Ciri Manusia Indonesia Menurut Mocthar Lubis pada 1977, Ada Bedanya dengan 2021?
Senin, 11 Januari 2021 - 21:00 WIB
Pendidikan menjadi salah satu benteng yang kuat untuk menghalau pemikirian-pemikiran tersebut. Dengan pengetahuan yang memadai, hal tersebut akan mampu lebih dikaji ulang agar mampu diterima secara logika.
Foto: Balai Pustaka
Artistik
Kepercayaan yang menjadi bagian dari budaya manusia Indonesia rupanya membawa manusia Indonesia menjadi manusia yang dekat dengan alam. Hasilnya, manusia Indonesia punya daya artistik yang cukup tinggi. Banyak hasil kerajinan masyarakat Indonesia yang diakui dunia.
Bagi Mochtar Lubis, ciri ini merupakan salah satu yang paling menarik dan punya pesonannya sendiri. Ciri ini mampu menjadi tumpuan hari depan manusia Indonesia. ( )
Berwatak lemah
Manusia Indonesia punya watak yang lemah serta karakter yang kurang kuat. Dalam sejarah Indonesia, Presiden Soekarno adalah sosok yang mampu memberikan contoh dari ciri ini.
Terkait masalah inflasi yang pernah menyerang Indonesia, Soekarno pernah mengatakan bahwa inflasi itu baik demi “revolusi Indonesia”. Dampaknya, seperti yang banyak diketahui, inflasi di Indonesia mencapai 650% dalam setahun setelah ia lengser dari kursi presiden.
Kegoyahan watak merupakan akibat dari ciri masyarakat dan manusia feodal. Hal tersebut hingga kini masih terus ditemukan dalam manusia Indonesia untuk menyenangkan atasan atau menyelamatkan diri sendiri.
Selain keenam ciri di atas, Mochtar Lubis juga menyebutkan ciri-ciri lain manusia Indonesia. Di antaranya, boros, menyukai segala sesuatu yang instan, penggerutu, punya rasa humor yang baik, cepat belajar, dan beberapa ciri lainnya.
Nah, berdasarkan isi pidato kebudayaan yang disampaikan pada tahun 1977 tersebut, bagaimana pendapatmu? Apakah manusia Indonesia hari ini, pada tahun 2021 atau 44 tahun setelah pidato tersebut pertama kali disuarakan, ada perbedaannya? Atau masih sama saja?
Pada masanya, pidato ini menuai banyak tanggapan. Tanggapan-tanggapan itu, beserta jawaban dari Mochtar Lubis terhadap tanggapan yang disampaikan juga dimuat di dalam buku dengan tebal 135 halaman ini. ( )
Tanggapan-tanggapan yang dimuat di dalam buku ini di antaranya adalah tanggapan dari Sarlito Wirawan Sarwono dari fakultas psikologi UI (Mei, 1977), Margono Djojohadikusumo selaku pendiri Bank Negara Indonesia (Mei 1977), dan Wildan Yatim seorang sastrawan dan ahli biologi (Mei, 1977).
Iffah Sulistyawati Hartana
Kontributor GenSINDO
Institut Teknologi Bandung
Instagram: @iffahshrtn
Foto: Balai Pustaka
Artistik
Kepercayaan yang menjadi bagian dari budaya manusia Indonesia rupanya membawa manusia Indonesia menjadi manusia yang dekat dengan alam. Hasilnya, manusia Indonesia punya daya artistik yang cukup tinggi. Banyak hasil kerajinan masyarakat Indonesia yang diakui dunia.
Bagi Mochtar Lubis, ciri ini merupakan salah satu yang paling menarik dan punya pesonannya sendiri. Ciri ini mampu menjadi tumpuan hari depan manusia Indonesia. ( )
Berwatak lemah
Manusia Indonesia punya watak yang lemah serta karakter yang kurang kuat. Dalam sejarah Indonesia, Presiden Soekarno adalah sosok yang mampu memberikan contoh dari ciri ini.
Terkait masalah inflasi yang pernah menyerang Indonesia, Soekarno pernah mengatakan bahwa inflasi itu baik demi “revolusi Indonesia”. Dampaknya, seperti yang banyak diketahui, inflasi di Indonesia mencapai 650% dalam setahun setelah ia lengser dari kursi presiden.
Kegoyahan watak merupakan akibat dari ciri masyarakat dan manusia feodal. Hal tersebut hingga kini masih terus ditemukan dalam manusia Indonesia untuk menyenangkan atasan atau menyelamatkan diri sendiri.
Selain keenam ciri di atas, Mochtar Lubis juga menyebutkan ciri-ciri lain manusia Indonesia. Di antaranya, boros, menyukai segala sesuatu yang instan, penggerutu, punya rasa humor yang baik, cepat belajar, dan beberapa ciri lainnya.
Nah, berdasarkan isi pidato kebudayaan yang disampaikan pada tahun 1977 tersebut, bagaimana pendapatmu? Apakah manusia Indonesia hari ini, pada tahun 2021 atau 44 tahun setelah pidato tersebut pertama kali disuarakan, ada perbedaannya? Atau masih sama saja?
Pada masanya, pidato ini menuai banyak tanggapan. Tanggapan-tanggapan itu, beserta jawaban dari Mochtar Lubis terhadap tanggapan yang disampaikan juga dimuat di dalam buku dengan tebal 135 halaman ini. ( )
Tanggapan-tanggapan yang dimuat di dalam buku ini di antaranya adalah tanggapan dari Sarlito Wirawan Sarwono dari fakultas psikologi UI (Mei, 1977), Margono Djojohadikusumo selaku pendiri Bank Negara Indonesia (Mei 1977), dan Wildan Yatim seorang sastrawan dan ahli biologi (Mei, 1977).
Iffah Sulistyawati Hartana
Kontributor GenSINDO
Institut Teknologi Bandung
Instagram: @iffahshrtn
(ita)
Lihat Juga :
tulis komentar anda