Sepedaan di Hutan Kota juga Asyik, Kok!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masa pandemi bikin tren naik sepeda muncul lagi. Kalau sekarang banyak yang naik sepeda di jalan-jalan protokol dan jalan raya, ada juga yang lebih suka sepedaan di hutan kota. Kenapa, ya?
Sebelum bercerita lebih jauh, kita mesti tahu dulu tentang hutan kota. Ternyata, hutan kota berbeda, lho, dengan taman kota.
Mengutip dari Abdul Syukur, ahli sejarah sekaligus dosen Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), perbedaannya salah satunya ada pada penataan pohon-pohonnya.
Pohon-pohon di hutan kota dibiarkan rimbun lebat, rindang, dan tinggi menjulang, mirip rimba belantara. Sedangkan taman kota biasanya banyak tanaman-tanaman ringan yang gak terlalu tinggi, dan diatur sedemikian rupa supaya mirip taman, dan jadi tempat rekreasi.
Foto: pxhere.com
Nah, kalau menurut karyawan swasta seperti Rian Saputra, 23, sepedaan di hutan kota ibarat jadi momen meditasi setelah setiap hari capek bekerja dan perjalanan rumah-kantor-rumah yang bikin lelah.
“Buat gue hutan kota itu punya suasana tersendiri dibanding tempat lain. Hutan kota lebih tenang, udara lebih sejuk,” jelasnya.
Kelebihan lainnya sepedaan di hutan kota, menurut Rian, juga adalah karena di hutan kota gak ada sepeda motor yang boleh masuk. Jadi bersepeda juga lebih nyaman dan asyik.
“Gue pengen nikmatin itu (bersepeda) dengan tenang. Di hutan kota gak bisa kelilingan pake kendaraan bermotor,” kata Rian yang senang bersepeda di Hutan Kota UI di Depok dan Hutan Kota GBK di Senayan, Jakarta.
Foto: wamc.org
Sama dengan Rian, Raihan yang tinggal di Jakarta juga hobi sepedaan di Hutan Kota GBK dan Hutan Kota Penjaringan. “Karena tempatnya asri dan sejuk, olahraga juga nyaman,” katanya.
Rian biasanya lebih suka sepedaan pada pagi hari, yaitu pukul 05.00 atau 06.00 WIB. “30 menit cukup. Waktu bulan puasa malah rutin karena ada teman juga. Kalau sekarang karena udah WFO jadi cuma Sabtu dan Minggu aja,” kata Rian yang mengaku tetap pakai masker saat sepedaan.
Hutan Kota untuk Atasi Krisis Oksigen
Istilah hutan kota baru populer belakangan ini di kalangan masyarakat. Terlepas dari istilahnya, tempat ini dibuat untuk mengatasi krisis oksigen dan polusi udara di kota-kota besar di Indonesia.
Pada 2002, pemerintah jugak sudah menerbitkan PP No.63 tentang Hutan Kota. Tertulis aturan mengenai hutan kota yang diwajibkan adalah 10% dari luas wilayah. Sayangnya, masih banyak kendala dalam masalah lahan untuk hutan kota.
Foto: Instagram @kaynaraleica
Masalah pembebasan lahan adalah yang paling utama. Pada umumnya, lahan di kota supermahal, maka dari itu pembebasan lahan susah untuk dilakukan.
Jakarta sebagai pusat negara saat ini pun masih krisis lahan untuk hutan kota, padahal polusi udara tiap tahunnya selalu meningkat.
“Kondisi kritis oksigen saat ini harus perlu diperhatikan lebih oleh pemerintah. Pemerintah diharapkan lebih tegas terutama mengenai fasum dan fasos seperti hutan kota,” ujar Abdul Syukur.
Foto: Freepik
Selain itu, Abdul juga berharap LSM bisa mendesak pemerintah supaya lahan terbuka hijau bisa diperluas untuk kota besar seperti Jakarta.
“Hutan kota dan ruang terbuka hijau sangat perlu guna menjadi lahan penyerapan air di kondisi kota yang sudah krisis lahan terbuka,” jelasnya.
Hingga tahun 2018, Jakarta sudah punya hutan kota seluas 194 hektare. Rencanaya tahun ini akan diperluas.
GenSINDO
Safitri Rochmah
Universitas Al Azhar Indonesia
Sebelum bercerita lebih jauh, kita mesti tahu dulu tentang hutan kota. Ternyata, hutan kota berbeda, lho, dengan taman kota.
Mengutip dari Abdul Syukur, ahli sejarah sekaligus dosen Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), perbedaannya salah satunya ada pada penataan pohon-pohonnya.
Pohon-pohon di hutan kota dibiarkan rimbun lebat, rindang, dan tinggi menjulang, mirip rimba belantara. Sedangkan taman kota biasanya banyak tanaman-tanaman ringan yang gak terlalu tinggi, dan diatur sedemikian rupa supaya mirip taman, dan jadi tempat rekreasi.
Foto: pxhere.com
Nah, kalau menurut karyawan swasta seperti Rian Saputra, 23, sepedaan di hutan kota ibarat jadi momen meditasi setelah setiap hari capek bekerja dan perjalanan rumah-kantor-rumah yang bikin lelah.
“Buat gue hutan kota itu punya suasana tersendiri dibanding tempat lain. Hutan kota lebih tenang, udara lebih sejuk,” jelasnya.
Kelebihan lainnya sepedaan di hutan kota, menurut Rian, juga adalah karena di hutan kota gak ada sepeda motor yang boleh masuk. Jadi bersepeda juga lebih nyaman dan asyik.
“Gue pengen nikmatin itu (bersepeda) dengan tenang. Di hutan kota gak bisa kelilingan pake kendaraan bermotor,” kata Rian yang senang bersepeda di Hutan Kota UI di Depok dan Hutan Kota GBK di Senayan, Jakarta.
Foto: wamc.org
Sama dengan Rian, Raihan yang tinggal di Jakarta juga hobi sepedaan di Hutan Kota GBK dan Hutan Kota Penjaringan. “Karena tempatnya asri dan sejuk, olahraga juga nyaman,” katanya.
Rian biasanya lebih suka sepedaan pada pagi hari, yaitu pukul 05.00 atau 06.00 WIB. “30 menit cukup. Waktu bulan puasa malah rutin karena ada teman juga. Kalau sekarang karena udah WFO jadi cuma Sabtu dan Minggu aja,” kata Rian yang mengaku tetap pakai masker saat sepedaan.
Hutan Kota untuk Atasi Krisis Oksigen
Istilah hutan kota baru populer belakangan ini di kalangan masyarakat. Terlepas dari istilahnya, tempat ini dibuat untuk mengatasi krisis oksigen dan polusi udara di kota-kota besar di Indonesia.
Pada 2002, pemerintah jugak sudah menerbitkan PP No.63 tentang Hutan Kota. Tertulis aturan mengenai hutan kota yang diwajibkan adalah 10% dari luas wilayah. Sayangnya, masih banyak kendala dalam masalah lahan untuk hutan kota.
Foto: Instagram @kaynaraleica
Masalah pembebasan lahan adalah yang paling utama. Pada umumnya, lahan di kota supermahal, maka dari itu pembebasan lahan susah untuk dilakukan.
Jakarta sebagai pusat negara saat ini pun masih krisis lahan untuk hutan kota, padahal polusi udara tiap tahunnya selalu meningkat.
“Kondisi kritis oksigen saat ini harus perlu diperhatikan lebih oleh pemerintah. Pemerintah diharapkan lebih tegas terutama mengenai fasum dan fasos seperti hutan kota,” ujar Abdul Syukur.
Foto: Freepik
Selain itu, Abdul juga berharap LSM bisa mendesak pemerintah supaya lahan terbuka hijau bisa diperluas untuk kota besar seperti Jakarta.
“Hutan kota dan ruang terbuka hijau sangat perlu guna menjadi lahan penyerapan air di kondisi kota yang sudah krisis lahan terbuka,” jelasnya.
Hingga tahun 2018, Jakarta sudah punya hutan kota seluas 194 hektare. Rencanaya tahun ini akan diperluas.
GenSINDO
Safitri Rochmah
Universitas Al Azhar Indonesia
(it)