Emotional Contagion: Bukan Cuma Virus, Emosi Juga Bisa Menular!
A
A
A
Kalian pernah gak, sih, tiba-tiba baper saat teman kalian curhat tentang masalahnya? Atau ikutan panik waktu teman kalian nyetok hand sanitizer? Tahu gak kalau emosi juga menular seperti virus?
Peneliti menyebutnya emotional contagion atau penularan emosi. Hatfield, Cacioppo dan Rapson (1994) mendefinisikannya sebagai kecenderungan meniru dan menyinkronkan ekspresi, vokalisasi, postur, dan gerakan dengan orang lain untuk menyatu secara emosional.
Melansir dari Psychology Today, Hatfield berargumen bahwa fenomena ini terjadi melalui tiga tahapan: mimicry, feedback, dan contagion.
Foto: Shutterstock
Tahapan pertama, saat mengobrol secara tidak sadar kita meniru mimik dan gerakan lawan bicara.
Selanjutnya, mimik dan gerakan yang kita tiru akan ditangkap oleh sistem saraf untuk kemudian membuat kita turut merasakan emosi mereka.
Tahapan terakhir, emosi lawan bicara berhasil “menjangkiti” kita.
Pertanyaannya, Hal ini Baik atau Gak, sih?
Foto: fotolia
Kita pasti punya, dong, teman yang kehadirannya selalu ditunggu-tunggu, mereka yang selalu bikin suasana semakin seru. Nah, ini salah satu bentuk positif emotional contagion.
Orang-orang itu berhasil menularkan emosi positif mereka ke sekitar mereka. Dalam konteks organisasi, emotional contagion yang positif bisa mengurangi konflik kerja. Gak percaya?
Sigal G. Barsade dalam jurnalnya yang berjudul "The Ripple Effect: Emotional Contagion and Its Influence on Group Behavior" berhasil membuktikan salah satu hipotesisnya tentang penularan emosi positif dapat meningkatkan mood pekerja dan menghindari banyak konflik. Jadi, ngaruh banget, nih, sama produktivitas kita di kantor maupun organisasi.
Tapi di sisi lain, emosi negatif justru lebih mudah menular daripada yang positif. Loh, kok, bisa ya?
Dari jurnal yang sama, Barsade bilang kalau orang cenderung lebih perhatian dengan hal-hal negatif. Perasaan negatif itu dirasakan oleh mereka lebih relevan atau relate dengan permasalahan mereka.
Emosi Negatif Harus Dihindari, Ini Caranya
Foto: heart.org
Melansir dari Psychology Today, ada beberapa cara supaya kita terhindar dari emosi negatif orang lain.
Pertama, melibatkan peer counselor yang memang ahlinya menenangkan kita kalau udah tertular emosi negatif. Kedua, memahami lingkungan kita bahwa ada orang dengan emosi negatif itu memang ada.
Ketiga, batasi interaksi dengan teman atau pasangan yang buat kalian sedih terus-terusan. Keempat, jadi penghibur dan sistem pendukung (support system) buat mereka yang sedih.
Terakhir, tebarkan terus sinyal positif di media sosial, jangan terlalu sering menunjukkan kesedihan.
Ya, setidaknya cara-cara itu bisa mengurangi risiko kita tertular emosi yang bikin mood kita down. Gak enak, dong, kalau niat kita untuk mendengarkan curhatan mereka malah jadi boomerang ke diri sendiri?
Shanen Patricia
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @patriciaaash
Peneliti menyebutnya emotional contagion atau penularan emosi. Hatfield, Cacioppo dan Rapson (1994) mendefinisikannya sebagai kecenderungan meniru dan menyinkronkan ekspresi, vokalisasi, postur, dan gerakan dengan orang lain untuk menyatu secara emosional.
Melansir dari Psychology Today, Hatfield berargumen bahwa fenomena ini terjadi melalui tiga tahapan: mimicry, feedback, dan contagion.
Foto: Shutterstock
Tahapan pertama, saat mengobrol secara tidak sadar kita meniru mimik dan gerakan lawan bicara.
Selanjutnya, mimik dan gerakan yang kita tiru akan ditangkap oleh sistem saraf untuk kemudian membuat kita turut merasakan emosi mereka.
Tahapan terakhir, emosi lawan bicara berhasil “menjangkiti” kita.
Pertanyaannya, Hal ini Baik atau Gak, sih?
Foto: fotolia
Kita pasti punya, dong, teman yang kehadirannya selalu ditunggu-tunggu, mereka yang selalu bikin suasana semakin seru. Nah, ini salah satu bentuk positif emotional contagion.
Orang-orang itu berhasil menularkan emosi positif mereka ke sekitar mereka. Dalam konteks organisasi, emotional contagion yang positif bisa mengurangi konflik kerja. Gak percaya?
Sigal G. Barsade dalam jurnalnya yang berjudul "The Ripple Effect: Emotional Contagion and Its Influence on Group Behavior" berhasil membuktikan salah satu hipotesisnya tentang penularan emosi positif dapat meningkatkan mood pekerja dan menghindari banyak konflik. Jadi, ngaruh banget, nih, sama produktivitas kita di kantor maupun organisasi.
Tapi di sisi lain, emosi negatif justru lebih mudah menular daripada yang positif. Loh, kok, bisa ya?
Dari jurnal yang sama, Barsade bilang kalau orang cenderung lebih perhatian dengan hal-hal negatif. Perasaan negatif itu dirasakan oleh mereka lebih relevan atau relate dengan permasalahan mereka.
Emosi Negatif Harus Dihindari, Ini Caranya
Foto: heart.org
Melansir dari Psychology Today, ada beberapa cara supaya kita terhindar dari emosi negatif orang lain.
Pertama, melibatkan peer counselor yang memang ahlinya menenangkan kita kalau udah tertular emosi negatif. Kedua, memahami lingkungan kita bahwa ada orang dengan emosi negatif itu memang ada.
Ketiga, batasi interaksi dengan teman atau pasangan yang buat kalian sedih terus-terusan. Keempat, jadi penghibur dan sistem pendukung (support system) buat mereka yang sedih.
Terakhir, tebarkan terus sinyal positif di media sosial, jangan terlalu sering menunjukkan kesedihan.
Ya, setidaknya cara-cara itu bisa mengurangi risiko kita tertular emosi yang bikin mood kita down. Gak enak, dong, kalau niat kita untuk mendengarkan curhatan mereka malah jadi boomerang ke diri sendiri?
Shanen Patricia
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @patriciaaash
(her)