Review Film Top Gun: Maverick

Rabu, 25 Mei 2022 - 15:29 WIB
Setelah puluhan tahun, karier Maverick ternyata mandek. Dari letnan, kini ia baru menjadi kapten. Sementara Iceman (Val Kilmer), rekan seangkatannya, sudah menjadi jenderal bintang empat sekaligus pemimpin U.S. Pacific Fleet. Iceman lah yang memerintahkan agar Maverick menjadi pengajar, meski bawahannya tak suka dengan reputasi Maverick selama ini.

Penyebabnya apalagi kalau bukan berbagai masalah yang kerap ditimbulkan Maverick. Ya, Maverick memang tidak berubah sama sekali. Ia tetap jadi sosok pembangkang yang senang melanggar aturan. Ini pun langsung tergambar dalam adegan pembuka Top Gun: Maverick, dan terus terjadi sepanjang film.

Namun justru itulah yang membuat ia yakin bahwa misi mustahilnya bersama para muridnya bisa berhasil. Misi mustahil itu adalah menghancurkan fasilitas uranium bawah tanah milik musuh (tanpa diketahui identitas negaranya).



Foto: Paramount Pictures

Fasilitas itu tersembunyi di dalam ngarai pegunungan, yang untuk mencapainya tanpa ketahuan, mereka harus terbang jauh di bawah batas normal, dan misinya harus selesai dalam waktu kurang dari tiga menit.

Tentu saja, kalau ceritanya tentang misi ini saja, Top Gun: Maverick hanya berakhir sebagai film laga saja. Supaya lebih dramatis dan mengandung nilai nostalgia, tim penulis skenario Ehren Kruger, Eric Warren Singer, dan Christopher McQuarrie lantas membawa cerita luka masa lalu. Anak Goose, pilot pendamping Maverick pada film pertama, dihadirkan kembali.

Sang anak, Rooster (Miles Teller), kini menjadi pilot, bahkan menjadi murid Maverick di program Top Gun. Rooster menyimpan kekesalan pada Maverick, sementara Maverick masih belum sembuh betul luka hatinya karena kehilangan sahabat sekaligus rekan kerja. Ia tidak mau Rooster celaka, tapi anak itu ngotot ingin menjadi pilot tempur yang hebat.

Baca Juga: Perbedaan dan Persamaan Top Gun: Maverick dengan Film Pertamanya



Foto: Paramount Pictures

Tak cuma urusan hubungan Maverick dan Rooster, berbagai momen-momen ikonis dalam Top Gun juga dimunculkan kembali dalam film ini. Mulai dari lagu, adegan, hingga konsep cerita seperti rivalitas antarmurid di sekolah.

Dengan bentuk cerita seperti ini, penonton lama Top Gun bukan hanya bisa bernostalgia, tapi juga menikmati rasa baru dari Top Gun versi baru yang jauh lebih nendang. Bahkan bumbu humor pun lebih banyak ditabur dibanding film pertamanya. Hasilnya, film ini benar-benar sangat menghibur dari berbagai sisi.

Kalau pun harus ada keluhan, mungkin adalah karakter Maverick yang tetap keras kepala dan egois meski usianya sudah tak muda lagi. Namun sikap ini juga masih bisa dimaklumi, karena filmnya sempat menyinggung soal "manusia yang akan tergantikan oleh mesin" serta "teknologi lama vs teknologi baru". Maverick adalah simbol segala hal terkait masa lalu, tapi dengan sikap keras kepalanya itu, toh ia tetap unggul di antara yang lebih canggih dan modern.



Foto: Paramount Pictures

Karakter Penny Benjamin, gebetan masa lalu Maverick, juga seolah digambarkan hanya sebagai pemanis alias bumbu romansa saja. Rasanya seperti sia-sia memasang aktris peraih piala Oscar Jennifer Connelly untuk peran ini.

Namun jika ini dimaksudkan untuk sebuah sekuel baru tanpa Maverick sebagai bintang utamanya, bisa saja ini menjadi pilihan yang tepat. Namun apakah sekuel tersebut benar-benar bisa terjadi, dan apakah perlu menunggu belasan hingga puluhan tahun untuk terjadi, itu yang harus kita tunggu.

(ita)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. SINDOnews.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More