Film Cerita Rakyat Cilacap yang Mirip Film Horor The Boy Jadi Pemenang Viu Shorts! Season 2
loading...
A
A
A
JAKARTA - Viu Indonesia melalui kanal YouTube resminya mengumumkan pemenang Viu Shorts! Season-2 yang telah digelar di 16 kota Indonesia, sejak Agustus 2019 hingga Maret 2020.
Berdasarkan penilaian dewan juri, “Dawuk” (Cilacap, Jawa Tengah) yang disutradarai oleh Syifa Zein Aulia terpilih sebagai film terbaik Viu Shorts! Season-2.
Mereka juga berhak menerima beasiswa penuh untuk belajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) selama empat tahun dan berkesempatan bekerja sebagai asisten paruh waktu bagi Executive Producer Viu Original.
Film pendek karya sejumlah pelajar lanjutan atas Kabupaten Cilacap dan Kebumen, Jawa Tengah ini mengambil salah satu cerita rakyat yang ada di Cilacap, yakni Dawuk yang merupakan nama anak dalam kisah Lengger Dempet.
Konon kabarnya, dulu ada penari yang selalu menggendong anaknya ke mana pun dia menari. Tapi, suatu hari anak itu jatuh sakit dan meninggal. ( )
Lantas, kematian itu bikin sang ayah sedih, lantas membuat boneka kayu dan memahatnya jadi mirip wajah anaknya. Boneka itu selalu digendong ke mana pun, dan anehnya selalu bawa keberuntungan buat para penari.
Nah, dalam film ini, tokoh bernama Pak Karta selalu membawa boneka seperti cerita tadi, bahkan menganggpanya seperti manusia. Meskipun banyak orang yang menganggapnya gila, dia tetap cuek aja.
Kalau dilihat dari premisnya, cerita "Dawuk" mirip kisah boneka hantu Brahms dalam film horor "The Boy" yang dirilis pada 2016 lalu. Ternyata, legenda rakyat di Indonesia dan luar negeri mirip, ya.
Selain “Dawuk”, film lainnya yang masuk kategori terbaik pilihan dewan juri adalah “G-Rain” (Batu, Jawa Timur) karya siswa-siswi SMKN 3 Batu Jurusan Film dan Komunitas Sinema Mbatu Adem serta beberapa komunitas Malang.
Foto: Viu
Film ini terinspirasi dari acara dan ritual masyarakat Kota Batu untuk mendatangkan dan memindahkan hujan.
"G-Rain" bercerita tentang perseteruan dua tetangga yang punya kepentingan yang bertolak belakang, yakni ingin mendatangkan dan memindahkan hujan.
Kemudian, ada “Kakaluk Fulan Fehan” (Atambua, NTT) yang disutradarai Ana Maria Kristina Nahak Koy. Film ini bercerita tentang seorang laki-laki bernama Asuk yang udah sejak lama suka pada Diana, tapi gak berani bilang.
Kemudian, Asuk bertemu dengan dukun yang memberinya Kakaluk, semacam jimat untuk memikat Diana. Saat Asuk mengajak Diana ke festival Fulan Fehan, Diana menemukan jimat tersebut.
Film “Kakaluk Fulan Fehan” berangkat dari mitos soal kisah cinta seorang putri raja dan seorang manusia jelmaan bulan bernama Fula Mauk.
Menurut para dewan juri, seluruh karya peserta mampu menghadirkan nilai-nilai konten lokal di masing-masing daerah, dan mempresentasikan perdebatan moral yang terjadi di masyarakat ke dalam sebuah film.
Selain itu, karya dari para peserta juga dinilai punya karakter dan kekuatan yang kuat dalam penyampaian cerita. ( )
Foto: Viu
Selain itu, “Memargi Antar” (Klungkung, Bali) dinobatkan sebagai film yang paling banyak ditonton secara global selama berlangsungnya Viu Shorts! Season-2.
Film pendek “Memargi Antar” berangkat dari tradisi masyarakat Bali, yakni upacara potong gigi (Mepandes) yang bertujuan menghilangkan sifat-sifat sad ripu dalam diri manusia.
Berdasarkan penilaian dewan juri, “Dawuk” (Cilacap, Jawa Tengah) yang disutradarai oleh Syifa Zein Aulia terpilih sebagai film terbaik Viu Shorts! Season-2.
Mereka juga berhak menerima beasiswa penuh untuk belajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) selama empat tahun dan berkesempatan bekerja sebagai asisten paruh waktu bagi Executive Producer Viu Original.
Film pendek karya sejumlah pelajar lanjutan atas Kabupaten Cilacap dan Kebumen, Jawa Tengah ini mengambil salah satu cerita rakyat yang ada di Cilacap, yakni Dawuk yang merupakan nama anak dalam kisah Lengger Dempet.
Konon kabarnya, dulu ada penari yang selalu menggendong anaknya ke mana pun dia menari. Tapi, suatu hari anak itu jatuh sakit dan meninggal. ( )
Lantas, kematian itu bikin sang ayah sedih, lantas membuat boneka kayu dan memahatnya jadi mirip wajah anaknya. Boneka itu selalu digendong ke mana pun, dan anehnya selalu bawa keberuntungan buat para penari.
Nah, dalam film ini, tokoh bernama Pak Karta selalu membawa boneka seperti cerita tadi, bahkan menganggpanya seperti manusia. Meskipun banyak orang yang menganggapnya gila, dia tetap cuek aja.
Kalau dilihat dari premisnya, cerita "Dawuk" mirip kisah boneka hantu Brahms dalam film horor "The Boy" yang dirilis pada 2016 lalu. Ternyata, legenda rakyat di Indonesia dan luar negeri mirip, ya.
Selain “Dawuk”, film lainnya yang masuk kategori terbaik pilihan dewan juri adalah “G-Rain” (Batu, Jawa Timur) karya siswa-siswi SMKN 3 Batu Jurusan Film dan Komunitas Sinema Mbatu Adem serta beberapa komunitas Malang.
Foto: Viu
Film ini terinspirasi dari acara dan ritual masyarakat Kota Batu untuk mendatangkan dan memindahkan hujan.
"G-Rain" bercerita tentang perseteruan dua tetangga yang punya kepentingan yang bertolak belakang, yakni ingin mendatangkan dan memindahkan hujan.
Kemudian, ada “Kakaluk Fulan Fehan” (Atambua, NTT) yang disutradarai Ana Maria Kristina Nahak Koy. Film ini bercerita tentang seorang laki-laki bernama Asuk yang udah sejak lama suka pada Diana, tapi gak berani bilang.
Kemudian, Asuk bertemu dengan dukun yang memberinya Kakaluk, semacam jimat untuk memikat Diana. Saat Asuk mengajak Diana ke festival Fulan Fehan, Diana menemukan jimat tersebut.
Film “Kakaluk Fulan Fehan” berangkat dari mitos soal kisah cinta seorang putri raja dan seorang manusia jelmaan bulan bernama Fula Mauk.
Menurut para dewan juri, seluruh karya peserta mampu menghadirkan nilai-nilai konten lokal di masing-masing daerah, dan mempresentasikan perdebatan moral yang terjadi di masyarakat ke dalam sebuah film.
Selain itu, karya dari para peserta juga dinilai punya karakter dan kekuatan yang kuat dalam penyampaian cerita. ( )
Foto: Viu
Selain itu, “Memargi Antar” (Klungkung, Bali) dinobatkan sebagai film yang paling banyak ditonton secara global selama berlangsungnya Viu Shorts! Season-2.
Film pendek “Memargi Antar” berangkat dari tradisi masyarakat Bali, yakni upacara potong gigi (Mepandes) yang bertujuan menghilangkan sifat-sifat sad ripu dalam diri manusia.