Kebanyakan Interaksi Video Daring Bikin Capek? Ini Alasan dan Cara Mengatasinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bagi banyak orang, belajar dan bekerja di rumah artinya banyak menghabiskan waktu di depan layar laptop untuk video daring atau video conference.
Sejak pandemi virus corona bercokol, kita terpaksa harus pake layanan video daring lebih sering. Mulai dari kerja, kuliah, rapat kepanitiaan, seminar, rapat organisasi, bahkan ngobrol biasa, gak lepas dari video konferensi.
Kayaknya, hampir semua aplikasi mulai dari Zoom, GoToMeeting, Skype, atau Google Hangouts, udah pernah kamu cobain. Bener gak?
Nah, kamu sering gak, merasa capek fisik atau mental karena keseringan pake video daring? Mungkin sebagian orang menganggap kalo komunikasi lewat daring lebih gampang dibandingkan komunikasi langsung, tapi faktanya berbeda. Kok bisa?
VIDEO DARING LEBIH BIKIN CAPEK DIBANDING KOMUNIKASI LANGSUNG, APA PENYEBABNYA?
Foto:Frank Romero/Unsplash
Kelelahan yang kamu rasakan bisa berbentuk rasa capek, cemas, atau khawatir selama atau sesudah memakai video daring, dikutip dari USA Today. Badan jadi gampang capek, kepala pusing, mata sakit, pandangan burem, mood gak bagus, dan lainnya. Hal ini wajar banget kalo kamu rasain. Ini beberapa faktor penyebabnya.
Faktor Teknologi
Melansir dari Psychology Today, kualitas gambar atau suara video yang jelek bikin kita kurang fokus. Tanpa sadar, kita jadi panik dan gak nyaman kalo jaringan mendadak buruk.
Bahkan, ada penundaan 1-2 detik aja bisa bikin kita beranggapan negatif ke lawan bicara, misalnya menduga kalo mereka gak fokus atau gak menghargai omongan kita.
Selain itu, karena muka dan tubuh kita ada di depan layar, kita merasa seolah-olah jadi bahan tontonan. Apalagi, dalam video daring organisasi yang isinya banyak orang, kita akan merasa diliatin dan jadi lebih mudah tertekan.
Selama video, susah juga rasanya buat gak memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi muka kita di layar. Bener, gak?
Faktor Mental
Mengutip dari BBC, sejumlah pakar menjelaskan faktor mental di balik ini. Menurut Fianpero Petriglieri, profesor di Insead, yang mempelajari pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan di tempat kerja, serta Marissa Shuffler, profesor di Clemson University, yang mempelajari kesehatan di tempat kerja dan efektivitas kerja tim, komunikasi lewat video konferensi butuh fokus lebih besar dibandingkan komunikasi langsung.
Energi kita habis buat menerjemahkan ekspresi muka, nada suara, dan bahasa tubuh lawan bicara yang gak bisa diliat langsung.
Padahal, 85 persen komunikasi terbangun dari gerak tubuh. Nah, supaya dianggap fokus, kita juga memaksakan diri buat selalu keliatan responsif dan ramah setiap saat.
Selain itu, masih dari Psychology Today, sejumlah orang menganggap kalo layar kosong seseorang yang mukanya gak terlihat di video daring bisa dianggap sebagai “absen” atau gak hadir dalam percakapan. Mau gak mau, kita harus menyalakan video demi menghindari perasaan gak enak.
Di sisi lain, banyak juga yang malah terganggu dengan betapa ramenya tampilan video daring. Alasannya, orang-orang terbiasa multitasking, artinya selain gabung di video daring, kita juga sambil nugas, buka email, dan pekerjaan lain. Akhirnya, pikiran kita terpecah ke beberapa hal, tapi juga harus tetap keliatan fokus di layar video.
Foto: Deposit Photos
Faktor Sosial
Kebiasaan bersosialisasi di dunia nyata dengan interaksi langsung, bikin kita berpikir kalo komunikasi lewat video daring bisa mengganti semua itu.
Akhirnya muncul keinginan untuk rutin ngobrol via video call bareng teman supaya kita terhibur. Video daring seolah-olah jadi kewajiban karena gak ada hal lain yang bisa dilakukan.
Padahal, kita gak bisa terus-terusan memaksakan diri kayak gitu. Menurut Fianpero, komunikasi lewat video daring gak bisa dinilai untuk bersosialisasi dan bersantai. Soalnya, kebiasaan yang dibentuk dari dulu adalah aplikasi dan layanan video daring adalah untuk rapat dan bekerja, bukan melepas penat.
Faktor Fisik
Melansir dari The Conversation, kehidupan kita sebelum pandemi dipenuhi banyak gerak dan interaksi fisik. Misalnya jalan kaki, naik-turun kendaraan, minum kopi sebelum kelas, atau menyapa orang. Tapi di rumah, sebagian besar dari kita cuma duduk dan liat layar aja.
Gara-gara kurang gerak dan radiasi tinggi, tubuh kita gak seaktif dan sesehat biasanya. Otot jadi gampang pegal, mata lelah, keinginan gerak juga berkurang karena ruangan yang kecil. Akibatnya, fisik kita terganggu dan bisa ngaruh juga ke psikis.
LALU, GIMANA CARA MENGATASI LELAH KARENA VIDEO DARING?
Foto:Nathan Dumlao/Unsplash
Melansir dari sejumlah sumber, ini yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir rasa lelah ketika memakai video daring.
Membatasi Penggunaan Video Daring
Usahakan untuk mengurangi intensitas video daring. Kalo bisa, gunakan kamera video secukupnya aja. Selain itu, beberapa rapat atau kegiatan yang bisa disampaikan lewat chat, email, atau catatan, gak perlu dilakukan lewat video daring. Kamu juga bisa chat atau kirim surat supaya tetap terhubung sama orang lain. Jadul banget, sih, tapi patut dicoba biar seru!
Istirahat Sebentar di Antara Waktu Kosong
Kalo kamu punya beberapa agenda lewat video daring yang terjadi berdekatan, coba atur waktu sebaik mungkin supaya ada jeda di antaranya. Kamu bisa pakewaktu 10-15 menit buat peregangan, minum, ngemil, atau istirahat sebentar. Intinya, jangan forsir energimu buat terus-terusan menatap layar.
Kurangi Multitasking
Supaya tetap nyaman dan fokus, kamu bisa kurangi kebiasaan multitasking pas lagi video daring. Kalo ada tanggung jawab beberapa pekerjaan, kamu bisa bereskan tugas itu dulu, atau izin sebentar ke teman-temanmu untuk menyelesaikannya. Terlalu banyak ngerjain kerjaan di satu waktu malah bikin kamu capek.
Foto: Shutterstock
Disiplin Waktu dan Penggunaan Teknologi
Hargai diri sendiri dengan membuat waktu khusus belajar atau bekerja dan waktu istirahat. Saat istirahat, pastikan untuk mematikan laptop dan gawai lainnya. Jangan mentang-mentang kamu di rumah, laptop nyala terus. Ujung-ujungnya kamu bisa tergoda atau malah stres karena kebanyakan mikir kegiatan daring.
Pisahkan Ruang Belajar dan Kamar Tidur
Kalo bisa, buat batas yang jelas antara meja belajar dan tempat tidur kamu. Gunanya supaya kamu bisa lebih membagi pikiran dan perasaan antara dua hal itu. Ciptakan juga tempat kerja yang nyaman dengan meja dan kursi pribadi, supaya suasana hatimu ikut senang saat harus berhubungan lewat daring.
Intinya, komunikasi lewat video daring gak masalah. Asal tau batasnya dan bisa memanfaatkan dengan baik. Jangan lupa selalu jaga kesehatan fisik dan mentalmu, ya!
Faqihah Muharroroh Itsnaini
Kontributor GenSINDO
Universitas Padjadjaran
Instagram: @kikyfaqiha
Sejak pandemi virus corona bercokol, kita terpaksa harus pake layanan video daring lebih sering. Mulai dari kerja, kuliah, rapat kepanitiaan, seminar, rapat organisasi, bahkan ngobrol biasa, gak lepas dari video konferensi.
Kayaknya, hampir semua aplikasi mulai dari Zoom, GoToMeeting, Skype, atau Google Hangouts, udah pernah kamu cobain. Bener gak?
Nah, kamu sering gak, merasa capek fisik atau mental karena keseringan pake video daring? Mungkin sebagian orang menganggap kalo komunikasi lewat daring lebih gampang dibandingkan komunikasi langsung, tapi faktanya berbeda. Kok bisa?
VIDEO DARING LEBIH BIKIN CAPEK DIBANDING KOMUNIKASI LANGSUNG, APA PENYEBABNYA?
Foto:Frank Romero/Unsplash
Kelelahan yang kamu rasakan bisa berbentuk rasa capek, cemas, atau khawatir selama atau sesudah memakai video daring, dikutip dari USA Today. Badan jadi gampang capek, kepala pusing, mata sakit, pandangan burem, mood gak bagus, dan lainnya. Hal ini wajar banget kalo kamu rasain. Ini beberapa faktor penyebabnya.
Faktor Teknologi
Melansir dari Psychology Today, kualitas gambar atau suara video yang jelek bikin kita kurang fokus. Tanpa sadar, kita jadi panik dan gak nyaman kalo jaringan mendadak buruk.
Bahkan, ada penundaan 1-2 detik aja bisa bikin kita beranggapan negatif ke lawan bicara, misalnya menduga kalo mereka gak fokus atau gak menghargai omongan kita.
Selain itu, karena muka dan tubuh kita ada di depan layar, kita merasa seolah-olah jadi bahan tontonan. Apalagi, dalam video daring organisasi yang isinya banyak orang, kita akan merasa diliatin dan jadi lebih mudah tertekan.
Selama video, susah juga rasanya buat gak memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi muka kita di layar. Bener, gak?
Faktor Mental
Mengutip dari BBC, sejumlah pakar menjelaskan faktor mental di balik ini. Menurut Fianpero Petriglieri, profesor di Insead, yang mempelajari pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan di tempat kerja, serta Marissa Shuffler, profesor di Clemson University, yang mempelajari kesehatan di tempat kerja dan efektivitas kerja tim, komunikasi lewat video konferensi butuh fokus lebih besar dibandingkan komunikasi langsung.
Energi kita habis buat menerjemahkan ekspresi muka, nada suara, dan bahasa tubuh lawan bicara yang gak bisa diliat langsung.
Padahal, 85 persen komunikasi terbangun dari gerak tubuh. Nah, supaya dianggap fokus, kita juga memaksakan diri buat selalu keliatan responsif dan ramah setiap saat.
Selain itu, masih dari Psychology Today, sejumlah orang menganggap kalo layar kosong seseorang yang mukanya gak terlihat di video daring bisa dianggap sebagai “absen” atau gak hadir dalam percakapan. Mau gak mau, kita harus menyalakan video demi menghindari perasaan gak enak.
Di sisi lain, banyak juga yang malah terganggu dengan betapa ramenya tampilan video daring. Alasannya, orang-orang terbiasa multitasking, artinya selain gabung di video daring, kita juga sambil nugas, buka email, dan pekerjaan lain. Akhirnya, pikiran kita terpecah ke beberapa hal, tapi juga harus tetap keliatan fokus di layar video.
Foto: Deposit Photos
Faktor Sosial
Kebiasaan bersosialisasi di dunia nyata dengan interaksi langsung, bikin kita berpikir kalo komunikasi lewat video daring bisa mengganti semua itu.
Akhirnya muncul keinginan untuk rutin ngobrol via video call bareng teman supaya kita terhibur. Video daring seolah-olah jadi kewajiban karena gak ada hal lain yang bisa dilakukan.
Padahal, kita gak bisa terus-terusan memaksakan diri kayak gitu. Menurut Fianpero, komunikasi lewat video daring gak bisa dinilai untuk bersosialisasi dan bersantai. Soalnya, kebiasaan yang dibentuk dari dulu adalah aplikasi dan layanan video daring adalah untuk rapat dan bekerja, bukan melepas penat.
Faktor Fisik
Melansir dari The Conversation, kehidupan kita sebelum pandemi dipenuhi banyak gerak dan interaksi fisik. Misalnya jalan kaki, naik-turun kendaraan, minum kopi sebelum kelas, atau menyapa orang. Tapi di rumah, sebagian besar dari kita cuma duduk dan liat layar aja.
Gara-gara kurang gerak dan radiasi tinggi, tubuh kita gak seaktif dan sesehat biasanya. Otot jadi gampang pegal, mata lelah, keinginan gerak juga berkurang karena ruangan yang kecil. Akibatnya, fisik kita terganggu dan bisa ngaruh juga ke psikis.
LALU, GIMANA CARA MENGATASI LELAH KARENA VIDEO DARING?
Foto:Nathan Dumlao/Unsplash
Melansir dari sejumlah sumber, ini yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir rasa lelah ketika memakai video daring.
Membatasi Penggunaan Video Daring
Usahakan untuk mengurangi intensitas video daring. Kalo bisa, gunakan kamera video secukupnya aja. Selain itu, beberapa rapat atau kegiatan yang bisa disampaikan lewat chat, email, atau catatan, gak perlu dilakukan lewat video daring. Kamu juga bisa chat atau kirim surat supaya tetap terhubung sama orang lain. Jadul banget, sih, tapi patut dicoba biar seru!
Istirahat Sebentar di Antara Waktu Kosong
Kalo kamu punya beberapa agenda lewat video daring yang terjadi berdekatan, coba atur waktu sebaik mungkin supaya ada jeda di antaranya. Kamu bisa pakewaktu 10-15 menit buat peregangan, minum, ngemil, atau istirahat sebentar. Intinya, jangan forsir energimu buat terus-terusan menatap layar.
Kurangi Multitasking
Supaya tetap nyaman dan fokus, kamu bisa kurangi kebiasaan multitasking pas lagi video daring. Kalo ada tanggung jawab beberapa pekerjaan, kamu bisa bereskan tugas itu dulu, atau izin sebentar ke teman-temanmu untuk menyelesaikannya. Terlalu banyak ngerjain kerjaan di satu waktu malah bikin kamu capek.
Foto: Shutterstock
Disiplin Waktu dan Penggunaan Teknologi
Hargai diri sendiri dengan membuat waktu khusus belajar atau bekerja dan waktu istirahat. Saat istirahat, pastikan untuk mematikan laptop dan gawai lainnya. Jangan mentang-mentang kamu di rumah, laptop nyala terus. Ujung-ujungnya kamu bisa tergoda atau malah stres karena kebanyakan mikir kegiatan daring.
Pisahkan Ruang Belajar dan Kamar Tidur
Kalo bisa, buat batas yang jelas antara meja belajar dan tempat tidur kamu. Gunanya supaya kamu bisa lebih membagi pikiran dan perasaan antara dua hal itu. Ciptakan juga tempat kerja yang nyaman dengan meja dan kursi pribadi, supaya suasana hatimu ikut senang saat harus berhubungan lewat daring.
Intinya, komunikasi lewat video daring gak masalah. Asal tau batasnya dan bisa memanfaatkan dengan baik. Jangan lupa selalu jaga kesehatan fisik dan mentalmu, ya!
Faqihah Muharroroh Itsnaini
Kontributor GenSINDO
Universitas Padjadjaran
Instagram: @kikyfaqiha
(it)