Glass Ceiling, Hambatan bagi Perempuan dalam Berkarier

Selasa, 01 September 2020 - 19:46 WIB
loading...
Glass Ceiling, Hambatan bagi Perempuan dalam Berkarier
Glass ceiling atau hambatan tak kasat mata sering menimpa pekerja perempuan dan minoritas saat berada di lingkungan kerja. Foto/businessman.ru
A A A
JAKARTA - Glass ceiling adalah istilah untuk menyebut hambatan tak kasat mata yang biasa dialami para perempuan dan kaum minoritas untuk bisa meraih jabatan tertinggi di tempat mereka bekerja.

Kalau diibaratkan, glass ceiling seperti langit-langit atau pintu kaca superbening yang sekilas tidak kelihatan, tapi tiba-tiba kita membenturnya saat berjalan.

Kebayang, kan? Istilah glass ceiling pertama kali dicetuskan oleh Gay Bryant dalam artikel di Adweek pada 1984. ( )

Dua tahun kemudian, istilah ini diperkenalkan di edisi The Wall Street Journal oleh Carol Hymowitz dan Timothy D. Schellhardt.

The Federal Glass Ceiling Commission mengelompokkan hambatan (barrier) dalam glass ceiling menjadi tiga, yaitu hambatan karena stereotip gender, prasangka, dan bias (societal barrier).

Lalu hambatan yang datang dari internal perusahaan(internal structural barrier), misalnya keengganan perusahaan membimbing pegawai perempuan untuk mendapat promosi jabatan pada masa mendatang

Terakhir, yaitu hambatan yang terjadi karena lemahnya pengaturan dan pengawasan serta kurangnya pengumpulan data dan laporan oleh pemerintah terkait adanya glass ceiling (government barrier).

Glass Ceiling, Hambatan bagi Perempuan dalam Berkarier

Foto: Getty Images

Ciri-ciri Lingkungan Kerja Glass Ceiling

Dalam jurnal berjudul “The Glass Ceiling Effect”, profesor David A. Cotter dan ketiga peneliti lainnya menyebutkan, ada empat kriteria khusus untuk bisa menyimpulkan bahwa terdapat fenomena glass ceiling di sebuah lingkungan kerja.

Keempat kriteria tersebut, yaitu pertama, ada perbedaan perlakuan atau pendapatan yang mencolok terkait ras atau gender, tapi bukan karena latar pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan karakteristik lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

Kedua, ada perbedaan perlakuan berdasarkan gender atau ras yang lebih besar pada mereka yang berpendapatan tinggi.

Ketiga, ada ketidaksetaraan gender atau ras terhadap kesempatan kenaikan jabatan.

Terakhir, ketidaksetaraan gender atau ras yang meningkat seiring berjalannya karier seseorang. ( )

Glass Ceiling, Hambatan bagi Perempuan dalam Berkarier

Foto: Shutterstock

Efek Fenomena Glass Ceiling

Melansir healthline, sebuah studi yang dipublikasikan pada 2019 oleh Blue Eyes Intelligence Engineering & Sciences Publication mengungkapkan bahwa fenomena glass ceiling berdampak langsung pada tingkat stres karyawan perempuan.

Stres yang terjadi secara berkepanjangan (kronis) akan membuat munculnya sejumlah penyakit serius dalam tubuh, seperti jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi.

Selain itu, studi lain dari PubMed Central menjelaskan bahwa diskriminasi gender di tempat kerja yang mencakup kesempatan yang tidak setara dan kesenjangan upah, berkemungkinan menjadi faktor munculnya rasa cemas dan depresi yang dialami perempuan.

Glass Ceiling, Hambatan bagi Perempuan dalam Berkarier

Foto: freeimages.com
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2121 seconds (0.1#10.140)