Review Film Family Room: Pengumuman Besar di Meja Makan
Rabu, 27 September 2023 - 14:06 WIB
Syahdan, di meja makan - di “the family room” - sang ayah alias si suami mengumumkan perihal besar. Meski telah 25 tahun menikah dan putra-putrinya sudah beranjak dewasa, ia dan si istri atau ibu anak-anaknya memutuskan bakal berpisah.
Pengumuman yang tentu saja disambut dengan rasa kecewa kedua anaknya. Si ibu berkata, ada perbedaan prinsip. Sedang si ayah bilang apa yang dianggap prinsip itu sebetulnya tak melanggar agama.
Sampai di sini, sudah terkuak apa yang menjadi pangkal masalah. Ichwan mengakhiri filmnya dengan kedua tokoh utama kita, si istri dan suami, masuk kamar berbeda dan ditutup tulisan: 90% perceraian di Indonesia disebabkan poligami.
Foto: MAXstream
Tidak ada ledakan atau pernyataan yang kontroversial dalam film ini. Family Room murni sepenggal kisah keluarga. Ia bukan tipe film pendek yang ingin bicara besar atau memantik kontroversi. Apa yang diungkap bisa terjadi pada keluarga mana saja di Indonesia: suami poligami, istri tak terima.
Meski begitu, di balik kesederhanaannya bertutur, ada hal penting yang ingin disampaikan Ichwan: poligami membuat keluarga berantakan. Perkawinan yang sudah berlangsung seperempat abad bisa seketika runtuh.
Kendati begitu, Ichwan juga tampak berpihak. Ia hanya menyampaikan fakta. Bukan opini. Itu diserahkan pada kita, penontonnya. Itu sebabnya film ini tampak berjarak. Kamera melulu menangkap momen dengan medium shot pada tokoh-tokohnya.
Dengan berjarak kita bisa melihat lebih utuh dan berimbang ketika sebuah keluarga yang tadinya utuh, tapi lalu runtuh. Menyedihkan, memang. Tapi mau bagaimana lagi. Itu kenyataan yang tak bisa ditampik.
Ade Irwansyah
Mantan wartawan dan pengamat film. Unggulan lomba artikel dan kritik film Kemendikbud (2018). Menulis buku Seandainya Saya Kritikus Film (Homerian Pustaka, 2009)
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
Pengumuman yang tentu saja disambut dengan rasa kecewa kedua anaknya. Si ibu berkata, ada perbedaan prinsip. Sedang si ayah bilang apa yang dianggap prinsip itu sebetulnya tak melanggar agama.
Sampai di sini, sudah terkuak apa yang menjadi pangkal masalah. Ichwan mengakhiri filmnya dengan kedua tokoh utama kita, si istri dan suami, masuk kamar berbeda dan ditutup tulisan: 90% perceraian di Indonesia disebabkan poligami.
Foto: MAXstream
Tidak ada ledakan atau pernyataan yang kontroversial dalam film ini. Family Room murni sepenggal kisah keluarga. Ia bukan tipe film pendek yang ingin bicara besar atau memantik kontroversi. Apa yang diungkap bisa terjadi pada keluarga mana saja di Indonesia: suami poligami, istri tak terima.
Meski begitu, di balik kesederhanaannya bertutur, ada hal penting yang ingin disampaikan Ichwan: poligami membuat keluarga berantakan. Perkawinan yang sudah berlangsung seperempat abad bisa seketika runtuh.
Kendati begitu, Ichwan juga tampak berpihak. Ia hanya menyampaikan fakta. Bukan opini. Itu diserahkan pada kita, penontonnya. Itu sebabnya film ini tampak berjarak. Kamera melulu menangkap momen dengan medium shot pada tokoh-tokohnya.
Dengan berjarak kita bisa melihat lebih utuh dan berimbang ketika sebuah keluarga yang tadinya utuh, tapi lalu runtuh. Menyedihkan, memang. Tapi mau bagaimana lagi. Itu kenyataan yang tak bisa ditampik.
Ade Irwansyah
Mantan wartawan dan pengamat film. Unggulan lomba artikel dan kritik film Kemendikbud (2018). Menulis buku Seandainya Saya Kritikus Film (Homerian Pustaka, 2009)
Lihat Juga: Sinopsis Film Korea Omniscient Reader's Viewpoint dan Daftar 8 Pemainnya, Bujet Rp354 Miliar
(ita)
tulis komentar anda