Hugo Boss, Label Fashion di Balik Seragam Nazi di Medan Perang
loading...
A
A
A
Nasib Buruk Buruh di Balik Seragam Gagah Nazi
Menjelang Perang Dunia II, Hugo Boss mulai dibanjiri dengan pesanan seragam yang terus meningkat tajam. Namun sayangnya, pesanan yang terus bertambah ini diikuti pula dengan jumlah pekerja yang terus berkurang. Alhasil, Hugo Boss kekurangan pekerja untuk memenuhi pesanan seragam yang menumpuk.
Buruh di pabrik Hugo Boss. Foto: Bundesarchiv, Bild 146-2007-0074 / CC-BY-SA 3.0
Untuk memenuhi tuntutan seragam ini, sejak April 1940, Hugo Boss mulai mempekerjakan 140 pekerja paksa yang mayoritasnya adalah pekerja perempuan dan 40 tawanan perang Prancis. Selain itu, di Metzingen, Boss juga melibatkan 1.241 pekerja paksa dalam proyeknya.
Kondisi di kamp khusus yang menjadi tempat tinggal para pekerja juga sangat gak layak dan mengerikan.
Roman Köster dalam “Hugo Boss, 1924-1945: A Clothing Factory During the Weimar Republic and Third Reich” menyatakan bahwa tingkat kebersihan dan persediaan makanan di sana sangat gak menentu akibat permasalahan keuangan yang serius.
Menurut laporan BBC, pada tahun 1944, Boss mulai mencoba memperbaiki situasi dengan menampung sendiri para pekerjanya dan memperbaiki kondisi makanan yang sebelumnya sangat gak menentu. Boss lalu meninggal dunia empat tahun setelahnya.
Silmi Safriyantini
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @silmisafr
Menjelang Perang Dunia II, Hugo Boss mulai dibanjiri dengan pesanan seragam yang terus meningkat tajam. Namun sayangnya, pesanan yang terus bertambah ini diikuti pula dengan jumlah pekerja yang terus berkurang. Alhasil, Hugo Boss kekurangan pekerja untuk memenuhi pesanan seragam yang menumpuk.
Buruh di pabrik Hugo Boss. Foto: Bundesarchiv, Bild 146-2007-0074 / CC-BY-SA 3.0
Untuk memenuhi tuntutan seragam ini, sejak April 1940, Hugo Boss mulai mempekerjakan 140 pekerja paksa yang mayoritasnya adalah pekerja perempuan dan 40 tawanan perang Prancis. Selain itu, di Metzingen, Boss juga melibatkan 1.241 pekerja paksa dalam proyeknya.
Kondisi di kamp khusus yang menjadi tempat tinggal para pekerja juga sangat gak layak dan mengerikan.
Roman Köster dalam “Hugo Boss, 1924-1945: A Clothing Factory During the Weimar Republic and Third Reich” menyatakan bahwa tingkat kebersihan dan persediaan makanan di sana sangat gak menentu akibat permasalahan keuangan yang serius.
Menurut laporan BBC, pada tahun 1944, Boss mulai mencoba memperbaiki situasi dengan menampung sendiri para pekerjanya dan memperbaiki kondisi makanan yang sebelumnya sangat gak menentu. Boss lalu meninggal dunia empat tahun setelahnya.
Silmi Safriyantini
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @silmisafr
(it)