CERMIN: Gaspar, 34 Tahun, Jantung di Sebelah Kanan
Jum'at, 15 Maret 2024 - 11:13 WIB
Foto: Netflix
Novel bekerja dalam dunia tutur, film bekerja dalam semesta visual. Sebagian besar cerita dalam film 24 Jam Bersama Gaspar dituturkan oleh karakter-karakternya, bukannya diperlihatkan dengan gamblang kepada penonton. Meski dialog-dialog filosofis dalam novel itu mengagumkan ketika dibaca, tapi jadi terdengar sia-sia jika tak dirakit dalam konteks yang tepat dalam adegan film.
Yang mungkin bisa dijawab dalam novel tapi tak terjawab dalam film adalah apa kepentingan/motivasi orang-orang yang membantu Gaspar mewujudkan keinginan terakhirnya? Mengapa perlu orang sebanyak itu dengan sama sekali tak ada keterampilan teknis yang spesifik untuk membantu Gaspar?
Elmore Leonard yang menulis novel terkenalGet Shortypernah menerbitkan daftar sepuluh “aturan penulisan” yang mencakup “Hindari deskripsi karakter secara mendetail” dan “Jangan menjelaskan tempat dan benda secara terlalu detail”. Karenanya novel-novelnya ramping dan bertempo baik seperti skenario yang bagus.
Sayangnya memang novel 24 Jam Bersama Gaspar tak dirakit seperti itu sehingga membutuhkan nyali besar untuk membongkar semesta cerita dan karakter-karakternya terlebih dahulu, lalu menyusunnya ulang untuk kepentingan sebuah skenario yang solid.
Namun 24 Jam Bersama Gaspar juga bisa menjadi film yang menyenangkan karena beberapa alasan di luar substansi ceritanya. Bahwa paling tidak ia memberi penghormatan kepada dua penulis besar dari dua dunia berbeda: Sir Arthur Conan Doyle dan Abdullah Harahap. Nama yang disebut terakhir bahkan tak cukup diapresiasi dengan karya-karyanya yang menarik dan sungguh filmis.
24 Jam Bersama Gaspar
Produser: Yulia Evina Bhara, Cristian Imanuell
Sutradara: Yosep Anggi Noen
Penulis Skenario: Mohammad Irfan Ramly
Pemain: Reza Rahadian, Shenina Cinnamon, Laura Basuki
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Novel bekerja dalam dunia tutur, film bekerja dalam semesta visual. Sebagian besar cerita dalam film 24 Jam Bersama Gaspar dituturkan oleh karakter-karakternya, bukannya diperlihatkan dengan gamblang kepada penonton. Meski dialog-dialog filosofis dalam novel itu mengagumkan ketika dibaca, tapi jadi terdengar sia-sia jika tak dirakit dalam konteks yang tepat dalam adegan film.
Yang mungkin bisa dijawab dalam novel tapi tak terjawab dalam film adalah apa kepentingan/motivasi orang-orang yang membantu Gaspar mewujudkan keinginan terakhirnya? Mengapa perlu orang sebanyak itu dengan sama sekali tak ada keterampilan teknis yang spesifik untuk membantu Gaspar?
Elmore Leonard yang menulis novel terkenalGet Shortypernah menerbitkan daftar sepuluh “aturan penulisan” yang mencakup “Hindari deskripsi karakter secara mendetail” dan “Jangan menjelaskan tempat dan benda secara terlalu detail”. Karenanya novel-novelnya ramping dan bertempo baik seperti skenario yang bagus.
Sayangnya memang novel 24 Jam Bersama Gaspar tak dirakit seperti itu sehingga membutuhkan nyali besar untuk membongkar semesta cerita dan karakter-karakternya terlebih dahulu, lalu menyusunnya ulang untuk kepentingan sebuah skenario yang solid.
Namun 24 Jam Bersama Gaspar juga bisa menjadi film yang menyenangkan karena beberapa alasan di luar substansi ceritanya. Bahwa paling tidak ia memberi penghormatan kepada dua penulis besar dari dua dunia berbeda: Sir Arthur Conan Doyle dan Abdullah Harahap. Nama yang disebut terakhir bahkan tak cukup diapresiasi dengan karya-karyanya yang menarik dan sungguh filmis.
24 Jam Bersama Gaspar
Produser: Yulia Evina Bhara, Cristian Imanuell
Sutradara: Yosep Anggi Noen
Penulis Skenario: Mohammad Irfan Ramly
Pemain: Reza Rahadian, Shenina Cinnamon, Laura Basuki
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
tulis komentar anda