Apa Peran Filsafat Dalam Era 4.0, Perlukah Mempelajarinya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teori evolusi berhasil menjelaskan bagaimana sifat diwariskan dan memberikan mekanisme bagaimana populasi organisme berubah dari waktu ke waktu.
Tetapi teori tersebut belum mampu menjelaskan asal mula kehidupan.
Sebab, sehebat dan semutakhir apapun ilmu pengetahuan, masih ada banyak pertanyaan di dunia yang belum berhasil dijawab.
Dibutuhkan manusia-manusia yang mampu berpikir secara filosofis guna menjawabpertanyaan yang ilmu pengetahuan belum atautidak mampu menjawabnya.
Budiman Sudjatmiko, aktivis 1998 sekaligus founder Innovation 4.0, menyampaikan kuliah umum mengenai pentingnya filsafat di era 4.0, pada hari Senin (7/12).
(Baca Juga: Penggemar Kim Seon-ho Belum Move On, Tulis Pernyataan Merendahkan Nam Joo-hyuk )
Menurutnya, keberadaan filsafat tidak serta-merta dapat digantikan oleh perkembangan ilmu pengetahuan.
Karena perkembangan ilmu pengetahuan sendiri sejatinya dimulai dari pikiran-pikiran yang filosofis.
“Ribuan tahun manusia punya pertanyaan eksistensial, ilmu pengetahuan hadir melalui eksperimen dan observasi saintifik untuk menjawabnya.” kata Budiman dalam kuliah umum virtual yang diadakan Philofest ID.
Foto: Instagram Philofestid
Menurut Budiman, negara-negara yang kini memimpin perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti Perancis, Jerman, dan Inggris adalah negara-negara yang berhasil memadukan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan dasar seperti fisika, kimia, biologi, dan matematika.
Mereka menjadi negara maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi karena yang mereka kembangkan dan pikirkan bukan hanya masalah aplikasi dari ilmu pengetahuan semata.
Melainkan juga dari dasar dan asal-usul segala hal terjadi.
(Baca Juga: Inilah Film dan Serial Netflix Favorit Penonton Indonesia pada 2020 )
Hal ini berbeda dengan konsep mengenai ilmu pengetahuan yang dikembangkan di negara-negara yang hebat dalam hal manufaktur seperti Cina dan Jepang.
“Kalau kita fokus ke hal-hal yang aplikatif saja, mesin sekarang berbeda loh dengan mesin dulu.
Kalau mesin dulu misalnya mesin uap, makin lama makin usang, nanti juga rusak. Kalau mesin sekarang, kita punya teknologi machine learning, mesin yang belajar. Semakin lama, dia semakin pintar, bukannya usang,” sambung Budiman.
Foto: Getty Images
Oleh sebab itu, menurutnya, keberadaan ilmu filsafat yang mempelajari tentang pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya menjadi sangat penting.
Karena, segala kemampuan manusia bisa jadi suatu waktu nanti bisa dilakukan oleh mesin.
Proses otomatisasi tidak lagi hanya terjadi di dunia industri, tapi bisa merambah ke kehidupan sehari-hari.
“Prediksi para ahli, katanya 2045 nanti Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) bisa melampaui kecerdasan manusia. Terus kita bisa apa?. Kita bisa mempertahankan kemampuan kita yang mungkin akan sulit dimiliki oleh mesin-mesin ini," jelasnya.
Yang dimaksud dengan kemampuan disini yaitu kemampuan untuk menjadi filosofis dalam banyak hal.
Seperti kemampuan untuk mencintai, mencari kebenaran dari sains murni, dan spiritualitas.
Terlepas apakahdi kemudian hari akan ada atau justru tidak ada mesin yang diciptakan dengan kemampuan itu, yang jelas kita akan tetap lebih unggul dari teknologi manapun dengan tetap berpegang padakemampuan tersebut.
Kemampuan untuk mencintai, mencari kebenaran dari sains murni, dan spiritualitas ini, diterjemahkan Budiman menjaditiga kemampuan dasar.
Yaitu cinta, cita, dan cipta. Menurutnya, manusia dapat diklasifikan ke dalam beberapa jenis dengantiga kemampuan dasar ini.
Nah, kebayang enggak seberapa pentingnya keberadaan ilmu filsafat di masa sekarang ini?.
Foto: Pexels
Kalau masih belum terbayang, apakah kamu pernah mencari tahu mengapa gelar tertinggi di dalam pendidikan disebut PhD yang merupakan akronim dari Philosophiae Doctor?
(Baca Juga: Trailer Riverdale Season 5 Dirilis, Ada Adegan Prom dan Investigasi Pembunuhan )
Hal ini ditujukan untuk mengingatkan dunia, walau sepintar-pintarnya seseorang di suatu bidang, untuk mencapai gelar tertinggi di dalam pendidikannya, ia haruslah mempelajari filsafat sebagai pondisi ilmunya.
Kuliah umum ini merupakan rangkaian dari Philofest ID yang merupakan festival filsafat terbesar di Indonesia.
Philofest ID diselenggarakan sejak 7 hingga 13 Desember 2020.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan ini kamu bisa mengaksesnya di Instagram Instagram.com/philofestid . Jangan sampai ketinggalan, ya.
Iffah Sulistyawati Hartana
Kontributor GenSINDO
Institut Teknologi Bandung
Instagram: @iffahshrtn
Tetapi teori tersebut belum mampu menjelaskan asal mula kehidupan.
Sebab, sehebat dan semutakhir apapun ilmu pengetahuan, masih ada banyak pertanyaan di dunia yang belum berhasil dijawab.
Dibutuhkan manusia-manusia yang mampu berpikir secara filosofis guna menjawabpertanyaan yang ilmu pengetahuan belum atautidak mampu menjawabnya.
Budiman Sudjatmiko, aktivis 1998 sekaligus founder Innovation 4.0, menyampaikan kuliah umum mengenai pentingnya filsafat di era 4.0, pada hari Senin (7/12).
(Baca Juga: Penggemar Kim Seon-ho Belum Move On, Tulis Pernyataan Merendahkan Nam Joo-hyuk )
Menurutnya, keberadaan filsafat tidak serta-merta dapat digantikan oleh perkembangan ilmu pengetahuan.
Karena perkembangan ilmu pengetahuan sendiri sejatinya dimulai dari pikiran-pikiran yang filosofis.
“Ribuan tahun manusia punya pertanyaan eksistensial, ilmu pengetahuan hadir melalui eksperimen dan observasi saintifik untuk menjawabnya.” kata Budiman dalam kuliah umum virtual yang diadakan Philofest ID.
Foto: Instagram Philofestid
Menurut Budiman, negara-negara yang kini memimpin perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti Perancis, Jerman, dan Inggris adalah negara-negara yang berhasil memadukan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan dasar seperti fisika, kimia, biologi, dan matematika.
Mereka menjadi negara maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi karena yang mereka kembangkan dan pikirkan bukan hanya masalah aplikasi dari ilmu pengetahuan semata.
Melainkan juga dari dasar dan asal-usul segala hal terjadi.
(Baca Juga: Inilah Film dan Serial Netflix Favorit Penonton Indonesia pada 2020 )
Hal ini berbeda dengan konsep mengenai ilmu pengetahuan yang dikembangkan di negara-negara yang hebat dalam hal manufaktur seperti Cina dan Jepang.
“Kalau kita fokus ke hal-hal yang aplikatif saja, mesin sekarang berbeda loh dengan mesin dulu.
Kalau mesin dulu misalnya mesin uap, makin lama makin usang, nanti juga rusak. Kalau mesin sekarang, kita punya teknologi machine learning, mesin yang belajar. Semakin lama, dia semakin pintar, bukannya usang,” sambung Budiman.
Foto: Getty Images
Oleh sebab itu, menurutnya, keberadaan ilmu filsafat yang mempelajari tentang pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya menjadi sangat penting.
Karena, segala kemampuan manusia bisa jadi suatu waktu nanti bisa dilakukan oleh mesin.
Proses otomatisasi tidak lagi hanya terjadi di dunia industri, tapi bisa merambah ke kehidupan sehari-hari.
“Prediksi para ahli, katanya 2045 nanti Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) bisa melampaui kecerdasan manusia. Terus kita bisa apa?. Kita bisa mempertahankan kemampuan kita yang mungkin akan sulit dimiliki oleh mesin-mesin ini," jelasnya.
Yang dimaksud dengan kemampuan disini yaitu kemampuan untuk menjadi filosofis dalam banyak hal.
Seperti kemampuan untuk mencintai, mencari kebenaran dari sains murni, dan spiritualitas.
Terlepas apakahdi kemudian hari akan ada atau justru tidak ada mesin yang diciptakan dengan kemampuan itu, yang jelas kita akan tetap lebih unggul dari teknologi manapun dengan tetap berpegang padakemampuan tersebut.
Kemampuan untuk mencintai, mencari kebenaran dari sains murni, dan spiritualitas ini, diterjemahkan Budiman menjaditiga kemampuan dasar.
Yaitu cinta, cita, dan cipta. Menurutnya, manusia dapat diklasifikan ke dalam beberapa jenis dengantiga kemampuan dasar ini.
Nah, kebayang enggak seberapa pentingnya keberadaan ilmu filsafat di masa sekarang ini?.
Foto: Pexels
Kalau masih belum terbayang, apakah kamu pernah mencari tahu mengapa gelar tertinggi di dalam pendidikan disebut PhD yang merupakan akronim dari Philosophiae Doctor?
(Baca Juga: Trailer Riverdale Season 5 Dirilis, Ada Adegan Prom dan Investigasi Pembunuhan )
Hal ini ditujukan untuk mengingatkan dunia, walau sepintar-pintarnya seseorang di suatu bidang, untuk mencapai gelar tertinggi di dalam pendidikannya, ia haruslah mempelajari filsafat sebagai pondisi ilmunya.
Kuliah umum ini merupakan rangkaian dari Philofest ID yang merupakan festival filsafat terbesar di Indonesia.
Philofest ID diselenggarakan sejak 7 hingga 13 Desember 2020.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan ini kamu bisa mengaksesnya di Instagram Instagram.com/philofestid . Jangan sampai ketinggalan, ya.
Iffah Sulistyawati Hartana
Kontributor GenSINDO
Institut Teknologi Bandung
Instagram: @iffahshrtn
(nov)