anak. Percayalah bahwa kembalinya anak pada orang tua untuk bicara apa pun, termasuk seks, adalah hal yang paling melegakan dan patut disyukuri.
Ngobrol Tentang Seks antara Orang Tua dengan Anak
Jangankan belajar tentang seks, menyebutkan kata seks saja masih dianggap tabu oleh beberapa orang tua. Pada akhirnya, generasi remaja memilih untuk belajar dari teman, nonton televisi, atau pinjam kaset/DVD. Bertambahnya zaman, media belajar para remaja ini bertambah menjadi YouTube, TikTok, atau media digital lainnya. Dilema, media yang disebutkan di atas adalah tempat ternyaman mencari informasi tentang seks.
Nyaman bukan berarti aman. Sangat tidak dianjurkan mengenal dan belajar seks bukan dari orang atau sumber tepercaya. Apalagi hal terkait seks erat kaitannya dengan norma agama dan sosial. Para remaja di usia pubertas idealnya punya tuntunan menghadapi perubahan fisik, emosi, dan perilaku, termasuk bagaimana mengelola gairah dengan lawan jenisnya.
Sayangnya, survei yang digawangi oleh salah satu produsen kontrasepsi terkenal di Indonesia pada 2019 menyimpulkan bahwa 61% responden remaja takut bicara soal seks dengan orang tuanya. Mereka takut kalau dihakimi oleh orang tua ketika membuka percakapan terkait seks.
Tak hanya anak, 59% responden orang tua, dari lima kota besar di Indonesia, pun masih takut ketika memulai diskusi tentang seks dengan anak. Mereka takut diskusi seks akan mengiring anak kepada pembenaran dan tuntunan seks pranikah. Padahal maksudnya murni edukasi dan untuk menjauhkan.
Dari persentase sisanya, bisa diberikan kesimpulan, ada orang tua yang sudah berani melakukan diskusi seksual dengan anak. Beberapa dari mereka adalah kemudian aktif membuat pemahamannya berupa konten video, lagu di media sosial, ataupun menulis lewat blog atau artikel.
Foto: Vidio
Ketika orang tua sudah ada keberanian, perlu diperhatikan dan dipahami keadaan psikologi si anak. Orang tua harus senantiasa sensitif, tahu waktu dan tempat berdiskusi. Sensitif berarti orang tua sadar akan perubahan perilaku anak, meski kecil sekali pun. Berusaha masuk dan memahami dunianya adalah salah satu cara melatih sensitivitas. Kalau banyak yang tidak tahu, orang tua harus mau mencari tahu sendiri.
Jangan lupa untuk hormati setiap pertanyaan anak, meski sekonyol apa pun. Orang tua harus tunjukkan minat kepada hal yang anak sukai. Jangan jadi bos pada anak saat itu. Dengan begitu, mereka akan merasa dihargai dan mampu berkompromi lebih baik dengan sesuatu yang dia inginkan kelak.
Zaman sekarang, waspada itu tidak berarti hanya menjadi pagar pelindung. Namun, orang tua menjadi mentor dan suri teladan dalam hidup mereka. Sebagai mentor, anak mengerjakan tugasnya sendiri. Bantuan orang tua secukupnya dan melihat sejauh mana anak mampu melangkah. Anak pun wajib punya inisiatif karena mentor akan bertindak ketika ada pancingan kreativitas dari anak, selaku murid.
Sekadar catatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merilis sebuah pernyataan pada awal tahun 2023 betapa sangat penting pendidikan seks bagi anak sedini mungkin. Tercatat setidaknya ada 50 ribu anak menikah dini. Mereka mendapatkan dispensasi nikah karena mayoritas sudah hamil duluan di luar pernikahan.
Data dari Komnas Perempuan bahkan memberikan kesimpulan bahwa dispensasi nikah naik hingga 7 kali lipat mulai dari kurun waktu 2016 hingga Januari 2023. Permintaan dispensasi nikah anak usia dini ini tak bisa ditolak jika sudah terlanjur hamil sebelum menikah.
Sari Agustia
Ibu rumah tangga yang gemar menulis cerita fiksi, sedang belajar menulis skenario, bergiat di ISP NULIS, bisa dikontak via Instagram @sari_agustia
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
(ita)