10 Film Prekuel Paling Jelek dan Mengecewakan yang Pernah Ada
loading...
A
A
A
Underworld: Rise of the Lycans bukan film Underworld paling jelek, tapi juga bukan yang terbaik. Film ini berusaha menceritakan cerita awal mula perselisihan antara manusia serigala dan vampir. Film ini bisa menjadi film paling ambisius dengan memberikan latar pada 1400-an dan bisa menampilkan cerita kuat tentang apa yang memicu perselisihan itu.
Sayang, film itu tidak bisa berdiri sendiri tanpa karakter utamanya, Selene yang diperankan Kate Beckinsale. Meski Kate tampil seabgai cameo di serial itu, dia adalah jantung serial Underworld. Makanya, Rise of the Lycans terasa hambar tanpa dirinya.
Foto: GQ Middle East
Mathayus the Akkadian langsung memukau penonton setelah tampil di The Mummy Returns. Tak pelak, produsernya pun segera membuat prekuel khusus tentang karakter itu lewat The Scorpion King. Tapi, film itu bukan yang diharapkan penonton setelah muncul sebagai film aneh yang dipenuhi one-liner canggung di antara banyak adengan komedi.
Film itu memainkan persona bicara cepat yang membuat Dwayne Johnson dikenal saat itu. Tapi, karakter Mathayus sama sekali tidak mirip dengan yang tampil di The Mummy Returns. Ini menyebabkan film itu dan prekuelnya tidak nyambung. Sementara The Scorpions King itu kocak, film itu sama sekali tidak peduli untuk menjawab pertanyaan utama bagaimana Mathayus menjadi Raja Kalajengking yang jahat.
Foto: IMDb
Judul aneh prekuel ini cukup mengungkapkan betapa hambarnya film tersebut. Film asli Peter Pan menggunakan berbagai macam hal seperti serbuk pixie, putri duyung, dan bajak laut jahat untuk membuat Neverland terasa asyik. Tapi, Pan melemparkan banyak tanpa keasyikan atau daya tarik untuk mendukungnya.
Protagonisnya pun terasa seperti sebuah perenungan dalam ceritanya sendiri. Meski para aktornya melakukan yang terbaik, spesial efek dan adegan aksi yang jelek mengubur karakter mereka. Film ini juga dirilis terlalu dekat dengan blockbuster seperti The Hunger Games dan Divergent. Akibatnya, film ini pun rugi di box office setelah hanya meraup USD128,4 juta dari anggaran USD150 juta.
Foto: Los Angeles Times
Fantastic Beasts adalah usaha untuk memperluas dunia Harry Potter di luar Hogwarts. Sayangnya, serial ini kehilangan arahnya. Memulai dengan sentuhan ringan dengan cerita tentang Newt Scamander dan hewan peliharaan ajaibnya, franchise ini mulai membawakan Perang Penyihir yang gelap dan tanpa jiwa. Pada akhir triloginya, Newt lebih sebagai pengamat ketimbang protagonis.
Alih-alih, penonton disajikan drama keluarga Dumbledore yang tidak fantastis atau punya kaitan dengan hewan buas. Kombinasi aneh makhluk ajaib dan konflik besar global sama sekali tidak nyambung. Kontroversi di balik layarnya hanya membuat franchise ini semakin tenggelam. Serial ini juga memberikan konklusi yang kurang disukai.
Foto: Multiversity Comics
X-Men Origins: Wolverine berusaha memberikan cerita tentang asal usul Wolverine sebelum dia tampil di film seri X-Men. Film itu dimulai dengan rangkaian adegan epik di mana Wolverine dan Sabretooth bertarung di sejumlah perang berbeda. Adegan itu diambil dengan baik, dikoreografikan dengan baik, dan sinematografinya pun oke.
Sayang, kualitasnya langsung terjun bebas begitu adegan pembukanya selesai. Film itu nyaris membunuh Deadpool sebelum superhero itu punya film seri sendiri yang jauh lebih baik. Wolverine seharusnya menjadi film yang bagus karena mengangkat masa awal Wolverine ketika bekerja di program rahasia pemerintah. Prekuel ini juga terasa sia-sia karena ceritanya agak tidak nyambung dengan apa yang terjadi di X-Men, terutama tentang hubungan Wolverine dan Sabretooth.
Sayang, film itu tidak bisa berdiri sendiri tanpa karakter utamanya, Selene yang diperankan Kate Beckinsale. Meski Kate tampil seabgai cameo di serial itu, dia adalah jantung serial Underworld. Makanya, Rise of the Lycans terasa hambar tanpa dirinya.
4. The Scorpion King — 2002
Foto: GQ Middle East
Mathayus the Akkadian langsung memukau penonton setelah tampil di The Mummy Returns. Tak pelak, produsernya pun segera membuat prekuel khusus tentang karakter itu lewat The Scorpion King. Tapi, film itu bukan yang diharapkan penonton setelah muncul sebagai film aneh yang dipenuhi one-liner canggung di antara banyak adengan komedi.
Film itu memainkan persona bicara cepat yang membuat Dwayne Johnson dikenal saat itu. Tapi, karakter Mathayus sama sekali tidak mirip dengan yang tampil di The Mummy Returns. Ini menyebabkan film itu dan prekuelnya tidak nyambung. Sementara The Scorpions King itu kocak, film itu sama sekali tidak peduli untuk menjawab pertanyaan utama bagaimana Mathayus menjadi Raja Kalajengking yang jahat.
3. Pan — 2015
Foto: IMDb
Judul aneh prekuel ini cukup mengungkapkan betapa hambarnya film tersebut. Film asli Peter Pan menggunakan berbagai macam hal seperti serbuk pixie, putri duyung, dan bajak laut jahat untuk membuat Neverland terasa asyik. Tapi, Pan melemparkan banyak tanpa keasyikan atau daya tarik untuk mendukungnya.
Protagonisnya pun terasa seperti sebuah perenungan dalam ceritanya sendiri. Meski para aktornya melakukan yang terbaik, spesial efek dan adegan aksi yang jelek mengubur karakter mereka. Film ini juga dirilis terlalu dekat dengan blockbuster seperti The Hunger Games dan Divergent. Akibatnya, film ini pun rugi di box office setelah hanya meraup USD128,4 juta dari anggaran USD150 juta.
2. Fantastic Beasts (Franchise) — 2016
Foto: Los Angeles Times
Fantastic Beasts adalah usaha untuk memperluas dunia Harry Potter di luar Hogwarts. Sayangnya, serial ini kehilangan arahnya. Memulai dengan sentuhan ringan dengan cerita tentang Newt Scamander dan hewan peliharaan ajaibnya, franchise ini mulai membawakan Perang Penyihir yang gelap dan tanpa jiwa. Pada akhir triloginya, Newt lebih sebagai pengamat ketimbang protagonis.
Alih-alih, penonton disajikan drama keluarga Dumbledore yang tidak fantastis atau punya kaitan dengan hewan buas. Kombinasi aneh makhluk ajaib dan konflik besar global sama sekali tidak nyambung. Kontroversi di balik layarnya hanya membuat franchise ini semakin tenggelam. Serial ini juga memberikan konklusi yang kurang disukai.
1. X-Men Origins: Wolverine — 2009
Foto: Multiversity Comics
X-Men Origins: Wolverine berusaha memberikan cerita tentang asal usul Wolverine sebelum dia tampil di film seri X-Men. Film itu dimulai dengan rangkaian adegan epik di mana Wolverine dan Sabretooth bertarung di sejumlah perang berbeda. Adegan itu diambil dengan baik, dikoreografikan dengan baik, dan sinematografinya pun oke.
Sayang, kualitasnya langsung terjun bebas begitu adegan pembukanya selesai. Film itu nyaris membunuh Deadpool sebelum superhero itu punya film seri sendiri yang jauh lebih baik. Wolverine seharusnya menjadi film yang bagus karena mengangkat masa awal Wolverine ketika bekerja di program rahasia pemerintah. Prekuel ini juga terasa sia-sia karena ceritanya agak tidak nyambung dengan apa yang terjadi di X-Men, terutama tentang hubungan Wolverine dan Sabretooth.
(alv)