Demonstrasi, dan Ibu yang Resah Menunggu di Rumah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nyaris tak ada yang membahagiakan dari film pendek "Apakah Salah Menolak Pagi Datang", karena sejarah kelam memang pahit untuk diceritakan ulang.
Senin, 11 Mei 1998. Danil (Davin Ezra) dengan lahap menyantap masakan ibunya. Itu hari terakhir dia makan di rumah, sebelum berangkat ke Jakarta dengan naik kereta ekonomi dengan temannya, Afan (Arif HD).
Foto: Genflix
Tujuan utamanya ke Jakarta bukan untuk piknik, melainkan menyampaikan aspirasinya sebagai warga negara, juga sebagai mahasiswa - kaum intelektual. Kala itu, unjuk rasa besar-besaran merebak di berbagai daerah di Indonesia. ( )
Tuntutan dari aksi para mahasiswa jelas; yaitu di antaranya agar Soeharto dan para kroninya diadili, dwi fungsi ABRI dihapus, dan agar pemerintah melaksanakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Siang itu, Danil dilepas ibunya, Retno (Retno Soetarto), dengan restu penuh 100%. Layaknya seorang ibu, dia memastikan anaknya bisa nyaman selama dalam perjalanan ke Jakarta, termasuk membekalinya dengan uang saku tambahan.
Foto: Genflix
Selepas Danil berangkat, maka dimulailah perjalanan ketidakpastian itu. Retno mesti menunggu berhari-hari untuk sekadar tahu nasib anaknya yang ikut berdemo di Jakarta; apakah sehat, terluka, ataukah meregang nyawa?
Tak ada kabar dari Danil secara langsung, karena saat itu ponsel belum jadi barang yang lazim, bahkan belum dikenal masyarakat luas.
Tak ada juga gambar dari televisi yang bisa menunjukkan seperti apa suasana di Jakarta saat itu. ( )
Satu-satunya sumber informasi yang bisa didapat Retno cuma berita dari radio, yang seringnya membawa berita buruk dibanding berita bagus.
Foto: Genflix
Ketidakpastian, kegelisahan, dan minimnya sumber informasi jadi rasa tak enak yang menghantui Retno dan penonton selama 28 menit durasi film.
Kesendirian Retno dalam masa ketidakpastian itu, di rumah besar yang dia tinggali, makin-makin menambah rasa sepi, kosong, dan gelisah jadi berlipat-lipat dari yang semestinya.
Ketidakpastian ini membuat Retno jadi susah tidur, bahkan bermimpi buruk. Antara kenyataan dan ilusi pun jadi susah dibedakan.
Foto: Genflix
Meski mengangkat cerita dari kejadian 22 tahun yang lalu, dan sudah berulangkali diceritakan dalam film fiksi maupun film dokumenter , "Apakah Salah Menolak Pagi datang" tetap terasa bukan cerita yang usang.
Aksi kekerasan dalam menyikapi demonstrasi mahasiswa pada 1998, dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), telah merenggut nyawa 4 orang mahasiswa, dan 681 lainnya luka-luka. Itu baru untuk kejadian 12 Mei 1998.
Sementara dalam rentang waktu 8-14 November 1998, termasuk kasus Semanggi I dan II, tercatat ada 18 orang mahasiswa tewas, dan 109 orang luka-luka. ( )
Hingga puluhan tahun berlalu, kasus ini masih berselimut kabut. Meski demonstrasi damai Aksi Kamisan rutin diadakan, tetap tak ada titik terang siapa yang mestinya bertanggung jawab atas kematian para mahasiswa.
Foto: Genflix
Saat menonton "Apakah Salah Menolak Pagi datang" pada saat ini, pada masa pandemi COVID-19 dan demonstrasi UU Omnibus Law Ciptaker merebak, rasanya seperti sedang melakukan live streaming situasi negara saat ini.
Setelah 22 tahun berlalu, ternyata kondisi memang tak banyak berubah. Mahasiswa masih harus turun ke jalan, dan ibu-ibu masih harus gelisah menunggu anak-anaknya pulang.
"Apakah Salah Menolak Pagi Datang" tayang di Genflix. Kalau mau nonton film ini secara gratis, kamu bisa pantau akun Instagram
@gen_sindo .
Film: Apakah Salah Menolak Pagi Datang
Pemain: Retno Soetarto, Davin Ezra, Arif HD, Dyah Aniek
Sutradara/Cerita: Tresna Rasendriya Guretno Karto Suwaryo
Penulis Skenario: Rudra Maitry
Univision, 2020
Senin, 11 Mei 1998. Danil (Davin Ezra) dengan lahap menyantap masakan ibunya. Itu hari terakhir dia makan di rumah, sebelum berangkat ke Jakarta dengan naik kereta ekonomi dengan temannya, Afan (Arif HD).
Foto: Genflix
Tujuan utamanya ke Jakarta bukan untuk piknik, melainkan menyampaikan aspirasinya sebagai warga negara, juga sebagai mahasiswa - kaum intelektual. Kala itu, unjuk rasa besar-besaran merebak di berbagai daerah di Indonesia. ( )
Tuntutan dari aksi para mahasiswa jelas; yaitu di antaranya agar Soeharto dan para kroninya diadili, dwi fungsi ABRI dihapus, dan agar pemerintah melaksanakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Siang itu, Danil dilepas ibunya, Retno (Retno Soetarto), dengan restu penuh 100%. Layaknya seorang ibu, dia memastikan anaknya bisa nyaman selama dalam perjalanan ke Jakarta, termasuk membekalinya dengan uang saku tambahan.
Foto: Genflix
Selepas Danil berangkat, maka dimulailah perjalanan ketidakpastian itu. Retno mesti menunggu berhari-hari untuk sekadar tahu nasib anaknya yang ikut berdemo di Jakarta; apakah sehat, terluka, ataukah meregang nyawa?
Tak ada kabar dari Danil secara langsung, karena saat itu ponsel belum jadi barang yang lazim, bahkan belum dikenal masyarakat luas.
Tak ada juga gambar dari televisi yang bisa menunjukkan seperti apa suasana di Jakarta saat itu. ( )
Satu-satunya sumber informasi yang bisa didapat Retno cuma berita dari radio, yang seringnya membawa berita buruk dibanding berita bagus.
Foto: Genflix
Ketidakpastian, kegelisahan, dan minimnya sumber informasi jadi rasa tak enak yang menghantui Retno dan penonton selama 28 menit durasi film.
Kesendirian Retno dalam masa ketidakpastian itu, di rumah besar yang dia tinggali, makin-makin menambah rasa sepi, kosong, dan gelisah jadi berlipat-lipat dari yang semestinya.
Ketidakpastian ini membuat Retno jadi susah tidur, bahkan bermimpi buruk. Antara kenyataan dan ilusi pun jadi susah dibedakan.
Foto: Genflix
Meski mengangkat cerita dari kejadian 22 tahun yang lalu, dan sudah berulangkali diceritakan dalam film fiksi maupun film dokumenter , "Apakah Salah Menolak Pagi datang" tetap terasa bukan cerita yang usang.
Aksi kekerasan dalam menyikapi demonstrasi mahasiswa pada 1998, dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), telah merenggut nyawa 4 orang mahasiswa, dan 681 lainnya luka-luka. Itu baru untuk kejadian 12 Mei 1998.
Sementara dalam rentang waktu 8-14 November 1998, termasuk kasus Semanggi I dan II, tercatat ada 18 orang mahasiswa tewas, dan 109 orang luka-luka. ( )
Hingga puluhan tahun berlalu, kasus ini masih berselimut kabut. Meski demonstrasi damai Aksi Kamisan rutin diadakan, tetap tak ada titik terang siapa yang mestinya bertanggung jawab atas kematian para mahasiswa.
Foto: Genflix
Saat menonton "Apakah Salah Menolak Pagi datang" pada saat ini, pada masa pandemi COVID-19 dan demonstrasi UU Omnibus Law Ciptaker merebak, rasanya seperti sedang melakukan live streaming situasi negara saat ini.
Setelah 22 tahun berlalu, ternyata kondisi memang tak banyak berubah. Mahasiswa masih harus turun ke jalan, dan ibu-ibu masih harus gelisah menunggu anak-anaknya pulang.
"Apakah Salah Menolak Pagi Datang" tayang di Genflix. Kalau mau nonton film ini secara gratis, kamu bisa pantau akun Instagram
@gen_sindo .
Film: Apakah Salah Menolak Pagi Datang
Pemain: Retno Soetarto, Davin Ezra, Arif HD, Dyah Aniek
Sutradara/Cerita: Tresna Rasendriya Guretno Karto Suwaryo
Penulis Skenario: Rudra Maitry
Univision, 2020
(it)