Inovasi Plastik dari Rumput Laut dan Bisa Dimakan, Mau Coba?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sampah plastik telah menjadi isu global dekade belakangan. Jumlahnya telah melebihi kapasitas penguraiannya sehingga mengganggu habitat makhluk hidup liar maupun manusia.
Berdasarkan data worldbank.org, setiap harinya Indonesia menghasilkan 175 ribu ton sampah dan sekitar 14% atau 24.500 ton merupakan sampah plastik.
Menurut Penelitian Cepat Hotspot Bank Dunia Sampah Laut Indonesia, sebesar 20% sampah plastik di Indonesia berakhir di sungai dan perairan pesisir. Setiap 20 menit, setara dengan 10 ton truk bermuatan plastik dibuang ke perairan seluruh Indonesia.
Masih mengacu sumber yang sama, pada studi tahun 2015 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara penyumbang plastik terbesar kedua di dunia di lautan. Jadi tidak heran, melihat fakta itu, plastik menjadi ancaman besar bagi isu lingkungan .
Selain menimbulkan masalah di sektor perairan, sampah plastik juga menyumbang andil dalam percepatan perubahan iklim. Saking pentingnya isu perubahan iklim sampai ada The Climate Clock di New York, Amerika Serikat.
Foto: iStock
Bicara soal sampah plastik, untungnya sudah banyak orang yang sadar dengan isu ini. Tak sedikit orang yang sudah menerapkan gaya hidup go green dengan memakai gelas dan sedotan berbahan dasar kertas maupun membawa tempat makan dan minuman dari rumah.
Selain alternatif pengemasan dengan kertas, ternyata ada inovasi lain. Salah stau perusahaan rintisan (start-up) London Notpla di Inggris, mereka memiliki inovasi pengemasan berbahan dasar rumput laut yang dibentuk menyerupai plastik bening.
Jadi plastik ini terbuat dari rumput laut yang dibudidayakan di Prancis Utara. Rumput lautnya dikeringkan dan digiling menjadi bubuk.
Kemudian Notpla mengolahnya dengan teknik yang masih dirahasiakan hingga menjadi cairan kental yang berwarna lusuh. Saat kering nanti cairan akan berubah menjadi zat seperti plastik. ( )
Inovasi ini dinilai sangat ramah lingkungan karena plastik notpla gampang terurai di alam. Hanya dalam 4-6 minggu, plastik kreasi Notpla ini sudah bisa terurai di alam. Jauh berbeda dibandingkan plastik sungguhan yang butuh waktu ratusan tahun untuk terurai.
Plastik Notpla bisa dikonsumsi, jadi aman untuk manusia atau hewan liar kalau termakan. Jelas bisa dimakan, karena bahan dasarnya rumput laut yang biasa ada dalam hidangan khas Negeri Sakura.
Gagasan kemasan dari rumput laut ini dianggap lebih efektif daripada menggunakan pati. Soalnya kalau pakai rumput laut jadi tidak membutuhkan banyak lahan dan waktu dalam pengolahannya.
Foto:oceanicsociety.org
Selain plastik berbahan dasar rumput laut, tampaknya perusahaan Notpla masih punya banyak gagasan produk ramah lingkungan lainnya.
Contohnya polong air yang bisa dimakan dan wadah makanan sekali pakai yang bebas dari bahan kimia dan sintesis serta dilapisi lapisan tahan air dan minyak.
MengutipBusiness Insider, dalam membuat wadah ramah lingkungan itu Notpla mengganti polylactic acid (PLA) dengan bahan alami.
“Jadi meskipun PLA itu masuk ke alam, tentunya akan terurai secara alami seperti buah dan sayuran,” kata Juno Wilson, manajer proyek dan bisnis Notpla.
Untuk harga, Notpla bersifat pribadi, tetapi prinsipnya menjual produk secara grosir ke perusahaan yang pelanggannya menghargai kredensial ramah lingkungannya.
Di Indonesia, sudah banyak yang mengembangkan ide plastik berbasis rumput laut ini, salah satunya Kementerian Perikanan dan Kelautan. ( )
Selain pemerintah, merek dagang Evoware asal Indonesia juga telah mendapat pengakuan internasional. Salah satu penghargaan yang diterima Evoware diberikan oleh The Ellen McArthur Foundation menjadikannya sebagai pemenang kontes Circular Design Challenge.
Jadi, bagaimana? Apakah kamu tertarik dengan plastik rumput laut ini? Atau kamu punya ide lainnya terkait masalah sampah plastik?
Anggita Hutami Ratnaningsih
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @Gitahut
Berdasarkan data worldbank.org, setiap harinya Indonesia menghasilkan 175 ribu ton sampah dan sekitar 14% atau 24.500 ton merupakan sampah plastik.
Menurut Penelitian Cepat Hotspot Bank Dunia Sampah Laut Indonesia, sebesar 20% sampah plastik di Indonesia berakhir di sungai dan perairan pesisir. Setiap 20 menit, setara dengan 10 ton truk bermuatan plastik dibuang ke perairan seluruh Indonesia.
Masih mengacu sumber yang sama, pada studi tahun 2015 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara penyumbang plastik terbesar kedua di dunia di lautan. Jadi tidak heran, melihat fakta itu, plastik menjadi ancaman besar bagi isu lingkungan .
Selain menimbulkan masalah di sektor perairan, sampah plastik juga menyumbang andil dalam percepatan perubahan iklim. Saking pentingnya isu perubahan iklim sampai ada The Climate Clock di New York, Amerika Serikat.
Foto: iStock
Bicara soal sampah plastik, untungnya sudah banyak orang yang sadar dengan isu ini. Tak sedikit orang yang sudah menerapkan gaya hidup go green dengan memakai gelas dan sedotan berbahan dasar kertas maupun membawa tempat makan dan minuman dari rumah.
Selain alternatif pengemasan dengan kertas, ternyata ada inovasi lain. Salah stau perusahaan rintisan (start-up) London Notpla di Inggris, mereka memiliki inovasi pengemasan berbahan dasar rumput laut yang dibentuk menyerupai plastik bening.
Jadi plastik ini terbuat dari rumput laut yang dibudidayakan di Prancis Utara. Rumput lautnya dikeringkan dan digiling menjadi bubuk.
Kemudian Notpla mengolahnya dengan teknik yang masih dirahasiakan hingga menjadi cairan kental yang berwarna lusuh. Saat kering nanti cairan akan berubah menjadi zat seperti plastik. ( )
Inovasi ini dinilai sangat ramah lingkungan karena plastik notpla gampang terurai di alam. Hanya dalam 4-6 minggu, plastik kreasi Notpla ini sudah bisa terurai di alam. Jauh berbeda dibandingkan plastik sungguhan yang butuh waktu ratusan tahun untuk terurai.
Plastik Notpla bisa dikonsumsi, jadi aman untuk manusia atau hewan liar kalau termakan. Jelas bisa dimakan, karena bahan dasarnya rumput laut yang biasa ada dalam hidangan khas Negeri Sakura.
Gagasan kemasan dari rumput laut ini dianggap lebih efektif daripada menggunakan pati. Soalnya kalau pakai rumput laut jadi tidak membutuhkan banyak lahan dan waktu dalam pengolahannya.
Foto:oceanicsociety.org
Selain plastik berbahan dasar rumput laut, tampaknya perusahaan Notpla masih punya banyak gagasan produk ramah lingkungan lainnya.
Contohnya polong air yang bisa dimakan dan wadah makanan sekali pakai yang bebas dari bahan kimia dan sintesis serta dilapisi lapisan tahan air dan minyak.
MengutipBusiness Insider, dalam membuat wadah ramah lingkungan itu Notpla mengganti polylactic acid (PLA) dengan bahan alami.
“Jadi meskipun PLA itu masuk ke alam, tentunya akan terurai secara alami seperti buah dan sayuran,” kata Juno Wilson, manajer proyek dan bisnis Notpla.
Untuk harga, Notpla bersifat pribadi, tetapi prinsipnya menjual produk secara grosir ke perusahaan yang pelanggannya menghargai kredensial ramah lingkungannya.
Di Indonesia, sudah banyak yang mengembangkan ide plastik berbasis rumput laut ini, salah satunya Kementerian Perikanan dan Kelautan. ( )
Selain pemerintah, merek dagang Evoware asal Indonesia juga telah mendapat pengakuan internasional. Salah satu penghargaan yang diterima Evoware diberikan oleh The Ellen McArthur Foundation menjadikannya sebagai pemenang kontes Circular Design Challenge.
Jadi, bagaimana? Apakah kamu tertarik dengan plastik rumput laut ini? Atau kamu punya ide lainnya terkait masalah sampah plastik?
Anggita Hutami Ratnaningsih
Kontributor GenSINDO
Politeknik Negeri Jakarta
Instagram: @Gitahut
(it)