10 Serial Anime Shounen Terbaik yang Dibenci Penggemar
loading...
A
A
A
Anime shounen dikenal punya cerita yang menarik dan pengikut yang banyak. Banyak anime shounen masuk daftar favorit penggemar media ini. Meski begitu. Penggemar pun ada yang membenci serial favorit ini karena sejumlah faktor.
Anime shounen saat ini mendominasi lanskap anim. Komunitas anime pun jadi lebih kuat dan banyak konten berbeda yang bisa diikuti. Meski begitu, ada banyak faktor yang membuat sebuah serial anime populer tidak bisa terkait penggemarnya.
Salah satu faktor utamanya adalah episodenya yang panjang. Dengan ratusan episode, penggemar baru pun jadi sulit mengikutinya. Sejumlah anime shounen populer ini punya reputasi buruk di sudut tertentu komunitas penggemar anime. Anime populer apa saja yang justru dibenci penggemarnya? Mengutip CBR, berikut ulasannya!
Foto: Dragon Ball Games Battle Hour
Dragon Ball telah menjadi serial shounen khas selama lebih dari 30 tahun. Petualangan Goku dan teman-temannya telah membentang di banyak serial dan generasi demi terus memberikan tontonan luar biasa. Dragon Ball punya aksi dan penceritaan menarik.
Sayang, serial ini punya formula berulang yang bergantung pada transformasi tak terduga dan urutan serampangan di mana para jagoannya menyalurkan energi. Bisa dipahami kalau kiasan ini tidak menarik bagi sejumlah audiens. Ini membuat mereka hanya bisa melihat Dragon Ball sebagai serial shounen parodi bukan apa yang ada di dalamnya.
Foto: FilmBunker
Dr. Stone adalah serial shounen baru yang memenangkan hati audiens. Serial ini mengisahkan tentang sekelompok penyintas yang terbangun setelah ribuan tahun mengalami petrifikasi. Awalnya, Dr. Stone hampir terasa seperti pengingat Breaking Bad karena Senku Ishigami yang jenius mengubah sains menjadi kekuatan supernya.
Mendebarkan melihat komunitas Senku mulai meluncurkan diri melintasi era industrialisasi berbeda berkat perlengkapan dan teknologinya yang membaik. Sains tetap menjadi penting bagi Dr. Stone. Tapi, season dua lebih menitikberatkan pada aksi, sehingga terasa lebih seperti serial shounen lain. Perubahan tone ini telah menyebabkan opini yang mempolarisasi di fandom.
Foto: PlayStation Store
Bleach baru saja kembali layar untuk busur cerita terakhirnya, Thousand Year Blood War, yang akan memberikan penutup bagi penggemar loyal anime-nya. Bleach adalah salah satu serial paling sukses Shonen Jump. Ichigo Kurosaki dianggap sebagai salah satu pahlawan terbaik shounen.
Sayang, kesuksesan Bleach menjadi kehancuran anime-nya. Bleach adalah salah satu korban terbesar filler untuk mengisi cerita anime-nya sehingga manga-nya bisa membangun momentum. Filler Bleach melempar narasinya begitu jauh dari jalur sehingga mustahil mengembalikannya ke jalur itu. Anime ini punya lebih dari 350 episode, tapi, tidak punya konklusi yang layak.
Foto: DualShockers
Serial shounen suka mengemukakan underdog. Penonton pun terbiasa dengan ide kalau protagonis mereka mungkin mengawali perjalanan mereka tanpa kekuatan sama sekali selain optimisme buta mereka. Black Clover berkembang menjadi salah satu serial shounen fantasi paling memuaskan. Tapi, baik anime-nya dan karakter utamanya yang berisik, Asta, tetap berada dalam perkembangan terhenti lebih lama dari yang bisa ditahan sejumlah audiens.
Perkembangan mengesankan Asta di anime itu adalah bagian yang membuat serial ini menyenangkan. Penggemar lain tidak punya kesabaran untuk mendengarkan pahlawan remaja sepanjang puluhan episode sementara masih banyak serial shounen lain dimulai dengan karakter utama yang kompeten. Banyak yang memilih berhenti nonton Black Clover karena keberisikan Asta.
Foto: Amazon
Toriko adalah pahlawan shounen gaduh yang akan berbagi makanan dengan Goku dan Luffy. Tapi, Toriko gagal mencapai ketinggian yang sama dengan sejawat shounen-nya. Toriko masuk kiasan shounen pertarungan. Tapi, serialini juga mengoperasikan satir halus penceritaan shounen karena tujuan Toriko merakit bahan untuk makanan sempurna ketimbang melindungi semesta.
Ini adalah kerangka kerja menyenangkan bagi serial shounen. Tapi, narasinya menyeret kakinya dan makanan metaforiknya jadi dingin. Mereka yang tidak terhubung dengan perilaku berbasis makananya tidak akan menemukan saus rahasia resep Toriko.
Foto: Sundial
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba baru punya dua season. Tapi, film layar lebar pertamanya memecahkan rekor dan membantu mengubah serial shounen yang estetis menjadi klasik. Kimetsu no Yaiba tidak melanggar aturan dan pahlawannya, Tanjiro, bertekad menyelamatkan adiknya dari nasib iblisnya.
Kimetsu no Yaiba mengevolusikan sifat shounen yang sudah dikenal melalui pertarungan level tinggi dan visual mewah Ufotable. Mereka yang nonton anime demi animasinya akan mengagumi serial ini. Tapi, kerumuman mainstream mungkin tidak paham mengapa ada hype seperti itu, terutama di awal serial ini.
Foto: Otaku USA Magazine
Gintama baru saja membungkus perjalanan lebih dari 350 episodenya dan tiga film layar lebarnya. Tapi, rasanya Gintama baru saja dimulai. Serial ini mengisahkan tentang Gintoki, Shinpachi, dan Kagura di Jepang, masa Edo, yang diambil alih alien dan samurai terlarang.
Gintama mencapai ketinggian dramatisnya, tapi, juga kekocakan di mana tidak ada serial atau genre terlarang di sini. Meskipun Gintama jadi lebih lucu dengan setiap episodenya, humor absurdnya bukan untuk semua orang. Audiens ada yang suka energi Gintama atau merasa terasingkan.
Foto: Collider
Meskipun Natsu Dragneel dan serikat Fairy Tail-nya jelas tokoh heroik, tapi, butuh waktu yang terlalu lama agar kepribadian mereka bersinar di serial shounen yang berjalan selama lebih dari 300 episode. Natsu adalah pekerjaan yang terus berjalan. Tapi, para petarung dan pengguna sihir serial ini awalnya muncul sebagai karakter stereotip. Butuh waktu bagi mereka untuk menghilangkan label itu.
Ada cukup janji ketika Fairy Tail mulai menceritakan hal-hal hebat di depan mereka. Tapi, sejumlah audiens menginginkan imbalan yang lebih cepat bagi investasi waktu mereka. Mereka tidak bisa terus menerus duduk menonton ratusan episode yang sepertinya tidak ada nilainya.
Foto: ONE Esports
My Hero Academia saat ini memasuki season keenam. Serial ini mengisahkan cerita yang lebih dewasa setelah beberapa season menyajikan pertumbuhan dan penemuan. My Hero Academia dengan baik merangkul stereotip shounen dan superhero dengan dunia di mana hampir semua orang punya kekuatan super.
Misi Deku sebagai calon pahlawan memang seru, tapi, misi-misi itu cukup ramah anak di tiga season pertamanya. Mereka yang tidak mengikuti perkembangan karakternya mungkin tidak bisa berkoneksi dengan season perkenalannya. Itu artinya, mereka tidak akan mengikuti ceritanya yang dewasa dan mengesankan setelah itu.
Foto: Vox
One Piece sudah berjalan selama hampir 25 tahun. Serial ini akhirnya memasuki saga terakhir yang sudah lama dinanti. Dengan perjalanan selama itu, petualangan Monkey D Luffy dan Perompak Topi Jerami telah membentang di lebih dari 1.000 episode dan 15 film layar lebar.
Ada sejumlah filler khusus anime di serial ini. Tapi, One Piece menemukan keseimbangan efektif di mana filler masih bisa berharga. Masalah lebih besar yang membayangi One Piece adalah besarnya warisannya di mana banyak episode gagal beresonasi dengan penonton baru. Selain itu, mereka juga tidak punya cukup waktu untuk nonton seluruh serial itu secara maraton.
Anime shounen saat ini mendominasi lanskap anim. Komunitas anime pun jadi lebih kuat dan banyak konten berbeda yang bisa diikuti. Meski begitu, ada banyak faktor yang membuat sebuah serial anime populer tidak bisa terkait penggemarnya.
Salah satu faktor utamanya adalah episodenya yang panjang. Dengan ratusan episode, penggemar baru pun jadi sulit mengikutinya. Sejumlah anime shounen populer ini punya reputasi buruk di sudut tertentu komunitas penggemar anime. Anime populer apa saja yang justru dibenci penggemarnya? Mengutip CBR, berikut ulasannya!
10. Dragon Ball
Foto: Dragon Ball Games Battle Hour
Dragon Ball telah menjadi serial shounen khas selama lebih dari 30 tahun. Petualangan Goku dan teman-temannya telah membentang di banyak serial dan generasi demi terus memberikan tontonan luar biasa. Dragon Ball punya aksi dan penceritaan menarik.
Sayang, serial ini punya formula berulang yang bergantung pada transformasi tak terduga dan urutan serampangan di mana para jagoannya menyalurkan energi. Bisa dipahami kalau kiasan ini tidak menarik bagi sejumlah audiens. Ini membuat mereka hanya bisa melihat Dragon Ball sebagai serial shounen parodi bukan apa yang ada di dalamnya.
9. Dr. Stone
Foto: FilmBunker
Dr. Stone adalah serial shounen baru yang memenangkan hati audiens. Serial ini mengisahkan tentang sekelompok penyintas yang terbangun setelah ribuan tahun mengalami petrifikasi. Awalnya, Dr. Stone hampir terasa seperti pengingat Breaking Bad karena Senku Ishigami yang jenius mengubah sains menjadi kekuatan supernya.
Mendebarkan melihat komunitas Senku mulai meluncurkan diri melintasi era industrialisasi berbeda berkat perlengkapan dan teknologinya yang membaik. Sains tetap menjadi penting bagi Dr. Stone. Tapi, season dua lebih menitikberatkan pada aksi, sehingga terasa lebih seperti serial shounen lain. Perubahan tone ini telah menyebabkan opini yang mempolarisasi di fandom.
8. Bleach
Foto: PlayStation Store
Bleach baru saja kembali layar untuk busur cerita terakhirnya, Thousand Year Blood War, yang akan memberikan penutup bagi penggemar loyal anime-nya. Bleach adalah salah satu serial paling sukses Shonen Jump. Ichigo Kurosaki dianggap sebagai salah satu pahlawan terbaik shounen.
Sayang, kesuksesan Bleach menjadi kehancuran anime-nya. Bleach adalah salah satu korban terbesar filler untuk mengisi cerita anime-nya sehingga manga-nya bisa membangun momentum. Filler Bleach melempar narasinya begitu jauh dari jalur sehingga mustahil mengembalikannya ke jalur itu. Anime ini punya lebih dari 350 episode, tapi, tidak punya konklusi yang layak.
7. Black Clover
Foto: DualShockers
Serial shounen suka mengemukakan underdog. Penonton pun terbiasa dengan ide kalau protagonis mereka mungkin mengawali perjalanan mereka tanpa kekuatan sama sekali selain optimisme buta mereka. Black Clover berkembang menjadi salah satu serial shounen fantasi paling memuaskan. Tapi, baik anime-nya dan karakter utamanya yang berisik, Asta, tetap berada dalam perkembangan terhenti lebih lama dari yang bisa ditahan sejumlah audiens.
Perkembangan mengesankan Asta di anime itu adalah bagian yang membuat serial ini menyenangkan. Penggemar lain tidak punya kesabaran untuk mendengarkan pahlawan remaja sepanjang puluhan episode sementara masih banyak serial shounen lain dimulai dengan karakter utama yang kompeten. Banyak yang memilih berhenti nonton Black Clover karena keberisikan Asta.
6. Toriko
Foto: Amazon
Toriko adalah pahlawan shounen gaduh yang akan berbagi makanan dengan Goku dan Luffy. Tapi, Toriko gagal mencapai ketinggian yang sama dengan sejawat shounen-nya. Toriko masuk kiasan shounen pertarungan. Tapi, serialini juga mengoperasikan satir halus penceritaan shounen karena tujuan Toriko merakit bahan untuk makanan sempurna ketimbang melindungi semesta.
Ini adalah kerangka kerja menyenangkan bagi serial shounen. Tapi, narasinya menyeret kakinya dan makanan metaforiknya jadi dingin. Mereka yang tidak terhubung dengan perilaku berbasis makananya tidak akan menemukan saus rahasia resep Toriko.
5. Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba
Foto: Sundial
Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba baru punya dua season. Tapi, film layar lebar pertamanya memecahkan rekor dan membantu mengubah serial shounen yang estetis menjadi klasik. Kimetsu no Yaiba tidak melanggar aturan dan pahlawannya, Tanjiro, bertekad menyelamatkan adiknya dari nasib iblisnya.
Kimetsu no Yaiba mengevolusikan sifat shounen yang sudah dikenal melalui pertarungan level tinggi dan visual mewah Ufotable. Mereka yang nonton anime demi animasinya akan mengagumi serial ini. Tapi, kerumuman mainstream mungkin tidak paham mengapa ada hype seperti itu, terutama di awal serial ini.
4. Gintama
Foto: Otaku USA Magazine
Gintama baru saja membungkus perjalanan lebih dari 350 episodenya dan tiga film layar lebarnya. Tapi, rasanya Gintama baru saja dimulai. Serial ini mengisahkan tentang Gintoki, Shinpachi, dan Kagura di Jepang, masa Edo, yang diambil alih alien dan samurai terlarang.
Gintama mencapai ketinggian dramatisnya, tapi, juga kekocakan di mana tidak ada serial atau genre terlarang di sini. Meskipun Gintama jadi lebih lucu dengan setiap episodenya, humor absurdnya bukan untuk semua orang. Audiens ada yang suka energi Gintama atau merasa terasingkan.
3. Fairy Tail
Foto: Collider
Meskipun Natsu Dragneel dan serikat Fairy Tail-nya jelas tokoh heroik, tapi, butuh waktu yang terlalu lama agar kepribadian mereka bersinar di serial shounen yang berjalan selama lebih dari 300 episode. Natsu adalah pekerjaan yang terus berjalan. Tapi, para petarung dan pengguna sihir serial ini awalnya muncul sebagai karakter stereotip. Butuh waktu bagi mereka untuk menghilangkan label itu.
Ada cukup janji ketika Fairy Tail mulai menceritakan hal-hal hebat di depan mereka. Tapi, sejumlah audiens menginginkan imbalan yang lebih cepat bagi investasi waktu mereka. Mereka tidak bisa terus menerus duduk menonton ratusan episode yang sepertinya tidak ada nilainya.
2. My Hero Academia
Foto: ONE Esports
My Hero Academia saat ini memasuki season keenam. Serial ini mengisahkan cerita yang lebih dewasa setelah beberapa season menyajikan pertumbuhan dan penemuan. My Hero Academia dengan baik merangkul stereotip shounen dan superhero dengan dunia di mana hampir semua orang punya kekuatan super.
Misi Deku sebagai calon pahlawan memang seru, tapi, misi-misi itu cukup ramah anak di tiga season pertamanya. Mereka yang tidak mengikuti perkembangan karakternya mungkin tidak bisa berkoneksi dengan season perkenalannya. Itu artinya, mereka tidak akan mengikuti ceritanya yang dewasa dan mengesankan setelah itu.
1. One Piece
Foto: Vox
One Piece sudah berjalan selama hampir 25 tahun. Serial ini akhirnya memasuki saga terakhir yang sudah lama dinanti. Dengan perjalanan selama itu, petualangan Monkey D Luffy dan Perompak Topi Jerami telah membentang di lebih dari 1.000 episode dan 15 film layar lebar.
Ada sejumlah filler khusus anime di serial ini. Tapi, One Piece menemukan keseimbangan efektif di mana filler masih bisa berharga. Masalah lebih besar yang membayangi One Piece adalah besarnya warisannya di mana banyak episode gagal beresonasi dengan penonton baru. Selain itu, mereka juga tidak punya cukup waktu untuk nonton seluruh serial itu secara maraton.
(alv)