5 Pahlawan Perempuan Indonesia yang Jarang Diketahui
Sabtu, 13 Agustus 2022 - 08:00 WIB
JAKARTA - Masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia melahirkan segudang pahlawan, baik yang dikenal maupun yang kurang dikenal oleh masyarakat luas.
Sebagian nama pahlawan kerap muncul dalam kisah-kisah sejarah perjuangan Indonesia meraih kemerdekaannya. Namun sebagian lainnya tenggelam karena tak banyak ditonjolkan.
Nah, berikut ini lima dari banyak pahlawan perempuan Indonesia yang jarang diketahui masyarakat luas.
1. Maria Walanda Maramis
Foto: Dok. Dinas Kebudayaan Yogyakarta
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, 1 Desember 1872. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis oleh masyarakat Minahasa. Melekatnya Maria di hati masyarakat Minahasa juga dibuktikan dengan dibangunnya patung Maria Walanda Maramis di Manado. Ia juga dijuluki sebagai RA Kartini dari Minahasa.
Sejak berusia enam tahun Maria diasuh oleh pamannya, Rotinsulu, setelah kedua orang tuanya jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Ia hanya menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar dan tidak diizinkan melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi karena ia perempuan.
Maria menikah dengan seorang guru bahasa bernama Frederick Caselung Walanda pada usia 18 tahun. Dibantu oleh suaminya, ia mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) pada tahun 1917. Tujuan dari didirikannya organisasi tersebut adalah memberikan pendidikan pada anak perempuan.
2. Opu Daeng Risadju
Foto: IKPNI
Opu Daeng Risadju merupakan keturunan bangsawan Kerajaan Luwu. Perempuan yang memiliki nama kecil Famajjah ini aktif di organisasi PSII (Partai Syarekat Islam Indonesia). Ia sampai mendirikan cabang PSII di Palopo pada tanggal 14 Januari 1930.
Karena keaktifannya, Opu Daeng Risadju dituduh menghasut dan menyebarkan kebencian di kalangan masyarakat untuk membangkang kepada pemerintah. Atas tuduhan itu, pemerintah kolonial Belanda menjatuhinya hukuman 13 bulan penjara. Ia juga dicopot gelar kebangsawanannya oleh pihak kerajaan karena mengikuti kongres PSII di pulau Jawa.
Pada masa pendudukan NICA, Opu Daeng Risadju memobilisasi dan mendoktrin pemuda untuk melakukan perjuangan. Tidak lama kemudian, ia di penjara dan mengalami penyiksaan yang berdampak pada kehilangan pendengarannya seumur hidup. Opu Daeng Risadju meninggal pada 10 Februari 1964.
Baca Juga: 6 Daerah dengan Tradisi Unik Rayakan Kemerdekaan Indonesia
3. Nyi Ageng Serang
Foto: SINDOnews
Sebagian nama pahlawan kerap muncul dalam kisah-kisah sejarah perjuangan Indonesia meraih kemerdekaannya. Namun sebagian lainnya tenggelam karena tak banyak ditonjolkan.
Nah, berikut ini lima dari banyak pahlawan perempuan Indonesia yang jarang diketahui masyarakat luas.
1. Maria Walanda Maramis
Foto: Dok. Dinas Kebudayaan Yogyakarta
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, 1 Desember 1872. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis oleh masyarakat Minahasa. Melekatnya Maria di hati masyarakat Minahasa juga dibuktikan dengan dibangunnya patung Maria Walanda Maramis di Manado. Ia juga dijuluki sebagai RA Kartini dari Minahasa.
Sejak berusia enam tahun Maria diasuh oleh pamannya, Rotinsulu, setelah kedua orang tuanya jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Ia hanya menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar dan tidak diizinkan melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi karena ia perempuan.
Maria menikah dengan seorang guru bahasa bernama Frederick Caselung Walanda pada usia 18 tahun. Dibantu oleh suaminya, ia mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) pada tahun 1917. Tujuan dari didirikannya organisasi tersebut adalah memberikan pendidikan pada anak perempuan.
2. Opu Daeng Risadju
Foto: IKPNI
Opu Daeng Risadju merupakan keturunan bangsawan Kerajaan Luwu. Perempuan yang memiliki nama kecil Famajjah ini aktif di organisasi PSII (Partai Syarekat Islam Indonesia). Ia sampai mendirikan cabang PSII di Palopo pada tanggal 14 Januari 1930.
Karena keaktifannya, Opu Daeng Risadju dituduh menghasut dan menyebarkan kebencian di kalangan masyarakat untuk membangkang kepada pemerintah. Atas tuduhan itu, pemerintah kolonial Belanda menjatuhinya hukuman 13 bulan penjara. Ia juga dicopot gelar kebangsawanannya oleh pihak kerajaan karena mengikuti kongres PSII di pulau Jawa.
Pada masa pendudukan NICA, Opu Daeng Risadju memobilisasi dan mendoktrin pemuda untuk melakukan perjuangan. Tidak lama kemudian, ia di penjara dan mengalami penyiksaan yang berdampak pada kehilangan pendengarannya seumur hidup. Opu Daeng Risadju meninggal pada 10 Februari 1964.
Baca Juga: 6 Daerah dengan Tradisi Unik Rayakan Kemerdekaan Indonesia
3. Nyi Ageng Serang
Foto: SINDOnews
tulis komentar anda