Review Film Sono: Ketika Tiga Bersaudara Pergi Mencari Orang Tua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Adam, Nur, dan Upi adalah anak-anak ayam kehilangan induk. Mereka terpisah dari orang tua, yang ditunjukkan secara subtil oleh film sebagai bencana letusan gunung.
Kita tidak diberitahu berapa lama persisnya mereka sekeluarga terpisah, tetapi cara bercerita film pendek yang menjadi runner up Film Terbaik GudMuvie 2019 ini sudah lebih dari cukup untuk menyampaikan betapa 'bingung' dan terdesaknya keadaan mereka tanpa orang tua.
Kita menyaksikan cerita ini dengan sudut pandang Adam, anak kedua, yang merasa bertanggung jawab atas kakak dan adiknya lantaran dia adalah anak laki-laki tertua. Sedari awal perjalanan mereka naik sepeda tandem sudah berjuang dengan rintangan. Ban kena paku. Air habis. Persediaan makan menipis.
Foto: Dialectica Bandung
Naskah seketika mendera tokoh kita, mengaduk bibit-bibit konflik dengan membuat anak paling bungsu demam. Malam hari Adam menemukan pondok untuk mereka beristirahat. Dan mempertimbangkan kembali rencananya untuk terus mencari.
Sejalan dengan gagasan cerita, film pendek garapan Dialectica Bandung ini tidak bermaksud untuk menjual kesedihan. Fokus bukan pada masalah-masalah yang menimpa, melainkan pada bagaimana seseorang memilih untuk bereaksi terhadap masalah tersebut. Tengok ketika Adam membagikan minuman yang masih sedikit kepada Nur dan kemudian Nur membagikannya kepada Upi.
Atau ketika pada awalnya sebenarnya Adam enggan mengajak kedua saudaranya mencari. Normal ketika berada di posisi Adam, kita akan merasa perlu untuk menyerap semua masalah, berpikir itu semua demi kebaikan. Biarlah kita menderita, asal keluarga tidak mengapa. Gagasan menarik dari perkembangan karakter Adam adalah justru masalah tidak serta merta harus ditanggung sendiri, tapi juga tidak harus dibagikan sebagai hal yang negatif.
Foto: Dialectica Bandung
Kamera mengundang penonton memasuki cerita dengan bertahap. Di awal, kamera menjangkau dengan lebar, membuat kita seperti menyaksikan dari jauh. Ketika Adam dan Nur bertengkar, kita dibawa mendekat, kita melihat dari sisi mereka bergantian. Dan di akhir cerita, kita melihat suatu kejadian langsung dari mata Adam.
Salah satu tantangan pada film pendek adalah membuat penonton peduli dalam waktu yang singkat. Apalagi jika durasinya hanya sepuluh menit lebih sedikit seperti Sono. Film ini, lewat perlakuan kameranya, berhasil mendekatkan kita kepada Adam serta saudara-saudaranya.
Foto:Dialectica Bandung
Tidak banyak risiko kreatif yang diambil oleh film pendek ini. Juga tidak ada kejutan yang disiapkan oleh cerita.Yang paling mengundang pertanyaan kita adalah mengapa momen paling bahagia yang diingat dan dirindukan oleh Adam adalah keluarganya sedang bermain catur.
Selain itu, Sono menampilkan secara sederhana gagasan yang cukup menantang. Sepertinya memang hanya itu saja yang film pendek ini perlukan.
Arya Pratama Putra
Peraih Piala Maya 2017 kategori Blog/Vlog Review Film Terpilih
Kita tidak diberitahu berapa lama persisnya mereka sekeluarga terpisah, tetapi cara bercerita film pendek yang menjadi runner up Film Terbaik GudMuvie 2019 ini sudah lebih dari cukup untuk menyampaikan betapa 'bingung' dan terdesaknya keadaan mereka tanpa orang tua.
Kita menyaksikan cerita ini dengan sudut pandang Adam, anak kedua, yang merasa bertanggung jawab atas kakak dan adiknya lantaran dia adalah anak laki-laki tertua. Sedari awal perjalanan mereka naik sepeda tandem sudah berjuang dengan rintangan. Ban kena paku. Air habis. Persediaan makan menipis.
Foto: Dialectica Bandung
Naskah seketika mendera tokoh kita, mengaduk bibit-bibit konflik dengan membuat anak paling bungsu demam. Malam hari Adam menemukan pondok untuk mereka beristirahat. Dan mempertimbangkan kembali rencananya untuk terus mencari.
Sejalan dengan gagasan cerita, film pendek garapan Dialectica Bandung ini tidak bermaksud untuk menjual kesedihan. Fokus bukan pada masalah-masalah yang menimpa, melainkan pada bagaimana seseorang memilih untuk bereaksi terhadap masalah tersebut. Tengok ketika Adam membagikan minuman yang masih sedikit kepada Nur dan kemudian Nur membagikannya kepada Upi.
Atau ketika pada awalnya sebenarnya Adam enggan mengajak kedua saudaranya mencari. Normal ketika berada di posisi Adam, kita akan merasa perlu untuk menyerap semua masalah, berpikir itu semua demi kebaikan. Biarlah kita menderita, asal keluarga tidak mengapa. Gagasan menarik dari perkembangan karakter Adam adalah justru masalah tidak serta merta harus ditanggung sendiri, tapi juga tidak harus dibagikan sebagai hal yang negatif.
Foto: Dialectica Bandung
Kamera mengundang penonton memasuki cerita dengan bertahap. Di awal, kamera menjangkau dengan lebar, membuat kita seperti menyaksikan dari jauh. Ketika Adam dan Nur bertengkar, kita dibawa mendekat, kita melihat dari sisi mereka bergantian. Dan di akhir cerita, kita melihat suatu kejadian langsung dari mata Adam.
Salah satu tantangan pada film pendek adalah membuat penonton peduli dalam waktu yang singkat. Apalagi jika durasinya hanya sepuluh menit lebih sedikit seperti Sono. Film ini, lewat perlakuan kameranya, berhasil mendekatkan kita kepada Adam serta saudara-saudaranya.
Foto:Dialectica Bandung
Tidak banyak risiko kreatif yang diambil oleh film pendek ini. Juga tidak ada kejutan yang disiapkan oleh cerita.Yang paling mengundang pertanyaan kita adalah mengapa momen paling bahagia yang diingat dan dirindukan oleh Adam adalah keluarganya sedang bermain catur.
Selain itu, Sono menampilkan secara sederhana gagasan yang cukup menantang. Sepertinya memang hanya itu saja yang film pendek ini perlukan.
Arya Pratama Putra
Peraih Piala Maya 2017 kategori Blog/Vlog Review Film Terpilih
(ita)