CERMIN: Dari Cowok Pemberontak, Ali Topan Kini Jadi Anak Skena
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1972. Teguh Esha pertama kali memperkenalkan tokoh Ali Topan melalui cerita bersambung di majalah Stop. Dan Indonesia pun punya ikon pemuda pemberontak meski fiktif.
Dalam bukunya Suara Pancaran Cita (1983), Korrie Layun Rampan menyatakan bahwa tokoh Ali Topan merupakan prototipe remaja tahun 1970-an. Tokoh ini ekspresif, brutal, genius, bahkan kadang-kadang tampak superhuman atau superman. Sementara dalam bukunya yang lain, Perjalanan Sastra Indonesia (1983), Korrie menyatakan bahwa karya Teguh ini berbentuk kritik sosial yang tajam.
Lalu 52 tahun sejak pertama kali diperkenalkan, di tangan sutradara Sidharta Tata, tokoh Ali Topan direduksi dan bertransformasi menjadi sekadar anak skena. Dalam film Ali Topanyang kini diperankan Jefri Nichol, hilang sudah semangat pemberontakan menggebu-gebu ala anak muda darinya.
Sejak pertama kali tampil di layar, yang bisa langsung kita lihat memang adalah dandanan Topan yang skena banget: pakaian yang modis dengan gaya rambut mullet yang selalu tampak berminyak. Dengan tampilan seperti itu maka kita pun tahu bahwa sosok Ali Topan dicoba dilahirkan kembali. Tapi kita juga ingin tahu pemberontakan seperti apa yang akan dilakukannya dalam film berdurasi 115 menit itu.
Kita tak pernah benar-benar diperlihatkan apa yang sesungguhnya dilakukan Ali Topan di sebuah tongkrongan yang disebut “warung seni” itu. Kita tak pernah benar-benar tahu apa saja yang dilakukan ia dan kawanannya di sana kecuali menggelar konser musik yang lantas rusuh.
Foto: Visinema Pictures
Tapi yang tiba-tiba kita lihat adalah bagaimana Ali Topan kabur dari sebuah situasi yang sebenarnya tak mengharuskannya kabur 'hanya' demi menyelamatkan perempuan cantik yang belum lama dikenalnya bernama Anna Karenina.
Tak ada urgensi apa pun yang mengharuskan Topan lari begitu saja dari Jakarta dan lantas menyusuri sudut demi sudut sepanjang Jawa hanya untuk dikejar-kejar seorang anak menteri yang juga tak jelas statusnya dengan Anna. Karena semuanya serba kabur, kita pun susah untuk dibuat bersimpati dengan perjalanan keduanya. Seperti yang diutarakan Topan sendiri dalam sebuah dialog bahwa ia hanyalah 'anak orang kaya yang bikin repot semua orang'.
Dengan skenario yang ditulis Ifan Ismail seperti itu, memang terasa menghancurkan segala hal yang kita tahu sebelumnya tentang sosok Ali Topan. Jika pun upaya menghancurkan ini adalah upaya membangun ulang tokoh ikonis dari nol, sesungguhnya tak berhasil karena kita tak pernah melihat aksi signifikan yang dilakukan Topan untuk masyarakat, atau paling tidak untuk warung seni yang dianggapnya sebagai rumah.
Yang kita lihat hanyalah seorang cowok bucin yang melarikan cewek tak bahagia di tengah privilege luar biasa yang dimilikinya.
Foto: Visinema Pictures
Tapi Ali Topan masih beruntung punya Jefri dan Lutesha. Di tengah kegagalan memperkenalkan ulang sosok Ali Topan, keduanya beraksi dan bereaksi dengan menarik dan membuat kita percaya bahwa mereka peduli satu sama lain.
Bagi Lutesha, bisa jadi inilah peran besar pertama yang diberikan padanya dan membuat lampu sorot mengarah padanya. Hal tersebut tak disia-siakannya dengan menghidupkan sosok anak orang kaya yang hidupnya justru diimpikan jutaan sesama cewek lainnya.
Jefri adalah pilihan paling pas untuk memerankan Ali Topan. Sayang sekali memang ketika Ali Topan versinya justru menghilangkan banyak hal yang kita kagumi tentang sosok ini sebelumnya.
Dalam novel Ali Topan Anak Jalanan Kesandung Cinta (1977), Teguh mengisahkan percintaan antara Ali Topan dan Anna Karenina yang tidak disetujui oleh orang tua si gadis. Ini menyebabkan Ali Topan pergi dari rumahnya.
Saat itu Ali Topan harus hidup di jalanan dan ia membutuhkan pekerjaaan. Karenanya Ali Topan bekerja menjadi wartawan dan detektif.
Foto: Visinema Pictures
Dalam perjalanan mereka berdua mengarungi sudut-sudut Jawa, saya justru lupa sedang menyaksikan Ali Topan. Saya hanya melihat dua anak muda ingusan yang sesungguhnya belum paham bagaimana berjuang dalam hidup yang sungguh keras tapi ingin mencoba icip-icip sedikit.
Toh mereka berdua bisa menyewa losmen/hotel dengan uang yang mereka punya. Mereka tak perlu takut menggelandang di jalan karena selalu merasa punya seseorang yang bisa menampung mereka.
Saya tak bisa membayangkan bagaimana jadinya reaksi almarhum Teguh Esha ketika melihat karakter pemuda pemberontak yang diciptakannya untuk mengkritik situasi sosial dengan tajam berubah menjadi sekadar anak skena yang tak tahu mau melakukan apa untuk hidupnya kelak. Sampai akhir film pun saya tak tahu apa yang ingin diperjuangkan Ali Topan.
Setelah kegagalan Balada Si Roy (2022) dan kini Ali Topan (2024), mungkin kita perlu memikirkan matang-matang sebelum kembali menghidupkan karakter-karakter ikonis dari masa lalu. Jika kita tak bisa menghidupkannya kembali dengan lebih baik, apa urgensi untuk membangkitkannya kembali sekarang?
Ali Topan
Produser: Tersi Eva Ranti
Sutradara: Sidharta Tata
Penulis Skenario: Ifan Ismail
Pemain: Jefri Nichol, Lutesha, Ari Sihasale
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Dalam bukunya Suara Pancaran Cita (1983), Korrie Layun Rampan menyatakan bahwa tokoh Ali Topan merupakan prototipe remaja tahun 1970-an. Tokoh ini ekspresif, brutal, genius, bahkan kadang-kadang tampak superhuman atau superman. Sementara dalam bukunya yang lain, Perjalanan Sastra Indonesia (1983), Korrie menyatakan bahwa karya Teguh ini berbentuk kritik sosial yang tajam.
Lalu 52 tahun sejak pertama kali diperkenalkan, di tangan sutradara Sidharta Tata, tokoh Ali Topan direduksi dan bertransformasi menjadi sekadar anak skena. Dalam film Ali Topanyang kini diperankan Jefri Nichol, hilang sudah semangat pemberontakan menggebu-gebu ala anak muda darinya.
Sejak pertama kali tampil di layar, yang bisa langsung kita lihat memang adalah dandanan Topan yang skena banget: pakaian yang modis dengan gaya rambut mullet yang selalu tampak berminyak. Dengan tampilan seperti itu maka kita pun tahu bahwa sosok Ali Topan dicoba dilahirkan kembali. Tapi kita juga ingin tahu pemberontakan seperti apa yang akan dilakukannya dalam film berdurasi 115 menit itu.
Kita tak pernah benar-benar diperlihatkan apa yang sesungguhnya dilakukan Ali Topan di sebuah tongkrongan yang disebut “warung seni” itu. Kita tak pernah benar-benar tahu apa saja yang dilakukan ia dan kawanannya di sana kecuali menggelar konser musik yang lantas rusuh.
Foto: Visinema Pictures
Tapi yang tiba-tiba kita lihat adalah bagaimana Ali Topan kabur dari sebuah situasi yang sebenarnya tak mengharuskannya kabur 'hanya' demi menyelamatkan perempuan cantik yang belum lama dikenalnya bernama Anna Karenina.
Tak ada urgensi apa pun yang mengharuskan Topan lari begitu saja dari Jakarta dan lantas menyusuri sudut demi sudut sepanjang Jawa hanya untuk dikejar-kejar seorang anak menteri yang juga tak jelas statusnya dengan Anna. Karena semuanya serba kabur, kita pun susah untuk dibuat bersimpati dengan perjalanan keduanya. Seperti yang diutarakan Topan sendiri dalam sebuah dialog bahwa ia hanyalah 'anak orang kaya yang bikin repot semua orang'.
Dengan skenario yang ditulis Ifan Ismail seperti itu, memang terasa menghancurkan segala hal yang kita tahu sebelumnya tentang sosok Ali Topan. Jika pun upaya menghancurkan ini adalah upaya membangun ulang tokoh ikonis dari nol, sesungguhnya tak berhasil karena kita tak pernah melihat aksi signifikan yang dilakukan Topan untuk masyarakat, atau paling tidak untuk warung seni yang dianggapnya sebagai rumah.
Yang kita lihat hanyalah seorang cowok bucin yang melarikan cewek tak bahagia di tengah privilege luar biasa yang dimilikinya.
Foto: Visinema Pictures
Tapi Ali Topan masih beruntung punya Jefri dan Lutesha. Di tengah kegagalan memperkenalkan ulang sosok Ali Topan, keduanya beraksi dan bereaksi dengan menarik dan membuat kita percaya bahwa mereka peduli satu sama lain.
Bagi Lutesha, bisa jadi inilah peran besar pertama yang diberikan padanya dan membuat lampu sorot mengarah padanya. Hal tersebut tak disia-siakannya dengan menghidupkan sosok anak orang kaya yang hidupnya justru diimpikan jutaan sesama cewek lainnya.
Jefri adalah pilihan paling pas untuk memerankan Ali Topan. Sayang sekali memang ketika Ali Topan versinya justru menghilangkan banyak hal yang kita kagumi tentang sosok ini sebelumnya.
Dalam novel Ali Topan Anak Jalanan Kesandung Cinta (1977), Teguh mengisahkan percintaan antara Ali Topan dan Anna Karenina yang tidak disetujui oleh orang tua si gadis. Ini menyebabkan Ali Topan pergi dari rumahnya.
Saat itu Ali Topan harus hidup di jalanan dan ia membutuhkan pekerjaaan. Karenanya Ali Topan bekerja menjadi wartawan dan detektif.
Foto: Visinema Pictures
Dalam perjalanan mereka berdua mengarungi sudut-sudut Jawa, saya justru lupa sedang menyaksikan Ali Topan. Saya hanya melihat dua anak muda ingusan yang sesungguhnya belum paham bagaimana berjuang dalam hidup yang sungguh keras tapi ingin mencoba icip-icip sedikit.
Toh mereka berdua bisa menyewa losmen/hotel dengan uang yang mereka punya. Mereka tak perlu takut menggelandang di jalan karena selalu merasa punya seseorang yang bisa menampung mereka.
Saya tak bisa membayangkan bagaimana jadinya reaksi almarhum Teguh Esha ketika melihat karakter pemuda pemberontak yang diciptakannya untuk mengkritik situasi sosial dengan tajam berubah menjadi sekadar anak skena yang tak tahu mau melakukan apa untuk hidupnya kelak. Sampai akhir film pun saya tak tahu apa yang ingin diperjuangkan Ali Topan.
Setelah kegagalan Balada Si Roy (2022) dan kini Ali Topan (2024), mungkin kita perlu memikirkan matang-matang sebelum kembali menghidupkan karakter-karakter ikonis dari masa lalu. Jika kita tak bisa menghidupkannya kembali dengan lebih baik, apa urgensi untuk membangkitkannya kembali sekarang?
Ali Topan
Produser: Tersi Eva Ranti
Sutradara: Sidharta Tata
Penulis Skenario: Ifan Ismail
Pemain: Jefri Nichol, Lutesha, Ari Sihasale
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)