Wajarkah Ketawa Mendengar Lelucon soal Virus Corona? Ini Kata Para Peneliti
Jum'at, 10 Juli 2020 - 18:02 WIB
ITALIA - Sejak virus corona menyeruak di seluruh dunia pada awal 2020, sederet lelucon tentang virus corona banyak kita lihat di media sosial.
Hal ini pun menarik perhatian para peneliti, hingga dilakukanlah penelitian oleh tim dari The Center of Neurocognition and Theoretical Syntax, University School for Advanced Studies IUSS Pavia di Italia.
Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Paolo Canal, Dr. Luca Bischetti, dan Dr. Valentina Bambini. Data dikumpulkan pada 18-30 Maret silam - dua minggu setelah dilakukan lockdown secara nasional di Italia - dengan melibatkan 1.700 responden dari Italia dan hasil penjaringan daring.
Mengutip dari Psychology Today, responden ditunjukkan beberapa konten humor yang berkaitan dengan virus corona maupun yang tidak, bersumber dari humor di Facebook dan sumber daring lainnya yang sebelumnya udah diseleksi. Kemudian responden menilai humor yang dilihatnya.
Foto: Freepik
Penilaian responden dimulai dari skala 0 (gak menganggu sama sekali) sampai 6 (sangat mengganggu) untuk ‘perasaan yang gak menyenangkan’.
Skala yang sama dipakai untuk ‘level kelucuan’ (0 = gak lucu sama sekali; 6 = sangat lucu). Selain itu, ada juga formulir tes kepribadian dan informasi demografis dari responden.
Nah, hasilnya menunjukkan bahwa humor terkait virus corona atau bukan virus Corona dinilai sama-sama lucu. Selain itu, humor tentang virus Corona dianggap aman seperti humor gelap (dark jokes) lainnya.
Namun, orang-orang dengan dampak risiko penularan tinggi merasa terganggu dengan humor soal virus corona. Sementara orang yang tinggal jauh dari zona merah penularan akan merasa humor tersebut lucu.
Foto: Freepik
Kepribadian orang juga ternyata punya hubungan dengan cara orang tersebut merespons lelucon virus corona.
Semakin optimistis kepribadiannya, seseorang akan menganggap humor tentang virus corona lucu. Ini juga berlaku buat orang yang memilih humor sebagai bentuk strategi coping, istilah dalam ilmu psikologi untuk menyebut mekanisme bertahan hidup dalam melawan emosi negatif yang dimiliki seseorang.
Ada temuan juga soal hubungan antara tanggapan terhadap humor gelap dengan tingkat pendidikan dan kecerdasan. Hal ini terjadi karena biasanya kita mesti mikir dulu sebelum bisa merespons jenis humor ini.
Dr. Paolo Canal juga menyebut bahwa orang yang bisa menjadikan tragedi yang dialaminya sebagai sebuah lelucon, artinya orang tersebut bisa mengontrol emosi dirinya.
“Bahkan seseorang yang dinyatakan akan meninggal saja bisa membuat lelucon untuk dirinya sendiri pada jam-jam terakhir (hidupnya). Itulah yang disebut dengan lelucon keputusasaan. Jadi, karena tidak dapat mengubah suatu takdir, setidaknya bisa membantu seseorang tetap waras,” jelasnya.
Rahma Indina Harbani
Kontributor GenSINDO
Institut Pertanian Bogor
Instagram: @rahmaharbani
Hal ini pun menarik perhatian para peneliti, hingga dilakukanlah penelitian oleh tim dari The Center of Neurocognition and Theoretical Syntax, University School for Advanced Studies IUSS Pavia di Italia.
Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Paolo Canal, Dr. Luca Bischetti, dan Dr. Valentina Bambini. Data dikumpulkan pada 18-30 Maret silam - dua minggu setelah dilakukan lockdown secara nasional di Italia - dengan melibatkan 1.700 responden dari Italia dan hasil penjaringan daring.
Mengutip dari Psychology Today, responden ditunjukkan beberapa konten humor yang berkaitan dengan virus corona maupun yang tidak, bersumber dari humor di Facebook dan sumber daring lainnya yang sebelumnya udah diseleksi. Kemudian responden menilai humor yang dilihatnya.
Foto: Freepik
Penilaian responden dimulai dari skala 0 (gak menganggu sama sekali) sampai 6 (sangat mengganggu) untuk ‘perasaan yang gak menyenangkan’.
Skala yang sama dipakai untuk ‘level kelucuan’ (0 = gak lucu sama sekali; 6 = sangat lucu). Selain itu, ada juga formulir tes kepribadian dan informasi demografis dari responden.
Nah, hasilnya menunjukkan bahwa humor terkait virus corona atau bukan virus Corona dinilai sama-sama lucu. Selain itu, humor tentang virus Corona dianggap aman seperti humor gelap (dark jokes) lainnya.
Namun, orang-orang dengan dampak risiko penularan tinggi merasa terganggu dengan humor soal virus corona. Sementara orang yang tinggal jauh dari zona merah penularan akan merasa humor tersebut lucu.
Foto: Freepik
Kepribadian orang juga ternyata punya hubungan dengan cara orang tersebut merespons lelucon virus corona.
Semakin optimistis kepribadiannya, seseorang akan menganggap humor tentang virus corona lucu. Ini juga berlaku buat orang yang memilih humor sebagai bentuk strategi coping, istilah dalam ilmu psikologi untuk menyebut mekanisme bertahan hidup dalam melawan emosi negatif yang dimiliki seseorang.
Ada temuan juga soal hubungan antara tanggapan terhadap humor gelap dengan tingkat pendidikan dan kecerdasan. Hal ini terjadi karena biasanya kita mesti mikir dulu sebelum bisa merespons jenis humor ini.
Dr. Paolo Canal juga menyebut bahwa orang yang bisa menjadikan tragedi yang dialaminya sebagai sebuah lelucon, artinya orang tersebut bisa mengontrol emosi dirinya.
“Bahkan seseorang yang dinyatakan akan meninggal saja bisa membuat lelucon untuk dirinya sendiri pada jam-jam terakhir (hidupnya). Itulah yang disebut dengan lelucon keputusasaan. Jadi, karena tidak dapat mengubah suatu takdir, setidaknya bisa membantu seseorang tetap waras,” jelasnya.
Rahma Indina Harbani
Kontributor GenSINDO
Institut Pertanian Bogor
Instagram: @rahmaharbani
(it)
tulis komentar anda