Penggunaan AI dalam Pemilu, yang Menggembirakan dan Menakutkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam masa pemilu , penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan menimbulkan pro dan kontra karena bisa menjadi ancaman dalam berdemokrasi jika digunakan secara tidak benar.
Mengutip dari Amazon Web Service, AI adalah bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penciptaan, dan pengenalan gambar.
AI biasa digunakan untuk memecahkan masalah manusia seperti halnya membantu membuat gambar yang diinginkan manusia lewat ketikan secara detail, membuat suara yang menyerupai aslinya, dan memecahkan masalah lewat teks AI. Yang mengejutkan adalah sistem pembelajaran mesin AI bahkan sudah dapat memprediksi rancangan undang undang kongres AS yang nantinya akan disahkan. Penilaian algoritmik pun sedang diterapkan juga dalam sistem peradilan di Inggris.
Nah, hal yang paling mencolok,adalah penggunaan AI pada masa pemilu. AI biasanya digunakan sebagai alat pendukung kampanye,.seperti poster kampanye, iklan kampanye, baliho kampanye, bahkan kampanye di media sosial pun ada peserta yang menggunakan kecerdasan buatan.
Foto:Fhadel Izza Mahendra
Tren penggunaan dari AI juga tak luput dari pemilu di Indonesia pada 2024. Misalnya pasangan capres-cawapres nomor urut 2 yang menggunakan AI lewat Iklan kampanyenya, menggunakan ilustrasi AI anak-anak yang sedang ceria dengan terdapat susu dan makanan dalam video tersebut.
Tim kampanye capres-cawapres nomor urut 3 juga pernah terlihat menggunakan gambar AI untuk sebuah acara yang digalangnya. Tak ketinggalan juga para pendukung tiap calon menggunakan gambar AI untuk mendukung paslon idolanya.
Yang kedua, penerapan kampanye mikro. Ini bisa digunakan untuk membantu dan mendidik pemilih mengenai berbagai isu politik yang ada, supaya pemilih bisa menentukan keputusan mereka sendiri.
Yang ketiga, AI bisa digunakan untuk memprogram sebuah wadah yang berisi keluhan atau kritik masyarakat supaya suara mereka bisa didengar jelas oleh perwakilan yang terpilih dalam pemilu nantinya.
Misalnya saja, network scientist Universitas Oxfod Vyacheslav Polonski, mengutip dari Centre for Public Impact,mengungkap beberapa di antaranya. Pertama adalah adanya serangan bot politik yang menyamar sebagai akun manusia.
Bot politik ini diprogram untuk memanipulasi opini publik dengan cara menyebarluaskan propaganda dan berita palsu di media sosial. Bot tersebut bertanggung jawab menyebarkan informasi yang salah dan berkontribusi terhadap isu-isu politik di beberapa platform media sosial seperti Facebook dan X.
Foto: Shutterstock
Cara kerja bot ini yaitu dengan secara aktif menyusup ke media sosial untuk menyebarkan konten otomatis secara masif, lalu dengan banyaknya konten yang masuk di media sosial seperti Facebook atau X, diyakini mereka mampu meredam perbedaan pendapat di media sosial.yang akhirnya membuat netizen berpikir ulang dan menyelaraskan opininya sesuai dengan 'opini publik'.
Yang kedua, adanya penggunaan AI untuk memanipulasi seseorang.Ini terjadi misalnya,selama pemilihan presiden AS terdapat iklan yang sengaja menargetkan individu yang dapat dibujuk atau dipengaruhi berdasarkan kondisi psikologis mereka.
Permasalahan dalam strategi tersebut adalah pada sifat kampanye yang terselubung dan pesan politik yang tidak tulus. Misalnya pemilih lawan akan mendapatkan pesan khusus sesuai prediksi akan kerentanan mereka terhadap pendapat.
Strategi ini akan cocok untuk presiden yang memiliki janji kampanye yang fleksibel. Kuncinya hanyalah menemukan pemicu emosional bagi setiap orang untuk mengambil suatu tindakan.
Dampak buruk AI yang perlu juga dicermati adalah perang informasi propaganda berskala besar yang tidak akan bagus untuk kedaulatan suatu negara. Jika metode ini terus digunakan secara tidak benar untuk propaganda, memanipulasi pemilih dan penggunaan secara tidak benar lainya akan menimbulkan perpecahan dan mengancam kedaulatan suatu negara.
Mengutip dari Amazon Web Service, AI adalah bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, penciptaan, dan pengenalan gambar.
Baca Juga
AI biasa digunakan untuk memecahkan masalah manusia seperti halnya membantu membuat gambar yang diinginkan manusia lewat ketikan secara detail, membuat suara yang menyerupai aslinya, dan memecahkan masalah lewat teks AI. Yang mengejutkan adalah sistem pembelajaran mesin AI bahkan sudah dapat memprediksi rancangan undang undang kongres AS yang nantinya akan disahkan. Penilaian algoritmik pun sedang diterapkan juga dalam sistem peradilan di Inggris.
Nah, hal yang paling mencolok,adalah penggunaan AI pada masa pemilu. AI biasanya digunakan sebagai alat pendukung kampanye,.seperti poster kampanye, iklan kampanye, baliho kampanye, bahkan kampanye di media sosial pun ada peserta yang menggunakan kecerdasan buatan.
Foto:Fhadel Izza Mahendra
Tren penggunaan dari AI juga tak luput dari pemilu di Indonesia pada 2024. Misalnya pasangan capres-cawapres nomor urut 2 yang menggunakan AI lewat Iklan kampanyenya, menggunakan ilustrasi AI anak-anak yang sedang ceria dengan terdapat susu dan makanan dalam video tersebut.
Tim kampanye capres-cawapres nomor urut 3 juga pernah terlihat menggunakan gambar AI untuk sebuah acara yang digalangnya. Tak ketinggalan juga para pendukung tiap calon menggunakan gambar AI untuk mendukung paslon idolanya.
Manfaat Positif AI dalam Pemilu
Ada beberapa contoh penggunaan AI yang bisa berperan positif dalam lanskap pemilu, termasuk di Indonesia. Salah satu contohnya yang sudah sering digunakan adalah dengan memprogram bot politik untuk menganalisis tindakan atau perilaku masyarakat di media sosial. Di Indonesia, misalnya saja akun X @ismailfahmi yang merupakan pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia.Yang kedua, penerapan kampanye mikro. Ini bisa digunakan untuk membantu dan mendidik pemilih mengenai berbagai isu politik yang ada, supaya pemilih bisa menentukan keputusan mereka sendiri.
Yang ketiga, AI bisa digunakan untuk memprogram sebuah wadah yang berisi keluhan atau kritik masyarakat supaya suara mereka bisa didengar jelas oleh perwakilan yang terpilih dalam pemilu nantinya.
Dampak Buruk AI
Namun AI juga bisa berdampak buruk dalam pemilu. Ini terutama jika penggunaannya menyimpang, yang bahkan bisa merusak tatanan demokrasi.Misalnya saja, network scientist Universitas Oxfod Vyacheslav Polonski, mengutip dari Centre for Public Impact,mengungkap beberapa di antaranya. Pertama adalah adanya serangan bot politik yang menyamar sebagai akun manusia.
Bot politik ini diprogram untuk memanipulasi opini publik dengan cara menyebarluaskan propaganda dan berita palsu di media sosial. Bot tersebut bertanggung jawab menyebarkan informasi yang salah dan berkontribusi terhadap isu-isu politik di beberapa platform media sosial seperti Facebook dan X.
Foto: Shutterstock
Cara kerja bot ini yaitu dengan secara aktif menyusup ke media sosial untuk menyebarkan konten otomatis secara masif, lalu dengan banyaknya konten yang masuk di media sosial seperti Facebook atau X, diyakini mereka mampu meredam perbedaan pendapat di media sosial.yang akhirnya membuat netizen berpikir ulang dan menyelaraskan opininya sesuai dengan 'opini publik'.
Yang kedua, adanya penggunaan AI untuk memanipulasi seseorang.Ini terjadi misalnya,selama pemilihan presiden AS terdapat iklan yang sengaja menargetkan individu yang dapat dibujuk atau dipengaruhi berdasarkan kondisi psikologis mereka.
Permasalahan dalam strategi tersebut adalah pada sifat kampanye yang terselubung dan pesan politik yang tidak tulus. Misalnya pemilih lawan akan mendapatkan pesan khusus sesuai prediksi akan kerentanan mereka terhadap pendapat.
Strategi ini akan cocok untuk presiden yang memiliki janji kampanye yang fleksibel. Kuncinya hanyalah menemukan pemicu emosional bagi setiap orang untuk mengambil suatu tindakan.
Dampak buruk AI yang perlu juga dicermati adalah perang informasi propaganda berskala besar yang tidak akan bagus untuk kedaulatan suatu negara. Jika metode ini terus digunakan secara tidak benar untuk propaganda, memanipulasi pemilih dan penggunaan secara tidak benar lainya akan menimbulkan perpecahan dan mengancam kedaulatan suatu negara.