SOROT: 'Sosok Ketiga' Ikuti 'Waktu Maghrib' sebagai Film Horor dari Cerita Asli Terlaris Tahun 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hingga akhir Juni 2023 tercatat sudah ada 29 judul film horor Indonesia yang beredar di bioskop. Sebagaimana tahun lalu, tahun ini pun daftar film terlaris dipuncaki oleh film horor Sewu Dino dengan perolehan 4,8 juta penonton.
Masih dalam semesta yang sama dengan KKN di Desa Penarimembuat Sewu Dino lebih mudah menarik perhatian calon penonton. Utamanya bagi mereka yang sempat mengikutiutas viral yang disebarkan oleh SimpleMan via Twitter.
Tapi selalu ada anomali dalam daftar film terlaris. Pada Februari lalu, Waktu Maghribyang berangkat dari cerita asli tak disangka bisa menembus target box officesatu juta penonton dan akhirnya membukukan pencapaian 2,4 juta penonton.
Pada akhir Juni ada Sosok Ketiga yang sedang melaju kencang menuju target box office satu juta penonton. Hingga 6 Juli 2023, film yang disutradarai Dedy Mercy tersebut sudah beroleh 851.549 penonton.
Selalu menarik mencermati bagaimana sebuah film yang berangkat dari cerita asli dengan promosi standar film Indonesia pada umumnya tapi berhasil membuat jutaan orang berduyun-duyun menontonnya di bioskop. Waktu Maghrib menjadi fenomena menarik karena diarahkan oleh sutradara yang baru pertama kali mengarahkan film bioskop, Sidharta Tata.
Foto: Rapi Films
Film tersebut juga tak didukung oleh ensemble cast terkenal, hanya Aulia Sarah saja yang diakrabi penonton terutama sejak bermain dalam film KKN di Desa Penari. Bisa jadi “Waktu Maghrib” terpromosikan dengan sendirinya justru karena kualitas produknya yang dianggap bermutu oleh mereka yang sudah menontonnya.
Akun @bacahorror dengan 74,9 ribu pengikut di Twitter memberi banyak pujian untuk film tersebut. “Ada plot twist yang keren di cerita ini dan ada salah satu urban legend yang diangkat di film ini," tulis mereka.
Kisahnya terlihat sederhana, tapi alur ceritanya benar-benar bikin deg-degan. "Jump scare? Ada.. Dan gemesin banget. Tapi enggak banyak dan cuma di awal-awal cerita. Keseraman film ini dibangun dari alur cerita dan setup suasana yang membuat merinding bahkan tanpa memunculkan hantunya. Adegan gore yang menjadi trend di film horor saat ini juga nggak banyak. Jadi gak gitu ngeganggu.. Pure jual alur cerita dan setup suasana.”
Waktu Maghribpun akhirnya menjadi salah satu film horor percontohan tahun ini. Bahwa horor selayaknya masih bisa dibikin menarik, tak sekadar menghibur dan masih bisa mencari cara yang inventif untuk menakut-nakuti penonton.
Dengan serbuan puluhan film horor Indonesia hingga akhir tahun ini, kita sebagai penonton mesti cerdik memilah mana saja film yang pantas mendapat waktu, energi, dan uang kita untuk bisa ditonton di bioskop.
Foto: Rapi Films
Tapi bagaimana dengan film Sosok Ketiga? Begini sinopsis singkat dari film yang dirilis di bioskop sejak 22 Juni tersebut.
Akhirnya Anton jatuh hati dan menikah dengan Yuni yang juga adalah sahabat dari istrinya sendiri, Nuri. Padahal Yuni dan Nuri sudah bertukar janji tidak akan saling merebut pasangan sahabatnya tapi Nuri mengikhlaskan karena telah beberapa kali mengalami keguguran.
Pada akhirnya Nuri merasa kecewa karena Anton tidak memenuhi janjinya untuk bersikap adil. Yuni mendapatkan teror gaib di masa kehamilannya hingga jatuh sakit. Hal ini juga membawanya ke dalam konflik dengan Bude yang membuatnya memilih Nuri untuk menjaganya selama Anton pergi keluar kota.
Apakah yang akan terjadi apabila istri pertama dan istri kedua berada dalam satu atap? Ibu Yuni menyadari bahaya yang akan terjadi pada anak dan calon cucunya tapi sudah terlambat. Apakah terror gaib terhadap Yuni akan berakhir atau semakin menjadi-jadi?
Membaca sinopsisnya memang langsung terkesan tak ada yang istimewa dari cerita yang disajikan film tersebut. Bahkan di tangan Lele Leila yang membidani film Indonesia terlaris sepanjang masa, KKN di Desa Penari, skenario juga tak memberi nilai tambah.
Kritikus film, Hikmat Darmawan, menulis kritik pendek menyoal film produksi Leo Pictures ini via Letterboxd. “*So what* kalau akting pemeran utamanya buruk, editing-nya kendor, penggunaan kamera dan bahasa visualnya klise, dan adegan horornya tidak original?," tulisnya.
"Film ini memenuhi target yang dipatoknya sendiri: film horor murah yang gamblang, mudah dipahami, dengan moralitas yang jelas. Walau, sebetulnya ada yang menarik: di film ini, "pelakor" bukanlah penjahat (malah ia korban!), dan si "lakor" yang dapat hukuman di akhir film”.
Foto: Leo Pictures
Kita pun lantas berpikir apa yang sesungguhnya dinikmati oleh lebih dari 800 ribu orang yang sudah menyaksikan Sosok Ketigadi bioskop? Kita lupa bahwa sebagian masyarakat kita saat ini memang telanjur akrab dengan drama perselingkuhan hingga isu pelakor yang dicampurbaurkan dengan ceramah moral hitam putih yang banyak ditampilkan di sinetron/FTV.
Adonan itulah yang diramu dalam cerita dan memang sengaja dibuat untuk membidik target penonton film horor lokal yang sebagian besar di antara mereka mungkin memang tak peduli dengan kualitas filmnya. Racikan cerita yang relevan dipadukan dengan promosi yang memanfaatkan maksimal media sosial seperti Instagram dan TikTok membuat Sosok Ketigalangsung menarik perhatian pada hari pertama rilisnya di bioskop dengan perolehan 62.635 penonton.
Kita perlu mengapresiasi Sosok Ketigayang berani mengedepankan cerita asli. Tapi kita juga perlu saling mengingatkan agar terus berupaya meningkatkan kualitas produksi film Indonesia sehingga kepercayaan penonton selalu bisa tetap dijaga dengan baik.
Percayalah, kita selalu bisa, kok, bikin film horor dengan cerita yang segar dan dieksekusi dengan baik yang pada akhirnya bisa dinikmati jutaan penonton di bioskop. Pilihan memang selalu ada di tangan sineas.
Kita bisa sekadar memproduksi film untuk melayani penonton bioskop hari ini, atau kita juga bisa berupaya memproduksi film yang bisa menjaga kepercayaan penonton bioskop terhadap film Indonesiapada masa datang.
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Masih dalam semesta yang sama dengan KKN di Desa Penarimembuat Sewu Dino lebih mudah menarik perhatian calon penonton. Utamanya bagi mereka yang sempat mengikutiutas viral yang disebarkan oleh SimpleMan via Twitter.
Tapi selalu ada anomali dalam daftar film terlaris. Pada Februari lalu, Waktu Maghribyang berangkat dari cerita asli tak disangka bisa menembus target box officesatu juta penonton dan akhirnya membukukan pencapaian 2,4 juta penonton.
Baca Juga
Pada akhir Juni ada Sosok Ketiga yang sedang melaju kencang menuju target box office satu juta penonton. Hingga 6 Juli 2023, film yang disutradarai Dedy Mercy tersebut sudah beroleh 851.549 penonton.
Selalu menarik mencermati bagaimana sebuah film yang berangkat dari cerita asli dengan promosi standar film Indonesia pada umumnya tapi berhasil membuat jutaan orang berduyun-duyun menontonnya di bioskop. Waktu Maghrib menjadi fenomena menarik karena diarahkan oleh sutradara yang baru pertama kali mengarahkan film bioskop, Sidharta Tata.
Foto: Rapi Films
Film tersebut juga tak didukung oleh ensemble cast terkenal, hanya Aulia Sarah saja yang diakrabi penonton terutama sejak bermain dalam film KKN di Desa Penari. Bisa jadi “Waktu Maghrib” terpromosikan dengan sendirinya justru karena kualitas produknya yang dianggap bermutu oleh mereka yang sudah menontonnya.
Akun @bacahorror dengan 74,9 ribu pengikut di Twitter memberi banyak pujian untuk film tersebut. “Ada plot twist yang keren di cerita ini dan ada salah satu urban legend yang diangkat di film ini," tulis mereka.
Kisahnya terlihat sederhana, tapi alur ceritanya benar-benar bikin deg-degan. "Jump scare? Ada.. Dan gemesin banget. Tapi enggak banyak dan cuma di awal-awal cerita. Keseraman film ini dibangun dari alur cerita dan setup suasana yang membuat merinding bahkan tanpa memunculkan hantunya. Adegan gore yang menjadi trend di film horor saat ini juga nggak banyak. Jadi gak gitu ngeganggu.. Pure jual alur cerita dan setup suasana.”
Waktu Maghribpun akhirnya menjadi salah satu film horor percontohan tahun ini. Bahwa horor selayaknya masih bisa dibikin menarik, tak sekadar menghibur dan masih bisa mencari cara yang inventif untuk menakut-nakuti penonton.
Dengan serbuan puluhan film horor Indonesia hingga akhir tahun ini, kita sebagai penonton mesti cerdik memilah mana saja film yang pantas mendapat waktu, energi, dan uang kita untuk bisa ditonton di bioskop.
Foto: Rapi Films
Tapi bagaimana dengan film Sosok Ketiga? Begini sinopsis singkat dari film yang dirilis di bioskop sejak 22 Juni tersebut.
Akhirnya Anton jatuh hati dan menikah dengan Yuni yang juga adalah sahabat dari istrinya sendiri, Nuri. Padahal Yuni dan Nuri sudah bertukar janji tidak akan saling merebut pasangan sahabatnya tapi Nuri mengikhlaskan karena telah beberapa kali mengalami keguguran.
Pada akhirnya Nuri merasa kecewa karena Anton tidak memenuhi janjinya untuk bersikap adil. Yuni mendapatkan teror gaib di masa kehamilannya hingga jatuh sakit. Hal ini juga membawanya ke dalam konflik dengan Bude yang membuatnya memilih Nuri untuk menjaganya selama Anton pergi keluar kota.
Apakah yang akan terjadi apabila istri pertama dan istri kedua berada dalam satu atap? Ibu Yuni menyadari bahaya yang akan terjadi pada anak dan calon cucunya tapi sudah terlambat. Apakah terror gaib terhadap Yuni akan berakhir atau semakin menjadi-jadi?
Membaca sinopsisnya memang langsung terkesan tak ada yang istimewa dari cerita yang disajikan film tersebut. Bahkan di tangan Lele Leila yang membidani film Indonesia terlaris sepanjang masa, KKN di Desa Penari, skenario juga tak memberi nilai tambah.
Kritikus film, Hikmat Darmawan, menulis kritik pendek menyoal film produksi Leo Pictures ini via Letterboxd. “*So what* kalau akting pemeran utamanya buruk, editing-nya kendor, penggunaan kamera dan bahasa visualnya klise, dan adegan horornya tidak original?," tulisnya.
"Film ini memenuhi target yang dipatoknya sendiri: film horor murah yang gamblang, mudah dipahami, dengan moralitas yang jelas. Walau, sebetulnya ada yang menarik: di film ini, "pelakor" bukanlah penjahat (malah ia korban!), dan si "lakor" yang dapat hukuman di akhir film”.
Foto: Leo Pictures
Kita pun lantas berpikir apa yang sesungguhnya dinikmati oleh lebih dari 800 ribu orang yang sudah menyaksikan Sosok Ketigadi bioskop? Kita lupa bahwa sebagian masyarakat kita saat ini memang telanjur akrab dengan drama perselingkuhan hingga isu pelakor yang dicampurbaurkan dengan ceramah moral hitam putih yang banyak ditampilkan di sinetron/FTV.
Adonan itulah yang diramu dalam cerita dan memang sengaja dibuat untuk membidik target penonton film horor lokal yang sebagian besar di antara mereka mungkin memang tak peduli dengan kualitas filmnya. Racikan cerita yang relevan dipadukan dengan promosi yang memanfaatkan maksimal media sosial seperti Instagram dan TikTok membuat Sosok Ketigalangsung menarik perhatian pada hari pertama rilisnya di bioskop dengan perolehan 62.635 penonton.
Kita perlu mengapresiasi Sosok Ketigayang berani mengedepankan cerita asli. Tapi kita juga perlu saling mengingatkan agar terus berupaya meningkatkan kualitas produksi film Indonesia sehingga kepercayaan penonton selalu bisa tetap dijaga dengan baik.
Percayalah, kita selalu bisa, kok, bikin film horor dengan cerita yang segar dan dieksekusi dengan baik yang pada akhirnya bisa dinikmati jutaan penonton di bioskop. Pilihan memang selalu ada di tangan sineas.
Kita bisa sekadar memproduksi film untuk melayani penonton bioskop hari ini, atau kita juga bisa berupaya memproduksi film yang bisa menjaga kepercayaan penonton bioskop terhadap film Indonesiapada masa datang.
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)