5 Pahlawan Perempuan Indonesia yang Jarang Diketahui
Sabtu, 13 Agustus 2022 - 08:00 WIB
Nyi Ageng Serang memiliki nama kecil Raden Ajeng Kustiyah Retno Edhi. Ia adalah anak seorang Panglima Perang Sultan Hamengku Buwono I bernama Pangeran Natapraja. Sejak kecil, ia membantu ayahnya berjuang melawan Belanda.
Pada usia 73 tahun, Nyi Ageng Serang menjadi pemimpin pasukan dengan tandu dalam Perang Diponegoro melawan Belanda. Ia terkenal dengan strategi perang menggunakan lumbu (daun talas hijau) untuk menyamar. Selain berpartisipasi dalam perang, ia juga menjadi penasehat perang.
4. Nyai Ahmad Dahlan
Foto: SINDOnews
Nyai Ahmad Dahlan bernama asli Siti Walidah. Ia merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Sejak kecil, ia dididik oleh orang tuanya menjadi orang yang religius. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah umum.
Perempuan yang lahir di Yogyakarta pada tahun 1872 ini merupakan salah satu tokoh pejuang persamaan hak terhadap perempuan. Ia berkeyakinan bahwa perempuan juga berhak mengenyam pendidikan setinggi-tingginya seperti laki-laki.
Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian khusus untuk perempuan yang diberi nama Sopo Tresno. Beberapa tahun kemudian berganti nama menjadi Aisyiyah yang menjadi lembaga perempuan Muhammadiyah.
Baca Juga: 6 Drama Korea tentang Cewek Kaya dan Cowok Miskin
5. Martha Christina Tiahahu
Foto: Wikimedia
Martha Christina Tiahahu merupakan anak dari teman seperjuangan Kapitan Pattimura bernama Paulus Tiahahu. Ia mulai terjun ke medan perang melawan Belanda saat usianya baru 17 tahun.
Bersama ayahnya, ia berhasil merebut Benteng Beverwijk. Namun, Belanda berhasil merebutnya kembali dan menangkap mereka. Martha yang masih di bawah umur dibebaskan, sedangkan ayahnya dihukum mati.
Christina tetap melakukan perlawanan gerilya setelah dibebaskan. Ia berhasil ditangkap lagi oleh Belanda dan dibuang ke Pulau Jawa. Dalam perjalanan menggunakan kapal Evertzen, Christina jatuh sakit, tetapi menolak untuk meminum obat. Akhirnya, ia wafat dalam perjalanan dan dimakamkan di Pulau Banda.
GenSINDO
Deva Yohana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada usia 73 tahun, Nyi Ageng Serang menjadi pemimpin pasukan dengan tandu dalam Perang Diponegoro melawan Belanda. Ia terkenal dengan strategi perang menggunakan lumbu (daun talas hijau) untuk menyamar. Selain berpartisipasi dalam perang, ia juga menjadi penasehat perang.
4. Nyai Ahmad Dahlan
Foto: SINDOnews
Nyai Ahmad Dahlan bernama asli Siti Walidah. Ia merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Sejak kecil, ia dididik oleh orang tuanya menjadi orang yang religius. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah umum.
Perempuan yang lahir di Yogyakarta pada tahun 1872 ini merupakan salah satu tokoh pejuang persamaan hak terhadap perempuan. Ia berkeyakinan bahwa perempuan juga berhak mengenyam pendidikan setinggi-tingginya seperti laki-laki.
Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan pengajian khusus untuk perempuan yang diberi nama Sopo Tresno. Beberapa tahun kemudian berganti nama menjadi Aisyiyah yang menjadi lembaga perempuan Muhammadiyah.
Baca Juga: 6 Drama Korea tentang Cewek Kaya dan Cowok Miskin
5. Martha Christina Tiahahu
Foto: Wikimedia
Martha Christina Tiahahu merupakan anak dari teman seperjuangan Kapitan Pattimura bernama Paulus Tiahahu. Ia mulai terjun ke medan perang melawan Belanda saat usianya baru 17 tahun.
Bersama ayahnya, ia berhasil merebut Benteng Beverwijk. Namun, Belanda berhasil merebutnya kembali dan menangkap mereka. Martha yang masih di bawah umur dibebaskan, sedangkan ayahnya dihukum mati.
Christina tetap melakukan perlawanan gerilya setelah dibebaskan. Ia berhasil ditangkap lagi oleh Belanda dan dibuang ke Pulau Jawa. Dalam perjalanan menggunakan kapal Evertzen, Christina jatuh sakit, tetapi menolak untuk meminum obat. Akhirnya, ia wafat dalam perjalanan dan dimakamkan di Pulau Banda.
GenSINDO
Deva Yohana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(ita)
tulis komentar anda