10 Film Spin-off Paling Rungkad, Maksa Banget buat Dibikin!
loading...
A
A
A
Film Harry Potter jelas merupakan fenomena besar pada 2000. Franchise ini telah memproduksi delapan film yang menjadi hit di box office. Serial spin-off-nya, Fantastic Beast, terbukti kurang sukses. Ini terutama karena betapa kurang tujuan dan perulangannya.
Penggemar sudah menonton plot kebaikan melawan kejahatan dengan Harry dan Voldemort. Yang tidak membantu adalah Newt Scamader kurang menarik ketimbang Harry dan Grindelwald kurang sangar ketimbang Voldemort. Kontroversi di kehidupan nyata adalah paku terakhir di peti serial yang tidak banyak dipedulikan penggemar Harry Potter ini.
Foto: The Daily Beast
Trilogi Bourne karya Paul Greengrass unggul karena sejumlah alasan. Matt Damon adalah protagonis yang menarik dan kompleks, action-nya ketat dan seru, dan plot film itu terus jadi intensif dengan setiap entry barunya. Dengan cerita Bourne yang sepertinya selesai setelah The Bourne Ultimatum, Universal memilih melanjutkan serial itu dengan karakter utama lain, yang menghasilkan The Bourne Legacy.
Sayang, Aaron Cross yang diperankan Jeremy Renner hanya terlihat seperti imitasi pucat dari Bourne yang diperankan Matt Damon. Meskipun, Jeremy sudah berusaha sebaik mungkin. Pendekatan berlebihan Tony Gilroy menyebabkan premis yang kurang menarik, gagal menjustifikasi eksistensi film dan mengokohkan opini kalau film itu secara resmi telah memperpanjang sambutannya.
Foto: Polygon
Pendekatan Michelle Pfeiffer terhadap Catwoman telah mengubah karakter itu menjadi ikon sinematik yang tidak lekang waktu. Penggemar pun jadi ingin lebih banyak menyaksikan aksinya, terutama setelah ending ambigu Batman Returns. Tapi, proyek solonya terkatung-katung dalam pengembangan selama bertahun-tahun. Peran itu pun akhirnya menjalani casting ulang.
Halle Berry adalah pilihan yang menginspirasi untuk peran itu. Tapi, naskah Catwoman gagal menyampaikan apa yang diinginkan penonton dari film solo Catwoman. Hilanglah kompleksitas Michelle dengan peran dan penampilannya yang rapuh tapi seksi sebagai antihero yang digantikan dengan cerita yang terburu-buru yang berbatasan dengan absurditas. Di mana penggemar ingin melhat lebih banyak tentang antihero dari Batman Returns itu, Catwoman memberikan versi yang benar-benar berbeda yang terbukti tidak populer dengan kritikus dan audiens yang tidak tertarik pada vibe campy yang dimaksudkan film itu.
Foto: Wired
Begitu Star Wars jatuh ke tangan Disney, Rumah Tikus itu memulai rencananya untuk memerah setiap tetes susu dari sapi perah baru mereka itu. Mereka memberi lampu hijau untuk trilogi baru, berbagai spin-off, dan serial televisi. Itu termasuk cerita asal usul salah satu karakter mereka paling terkenal, Han Solo.
Tapi, Disney salah perhitungan karena audiens bukanlah penggemar karakter itu, tapi pada cara Harrison Ford memerankannya. Solo: A Star Wars Story juga tidak berutung karena dirilis di titik terendah fandom Star Wars setelah review negatif pada The Rise of Skywalker. Solo adalah film yang menyenangkan, tapi sulit bagi orang bersuka cita menonton karakter sebelum hari-harinya bersama Rebellion, terutama karena Harrison tidak memerankannya.
Foto: The Hollywood Reporter
Morbius punya semua yang melawannya. Dia adalah penjahat kelas B yang tidak dikenal sebagian besar penggemar mainstream, pemeran utama tanpa kekuatan bintang, dan jadwal perilisan yang membuat film tidak akan laku. Ditambah sejumlah penundaan terkait pandemi dan kampanye negatif dari mulut ke mulut, film ini selalu ditakdirkan untuk gagal.
Yang lebih pentingnya, penggemar hanya tidak tertarik pada film seputar penjahat minor dari dunia Spider-Man. Bahkan, karakter populer seperti Venom pun harus berjuang mati-matian tanpa kehadiran manusia laba-laba itu. Kengototan Sony memproduksi spin-off Spider-Man pada akhirnya akan merusak merek itu karena jelas kalau audiens tidak tertarik pada konten Spider-Man tanpa Spider-Man.
Penggemar sudah menonton plot kebaikan melawan kejahatan dengan Harry dan Voldemort. Yang tidak membantu adalah Newt Scamader kurang menarik ketimbang Harry dan Grindelwald kurang sangar ketimbang Voldemort. Kontroversi di kehidupan nyata adalah paku terakhir di peti serial yang tidak banyak dipedulikan penggemar Harry Potter ini.
4. The Bourne Legacy
Foto: The Daily Beast
Trilogi Bourne karya Paul Greengrass unggul karena sejumlah alasan. Matt Damon adalah protagonis yang menarik dan kompleks, action-nya ketat dan seru, dan plot film itu terus jadi intensif dengan setiap entry barunya. Dengan cerita Bourne yang sepertinya selesai setelah The Bourne Ultimatum, Universal memilih melanjutkan serial itu dengan karakter utama lain, yang menghasilkan The Bourne Legacy.
Sayang, Aaron Cross yang diperankan Jeremy Renner hanya terlihat seperti imitasi pucat dari Bourne yang diperankan Matt Damon. Meskipun, Jeremy sudah berusaha sebaik mungkin. Pendekatan berlebihan Tony Gilroy menyebabkan premis yang kurang menarik, gagal menjustifikasi eksistensi film dan mengokohkan opini kalau film itu secara resmi telah memperpanjang sambutannya.
3. Catwoman
Foto: Polygon
Pendekatan Michelle Pfeiffer terhadap Catwoman telah mengubah karakter itu menjadi ikon sinematik yang tidak lekang waktu. Penggemar pun jadi ingin lebih banyak menyaksikan aksinya, terutama setelah ending ambigu Batman Returns. Tapi, proyek solonya terkatung-katung dalam pengembangan selama bertahun-tahun. Peran itu pun akhirnya menjalani casting ulang.
Halle Berry adalah pilihan yang menginspirasi untuk peran itu. Tapi, naskah Catwoman gagal menyampaikan apa yang diinginkan penonton dari film solo Catwoman. Hilanglah kompleksitas Michelle dengan peran dan penampilannya yang rapuh tapi seksi sebagai antihero yang digantikan dengan cerita yang terburu-buru yang berbatasan dengan absurditas. Di mana penggemar ingin melhat lebih banyak tentang antihero dari Batman Returns itu, Catwoman memberikan versi yang benar-benar berbeda yang terbukti tidak populer dengan kritikus dan audiens yang tidak tertarik pada vibe campy yang dimaksudkan film itu.
2. Solo: A Star Wars Story
Foto: Wired
Begitu Star Wars jatuh ke tangan Disney, Rumah Tikus itu memulai rencananya untuk memerah setiap tetes susu dari sapi perah baru mereka itu. Mereka memberi lampu hijau untuk trilogi baru, berbagai spin-off, dan serial televisi. Itu termasuk cerita asal usul salah satu karakter mereka paling terkenal, Han Solo.
Tapi, Disney salah perhitungan karena audiens bukanlah penggemar karakter itu, tapi pada cara Harrison Ford memerankannya. Solo: A Star Wars Story juga tidak berutung karena dirilis di titik terendah fandom Star Wars setelah review negatif pada The Rise of Skywalker. Solo adalah film yang menyenangkan, tapi sulit bagi orang bersuka cita menonton karakter sebelum hari-harinya bersama Rebellion, terutama karena Harrison tidak memerankannya.
1. Morbius
Foto: The Hollywood Reporter
Morbius punya semua yang melawannya. Dia adalah penjahat kelas B yang tidak dikenal sebagian besar penggemar mainstream, pemeran utama tanpa kekuatan bintang, dan jadwal perilisan yang membuat film tidak akan laku. Ditambah sejumlah penundaan terkait pandemi dan kampanye negatif dari mulut ke mulut, film ini selalu ditakdirkan untuk gagal.
Yang lebih pentingnya, penggemar hanya tidak tertarik pada film seputar penjahat minor dari dunia Spider-Man. Bahkan, karakter populer seperti Venom pun harus berjuang mati-matian tanpa kehadiran manusia laba-laba itu. Kengototan Sony memproduksi spin-off Spider-Man pada akhirnya akan merusak merek itu karena jelas kalau audiens tidak tertarik pada konten Spider-Man tanpa Spider-Man.
(alv)