Segarkan Manuskrip Kuno lewat Format Komik dan Film Animasi
Selasa, 16 Juni 2020 - 22:15 WIB
JAKARTA - Sebagian orang beranggapan bahwa kajian manuskrip atau pernaskahan adalah hal yang monoton dan kuno. Tapi hal ini berusaha diubah oleh para peneliti.
Sejauh ini, manuskrip memang cuma bisa dinikmati oleh segelintir orang aja, karena aksaranya yang asing di mata masyarakat. Belum lagi penuh teori berat yang bikin manuskrip lebih cocok berdampingan dengan akademisi aja.
Tapi hal ini berusaha diubah oleh Yulianeta, dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Ia berupaya memberdayakan naskah dengan tujuan menarik masa lalu ke dalam konteks kekinian.
Fokus utamanya adalah mengenalkan naskah-naskah Nusantara terutama bidang sastra kepada anak-anak dan anak muda lewat media animasi.
Transformasi manuskrip ke dalam animasi ini ia sampaikan pada kegiatan perkuliahan daring Ilmu Kodikologi di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, pada Selasa (16/6), dengan tema "Revitalisasi Naskah Kuno di Era Digital".
Salah satu contoh yang telah ia garap bersama timnya adalah pembuatan komik "Hikayat Raja Kerang". Komik ini diproses dengan sangat serius, bahkan melewati beberapa tahap.
Mulai dari studi pendahuluan (pencarian dan pengkajian manuskrip), perencanaan dan pembuatan komik dengan mengembangkan alur cerita, dan studi lapangan (uji coba, evaluasi, dan penilaian komik sebagai bahan ajar). Selain komik, juga dibuat alih wahananya ke dalam film animasi 3D.
Walaupun diambil dari cerita naskah kuno, tapi cerita dikemas supaya bisa menarik anak muda. Pemilihan alur cerita dilatarbelakangi oleh pemilihan karakter tokoh sentral yang akan menggerakkan cerita dan misi keteladanan.
Bukan cuma komik dan animasi, usaha menyegarkan manuskrip supaya lebih dikenal masyarakat luas juga bisa dilakukan dengan pembuatan baju, merchandise, dan produk kreatif lainnya yang diberi unsur aksara atau iluminasi khas manuskrip Nusantara.
Bagi Yulianeta, manuskrip adalah artefak budaya, bagian dari masa lalu yang tersebar di seluruh wilayah. Jadi sayang kalau cuma jadi koleksi museum semata.
Yulianeta juga berharap agar pengenalan naskah-naskah Nusantara ini masuk ke dalam kurikulum pembelajaran.
Finka Fahryah
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah
Instagram: @finkafahryah
Sejauh ini, manuskrip memang cuma bisa dinikmati oleh segelintir orang aja, karena aksaranya yang asing di mata masyarakat. Belum lagi penuh teori berat yang bikin manuskrip lebih cocok berdampingan dengan akademisi aja.
Tapi hal ini berusaha diubah oleh Yulianeta, dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Ia berupaya memberdayakan naskah dengan tujuan menarik masa lalu ke dalam konteks kekinian.
Fokus utamanya adalah mengenalkan naskah-naskah Nusantara terutama bidang sastra kepada anak-anak dan anak muda lewat media animasi.
Transformasi manuskrip ke dalam animasi ini ia sampaikan pada kegiatan perkuliahan daring Ilmu Kodikologi di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, pada Selasa (16/6), dengan tema "Revitalisasi Naskah Kuno di Era Digital".
Salah satu contoh yang telah ia garap bersama timnya adalah pembuatan komik "Hikayat Raja Kerang". Komik ini diproses dengan sangat serius, bahkan melewati beberapa tahap.
Mulai dari studi pendahuluan (pencarian dan pengkajian manuskrip), perencanaan dan pembuatan komik dengan mengembangkan alur cerita, dan studi lapangan (uji coba, evaluasi, dan penilaian komik sebagai bahan ajar). Selain komik, juga dibuat alih wahananya ke dalam film animasi 3D.
Walaupun diambil dari cerita naskah kuno, tapi cerita dikemas supaya bisa menarik anak muda. Pemilihan alur cerita dilatarbelakangi oleh pemilihan karakter tokoh sentral yang akan menggerakkan cerita dan misi keteladanan.
Bukan cuma komik dan animasi, usaha menyegarkan manuskrip supaya lebih dikenal masyarakat luas juga bisa dilakukan dengan pembuatan baju, merchandise, dan produk kreatif lainnya yang diberi unsur aksara atau iluminasi khas manuskrip Nusantara.
Bagi Yulianeta, manuskrip adalah artefak budaya, bagian dari masa lalu yang tersebar di seluruh wilayah. Jadi sayang kalau cuma jadi koleksi museum semata.
Yulianeta juga berharap agar pengenalan naskah-naskah Nusantara ini masuk ke dalam kurikulum pembelajaran.
Finka Fahryah
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah
Instagram: @finkafahryah
(it)
tulis komentar anda