5 Serial Anime Seinen Paling Overrated sampai Sekarang
Jum'at, 21 Oktober 2022 - 08:02 WIB
Elfen Lied disebut dalam oleh sebagian orang dan gila oleh yang lain. Yang jelas, serial itu berusaha menarik penonton dengan cara mengombinasikan gore berdarah-darah dengan harem. Perubahan iramanya begitu kasar sehingga nyaris cukup mengalihkan penonton dari menyadari betapa twist cerita itu nyaman.
Sementara, setiap karakter ceweknya jadi koleksi trope seksual, dari obyektifikasi kekanak-kanakan Lucy sampai tsundere Yuka, yang digambarkan sangat pencemburu dan posesif. Elfen Lied sering dipuji karena rangkaian opening-nya yang artistik, dan itu adalah bagian terbaik dari serial ini. Tapi, konten aslinya meninggalkan banyak yang diinginkan.
Foto: CBR
Di Tokyo era modern, ghoul pemakan daging manusia bisa dengan mudah menyusup ke kota itu. Mahasiswa kutu buku Ken Kaneki tidak tetarik pada berita itu. Tapi, ketika seorang cewek cantik bernama Rize mengajaknya kencan, realitas menamparnya. Rize adalah ghoul.
Kaneki lolos setelah cewek itu berusaha memakannya. Kaneki terbangun di rumah sakit. Dia tahu kalau organ Rize ditransplantasikan ke tubuhnya. Dia pun menjadi manusia setengah ghoul dan harus makan daging manusia untuk bertahan hidup.
Terlepas dari kesuksesan komersial dan popularitasnya, Tokyo Ghoul punya banyak kekurangan. Bukan cerita di manga-nya, tapi adaptasi anime-nya. Anime serial ini menutupi sejumlah karakter penting, mempersingkat sejumlah adegan pertarungan secara dramatis, melompati seluruh aspek plot dan mempercepat lajunya, terutama di episode dan season setelahnya.
Percepatan laju itu mungkin adalah titik lemah terbesarnya. Itu menyebabkan konklusi yang membingungkan dan kurang terutama bagi penonton yang tidak membaca manga-nya. Terlebih, anime-nya secara keseluruhan mengasingkan penonton yang melihat serangkaian kekerasan tanpa henti dengan menyangka melihatnya sebagai “realistis” dan “edgy” untuk nihilistik suram dan tidak bernilai.
Foto: IMDb
Seorang siswa SMA introvert, Wakana Gojo, terobsesi dengan boneka hina sejak kecil. Tapi, setelah mengungkapkan kesukaannya pada boneka itu kepada seorang teman, dia malah diejek dan dikucilkan. Dia pun tetap merahasiakan hobinya itu.
Hidupnya berubah total setelah bertemu Marin Kitagawa, si cantik dan populer yang merupakan otaku gyaru dan video game erotik. Marin melihat keterampilan menjahitnya dan meyakinkannya untuk membuatkan kostum cosplay untuknya. Di saat keduanya bekerja sama untuk menciptakan berbagai penampilan cosplay, keduanya pun jadi dekat tidak hanya sebagai teman tapi juga calon pasangan kekasih.
Masalah terbesar dengan My Dress-Up Darling adalah fanservice di depan muka yang meremehkan karakter Marin. Dari kepribadian, Marin adalah kekuatan progresif untuk perubahan. Dia menolak tunduk pada stereotip gender dan menolak cowok yangn berusaha menggodanya kalau ternyata mereka suka menilai orang seenaknya.
Tapi, sebagai karakter yang dilihat secara keseluruhan dari kacamata cowok, Marin menjadi protagonis cewek yang kurang berdaya dan lebih menjadi fantasi cowok terutama karena didesain sebagai otaku cewek seksi. Ini adalah implikasi tidak etis karena menggunakan Marin, cewek SMA berusia 15 atau 16 tahun, untuk fanservice secara terang-terangan. Kamera akan menge-zoom paha, belahan dada, dan bibir setiap ada kesempatan.
Sementara, setiap karakter ceweknya jadi koleksi trope seksual, dari obyektifikasi kekanak-kanakan Lucy sampai tsundere Yuka, yang digambarkan sangat pencemburu dan posesif. Elfen Lied sering dipuji karena rangkaian opening-nya yang artistik, dan itu adalah bagian terbaik dari serial ini. Tapi, konten aslinya meninggalkan banyak yang diinginkan.
2. Tokyo Ghoul — 2014–18
Foto: CBR
Di Tokyo era modern, ghoul pemakan daging manusia bisa dengan mudah menyusup ke kota itu. Mahasiswa kutu buku Ken Kaneki tidak tetarik pada berita itu. Tapi, ketika seorang cewek cantik bernama Rize mengajaknya kencan, realitas menamparnya. Rize adalah ghoul.
Kaneki lolos setelah cewek itu berusaha memakannya. Kaneki terbangun di rumah sakit. Dia tahu kalau organ Rize ditransplantasikan ke tubuhnya. Dia pun menjadi manusia setengah ghoul dan harus makan daging manusia untuk bertahan hidup.
Terlepas dari kesuksesan komersial dan popularitasnya, Tokyo Ghoul punya banyak kekurangan. Bukan cerita di manga-nya, tapi adaptasi anime-nya. Anime serial ini menutupi sejumlah karakter penting, mempersingkat sejumlah adegan pertarungan secara dramatis, melompati seluruh aspek plot dan mempercepat lajunya, terutama di episode dan season setelahnya.
Percepatan laju itu mungkin adalah titik lemah terbesarnya. Itu menyebabkan konklusi yang membingungkan dan kurang terutama bagi penonton yang tidak membaca manga-nya. Terlebih, anime-nya secara keseluruhan mengasingkan penonton yang melihat serangkaian kekerasan tanpa henti dengan menyangka melihatnya sebagai “realistis” dan “edgy” untuk nihilistik suram dan tidak bernilai.
1. My Dress-Up Darling — 2022
Foto: IMDb
Seorang siswa SMA introvert, Wakana Gojo, terobsesi dengan boneka hina sejak kecil. Tapi, setelah mengungkapkan kesukaannya pada boneka itu kepada seorang teman, dia malah diejek dan dikucilkan. Dia pun tetap merahasiakan hobinya itu.
Hidupnya berubah total setelah bertemu Marin Kitagawa, si cantik dan populer yang merupakan otaku gyaru dan video game erotik. Marin melihat keterampilan menjahitnya dan meyakinkannya untuk membuatkan kostum cosplay untuknya. Di saat keduanya bekerja sama untuk menciptakan berbagai penampilan cosplay, keduanya pun jadi dekat tidak hanya sebagai teman tapi juga calon pasangan kekasih.
Masalah terbesar dengan My Dress-Up Darling adalah fanservice di depan muka yang meremehkan karakter Marin. Dari kepribadian, Marin adalah kekuatan progresif untuk perubahan. Dia menolak tunduk pada stereotip gender dan menolak cowok yangn berusaha menggodanya kalau ternyata mereka suka menilai orang seenaknya.
Tapi, sebagai karakter yang dilihat secara keseluruhan dari kacamata cowok, Marin menjadi protagonis cewek yang kurang berdaya dan lebih menjadi fantasi cowok terutama karena didesain sebagai otaku cewek seksi. Ini adalah implikasi tidak etis karena menggunakan Marin, cewek SMA berusia 15 atau 16 tahun, untuk fanservice secara terang-terangan. Kamera akan menge-zoom paha, belahan dada, dan bibir setiap ada kesempatan.
(alv)
tulis komentar anda